14 Desember 2014

Dua dari Moloku Kie Raha: Ternate-Tidore

Hiruk pikuk kegiatan Mahakarya Indonesia yang dipunyai salah satu brand besar Indonesia telah berlalu.  Kegiatan pamungkas berupa jelajah rempah di Ternate dan Tidore bersama para blogger dan jurnalis juga telah dilakukan dan beruntung saya ikut dalam jelajah rempah tersebut.  Resminya ikut sebagai team content GELAR sedangkan yang terselubung adalah sebagai blogger. :)

Para blogger ini ditemani oleh nama-nama yang cukup terkenal buat saya sih.  Ada sejarawan JJ Rizal, Putu Fajar Arcana dari Kompas, dan Fotografer Barry Kusuma  ada lagi pegiat traveller kondang seperti Motulz.  Keren sih...

Dari Udara

Sudah lama memang saya ingin pergi ke wilayah timur Indonesia, sebagian dipicu oleh legenda rempah, sebagian lagi karena keindahan alamnya. Tuhan memang maha tahu dan niat itu pun terlaksana dengan begitu mudah.  Saya berangkat sebagai team advance, mendahului yang lain...horeee,,, bisa lebih lama jadinya.

Jadi setelah duduk di pesawat selama 6 jam yang berangkat dari Jakarta jam 2 pagi sampailah di Moloku Kie Raha, Ternate adalah satu dari Kie Raha; empat gunung Maluku.  Yang lainnya adalah Tidore, Jailolo dan Bacan.

Kalau kita buka uang kertas seribu rupiah di situ ada gambar gunung Maitara dan Tidore, dengan takjub saya melihat pemandangan tersebut di depan mata.

30 November 2014

721 Tahun Majapahit : Berpacu Dengan Zaman

"Buku apa itu?"tanya mang Hasan,,sontak saya langsung menunjukkan buku mengenai Rajapatni Gayatri yang membahas peranan putri bungsu Raja Kertanegara dalam menegakkan Majapahit.


Mang Hasan manggut-manggut melihat cover depan buku itu.  Profesor Hasan Djafar yang kerap dipanggil mang Hasan yang juga ahli epigrafi dan arkeologi itu lalu menunjuk gambar arca Pradnya Paramitha yang terdapat di sampul depan.

"Sejauh ini dari bukti tertulis yang terbaca dalam Pararaton, yang dikaitkan dengan Pradnya Paramitha adalah Ken Dedes dan bukan Gayatri.  Arca Paramitha yang ditemukan di candi Singasari sudah pasti bukan mengacu pada Gayatri."  Demikian mang Hasan menegaskan.

Gapura Bajang Ratu
Dalam kesempatan memperingati 721 tahun Majapahit.  Mojokerto , terutama dusun Jati Sumber yang masyarakatnya banyak menjadi pembuat arca secara guyub membuat acara khusus.  Penduduk dusun meyakini bahwa pusat kerajaan Majapahit berada di Tanah mereka. Begitulah yang terasa dari sambutan salah tokoh saat rombongan kami tiba.  Dusun itu menjadi tempat dibangunnya Mandala Majapahit sebuah tempat untuk berkumpulnya para pemerhati Majapahit merangkap juga balai desa dengan perpustakaan kecil di sampingnya.


Mandala Majapahit di dusun Jati Sumber

06 November 2014

Menanam Harapan Untuk Suramadu

Berbicara tentang daerah sekitar Suramadu (bpws.go.id, saya teringat beberapa waktu menjelang kepergian saya ke Madura.  Mencari kendaraan dari Surabaya ke Madura ( http://plat-m.com/ )Bukan hal yang sulit memang, karena memang bejibun travel dan bis ke Madura.  Namun ada catatan waktu itu yang mendasari pemilihan kendaraan.

Umumnya disarankan agar memilih bis Patas dari terminal Bungurasih dan bukan bis biasa karena bis biasa melewati selat yang berarti melalui pelabuhan; bis Patas langsung melalui jembatan Suramadu dan dari segi waktu lebih cepat karena tidak perlu mengantri.

Dan memang dari jalanan kota Surabaya langsung melaju menaiki Jembatan yang menyambungkan Surabaya dan Madura,  dan dalam waktu singkat sampai sudah.

Sekilas dari atas jembatan terlihat pelabuhan Tanjung Perak yang sepi, ada beberapa kapal yang sedang berlayar di tengah selat.

Ini pertama kalinya saya ke Madura jadi saya tidak pernah merasakan eksotisnya menyeberangi selat Madura.

Ada kejadian lucu 2 minggu sebelum keberangkatan, saat saya menelepon hotel di Pamekasan untuk memesan kamar.  Kedatangan saya memang ingin menyaksikan kerapan sapi piala Presiden di GOR Pamekasan.  Informasi ini saya peroleh dari blogger madura Plat M (http://plat-m.com/ ) dan ketika iseng saya tanyakan event itu pada resepsionis, cukup surprise karena mbak resepsionis malah tidak tahu bahwa akan ada event seseru itu yang cukup banyak menarik perhatian turis asing.

Kejadian lucu kedua adalah saat mengobrol dalam mobil travel yang mengangkut saya dari Surabaya ke Pamekasan.  Para penumpang travel yang semuanya mahasiswa asal Madura tidak mengetahui ada tempat bernama Gili Labak ataupun Kalianget.  Apa yang salah?  Jika penduduk Madura sendiri kurang paham tentang wilayahnya maka itu adalah juga tugas pemerintah daerah untuk secara masif mendorong rakyatnya agar tahu tentang tanah kelahiran mereka.

23 Oktober 2014

MADURA : Kecantikan dari Tanah Gersang

Saya melirik jam tangan, masih jam 5 kurang 10 menit namun langit Surabaya sudah terang layaknya pukul 6 pagi.


Supir taxi yang tadi menemani ngobrol sudah pamit untuk mencari penumpang.  Tinggallah saya di minimarket komplek Pasar Turi menunggu travel ke Pamekasan.  Rasanya perut agak mulas, tapi toilet berada di dalam stasiun yang masih tutup, harus cari toilet umum ini.  Usut punya usut, petugas minimarket menyarankan untuk ke toilet umum di luar komplek stasiun, tak jauh memang.  Ke sanalah saya menuju.  Letaknya dalam perkampungan penduduk; rupanya pengelolanya sadar bahwa banyak penumpang kereta yang datang kepagian kayak saya yang butuh toilet.  Saat saya sampai di sana, beberapa ayam sedang berlompatan di depan toilet.  Masih mending cuma ayam, lah yang di Ujung Kulon waktu itu malah babi yang mondar-mandir depan toilet :)


Setelah selesai, saya kembali duduk di teras minimarket.  Udara Surabaya yang kian memanas membuat saya bergegas masuk ruang keberangkatan yang sudah dibuka, lebih baik menunggu di sana yang ada acnya.

Mobil travel pun datang terlambat 2 jam lebih dari kesepakatan, ah tak apalah toh mereka sudah meminta maaf, saya tak ingin mengganggu perjalanan ini dengan rasa dongkol yang tak perlu.  Saya masuk dan segera bersandar dengan nyaman.

Lewat Suramadu kemudian Bangkalan, pikiran masih sadar saat melewati sejumlah resto bebek yang beberapa diantaranya sudah sangat dikenal.  Namun kesadaran itu tak lama.  Bangkalan belum lagi terlewati saya pun terlelap sampai pintu masuk Pamekasan.

12 Oktober 2014

Auwjong Peng Koen-Hidup Sederhana Berpikir Mulia

Apa yang menarik dari orang Cina, golongan minoritas di Indonesia?  karena yang sedikit ini kadang melakukan sesuatu melebihi mayoritas.  Golongan minoritas identik dengan stigma negatif dan diskriminasi.  Butuh keberanian luar biasa untuk membubarkan prasangka yang telanjur tertanam selama berabad-abad.

Beberapa memang menonjol dan tercatat dengan tinta emas di lembar-lembar ingatan rakyat Indonesia.  Yap Thiam Hien dan Soe Hok Gie termasuk dua di antaranya.  Tentu masih banyak lagi nama dari berbagai bidang yang membuat kita harus angkat topi, kagum dengan kekonsistenan mereka yang seakan tanpa batas.

Adalah Auw Jong Peng Koen, adalah juga satu dari yang jarang itu.  Pria Cina, Kristiani kelahiran Padang itu kerap disebut dengan penuh hormat oleh Mohammad Roem, mantan wakil perdana menteri pada masa kabinet Ali Sastro Amidjojo.

Suatu hari Mohammad Roem yang sedang meringkuk di penjara Madiun bersama Anak Agung Gde Agung, Sutan Sjahrir, Prawoto Mangkusasmito, Sultan Hamid dan Soebadio Sastrosatomo menerima sepucuk surat dari orang yang baru ia kenal.  Orang itu itu adalah pemimpin harian Star Weekly, Auwjong Peng Koen.

Dalam surat itu, Auwjong menyisipkan daftar buku-buku terbitan para penerbit kelas dunia yang dapat dipilih oleh para narapidana politik itu sesuka mereka.  Bagi tahanan politik sekelas Roem dan kawan-kawan buku adalah makanan rohani.  Maka tawaran Auwjong benar-benar anugerah tak disangka.  Segera setelah judul-judul buku dipilih, Auwjong segera mengirimkan sesuai daftar.  Sejak saat itu terjalin persahabatan hangat antara Mohammad Roem dan Auwjong Peng Koen.

Mohtar Lubis pun dalam tulisannya untuk mengenang Auwjong menyebutkan selama dalam tahanan selain mengirim buku-buku Auwjong juga tak segan-segan memperhatikan keluarga para tahanan.  Pun, saat korannya Indonesia Raya dibredel, Auwjong menanyakan bantuan apa yang diperlukan dan berusaha menampung para karyawan koran itu dalam Star Weekly.

26 September 2014

Jawa Suriname

 
-->
Penghapusan perbudakan yang dikumandangkan oleh Abraham Lincoln tahun 1863 telah sampai gemanya ke negara-negara koloni Belanda seperti Suriname.  Akibatnya koloni yang menyandarkan perekonomiannya pada perkebunan itu mengalami kesulitan mendapatkan tenaga kerja yang murah untuk mengurus ratusan hektar tanah perkebunan.



Pemerintah kolonial pun melirik tanah jajahannya di Hindia Belanda.  Sebagai percobaan, tahun 1890 dikirimkan seratus orang Jawa ke Suriname untuk dipekerjakan di perkebunan Tebu Marienburg.  Para pekerja kontrak asal Jawa itu menandatangani (dipaksa?) kontrak kerja selama 5 tahun dengan upah sekitar 60 sen untuk pria dan 40 sen untuk wanita.



14 September 2014

Andai Ahmad Wahib Masih Hidup

Dari mana saya tahu tentang Ahmad Wahib? Tentu bukan dari guru di sekolah.

Saya baru mengenal nama Ahmad Wahib saat membeli buku Soe Hok Gie: Catatan Seorang Demonstran yang bertepatan dengan penayangan perdana filmnya sekitar tahun 2005, sembilan tahun yang lalu.
Dalam buku tersebut terdapat tulisan pengantar dari Daniel Dakhidae yang menyinggung pula nama Ahmad Wahid sebagai intelektual muda disejajarkan dengan Gie.

Dari situlah saya mengenal serba sedikit tentang Ahmad Wahib yang disebut-sebut sebagai intelektual muda Islam.  Sampai hari ini pun saya baru sedikit saja membaca tulisan-tulisannya karena bukunya sudah susah saya temukan.  Namun kalau boleh saya deskripsikan Ahmad Wahib adalah versi muda dari Abdurrahman Wahid.  Hanya sayang kita memang tidak akan bisa melihat bagaimana Ahmad Wahib yang gelisah menjalani masa tuanya karena beliau keburu wafat dalam usia 30 tahun. 

Sebagai lulusan pesantren Wahib malah sempat mengenyam pendidikan filsafat di sekolah tinggi Driyarkara.  Langkahnya mengingatkan pada semangat para orientalis barat yang demi mengetahui dan mengupas intisari Islam baik agama dan umatnya mereka menekuni Al Quran, bahkan orientalis kondang seperti Snouck Hurgronye nekat pergi ke Mekah yang terlarang bagi non muslim.  Perbedaannya Wahib melakukan itu demi pemahaman yang lebih baik dalam hubungan antar umat beragama dan memuaskan keingintahuan akan Islam yang sesungguhnya.

sumber: Insist.com

Sedekah dengan Prasangka

Anak kecil itu duduk di pedestrian yang menghubungkan jalan Margonda dengan Mall Margo City.

Saya yang baru saja kisruh berjalan kaki dari Gramedia menuju Margo City menyusuri jalan Margonda yang kusut langsung terhenti langkah bukan karena tertarik tapi karena anak itu duduk di tengah jalan.

Di depannya terdapat sekarung besar berisi tissue yang biasa dijual di kaki lima seharga dua ribu-an.
Sekilas terlihat anak itu berambut merah seperti lazimnya anak jalanan.  Dia memang anak jalanan sih.

Yang menarik perhatian adalah teriakan anak itu..teriakan apa jeritan ya...Begini jeritannya:

"Kak, tolonggg kak, adik saya kena demam berdarah.  Tolong beli kaaakkk".

udah gitu aja dan diulang-ulang.  Karena sudah sering bertemu yang tipe begini jadi saya lewati saja sama seperti pejalan kaki lainnya.

02 September 2014

Traveling yang Gagal

Siapa bilang yang namanya traveling itu selalu mulus, dapat apa yang dicari.  Nggak gitu dehhh....Kalo udah sial ya sial banget dapatnya..
 
Belum lama ini saya ke Bukit Tinggi demi menonton Pacu Jawi, itu loh karapan sapi ala Sumatera, mirip dengan yang ada di Madura, cuma yang ini tempatnya di bekas sawah yang becek.  Sapi-sapi berpacu melintasi jalur berlumpur menciptakan gambar-gambar eksotis kalau difoto.

Begitulah karena Pacu Jawi ini tidak ada jadwal resmi dan berlokasi di kampung-kampung di Tanah Datar, pedalaman Bukit Tinggi sana, jadilah saya mengontak pak Indra, warga asli Bukit Tinggi yang direkomendasikan oleh adik saya.

Pak Indra ini menyewakan mobil dan sudah biasa dipakai oleh stasiun TV tempat adik saya bekerja untuk liputan.  Dari beliau pula saya mendapat jadwal Pacu Jawi dan kampung yang akan menyelenggarakannya.

Singkat kata, tiket sudah dipesan otomatis pula dengan mobil pak Indra yang akan mengantar saya selama di Padang dan Bukit Tinggi dan penginapan,  O ya sebagai pecandu sejarah, saya juga sudah menyertakan Sawahlunto sebagai tempat yang harus didatangi (kisah di Sawahlunto sudah ada di blog terdahulu).

28 Agustus 2014

JEMBER FASHION CARNAVAL : Pawai Yang Mendunia

"Sebentar lagi stasiun Rambi mbak, setelah itu baru Jember"

Demikian petugas KAI menginformasikan stasiun yang akan disinggahi oleh kereta yang kami tumpangi.  Nampaknya ia iba melihat tampang-tampang kusut kami berdua yang duduk gelisah dalam KA Logawa jurusan Jogja-Jember. 

Sebelumnya ia bertanya tujuan kami ke Jember dan mengangguk maklum saat tahu kami datang untuk Jember Fashion Carnaval (JFC).

Jumat jam 21:55 kami berangkat dari Jakarta menuju Jogja dengan KA Bogowonto dan dilanjutkan dengan KA Logawa hingga sekarang hampir jam 19:30 mendekati Jember.  Total hampir 20 jam dihabiskan dalam kereta dengan biaya yang sangat murah, kelas ekonomi.  

ketiduran
Waktu berjalan dengan lambat dalam kereta, bolak-balik mainin ponsel, motretin orang, ngobrol dan terakhir tidur menjadi tindakan pamungkas.  Tempat duduk bernomor 1A & 1B ternyata menjadi teman setia selama pulang dan pergi.  Menjengkelkan karena dekat toilet yang kadang berbau pesing.

Akhirnya, Jember juga.  Legaaa...dan kami pun turun

12 Agustus 2014

Usai Prabowo Mulai Jokowi

Barangkali kita memang patut berterima kasih pada Prabowo dan Jokowi.  

Karena berkat mereka pemilihan presiden kali ini berlangsung meriah, tidak membosankan seperti 5 tahun yang lalu.

Berkat kesediaan kedua tokoh ini untuk menjadi capres tiba-tiba semua orang bergairah mencari tahu dan berpartisipasi baik sebagai voters pasif maupun voters aktif.  Social media begitu hidup dengan banyaknya update dari para sukwan dan sukwati (meminjam istilah tahun '65 untuk akronim dari sukarelawan) tentang capres pilihan mereka.

Deklarasi pencapresan Jokowi tidak akan sefenomenal ini tanpa adanya tokoh Prabowo demikian juga langkah-langkah Prabowo menuju kursi RI1 tidak akan terasa hangat tanpa kehadiran Jokowi.

11 Agustus 2014

Golkar Dulu dan Sekarang

GOLKAR = pohon beringin, Soeharto, kuningisasi.

3 hal itu rasanya cukup mewakili yang terkilas dalam benak orang saat mendengar nama Golkar.

Tidak salah dan memang wajar karena belasan tahun Golkar menjadi pilihan wajib bagi pegawai negeri dan segenap petinggi negara. Golkar menjadi raksasa karena dipelihara dan difasilitasi negara, karena memang partai yang dulunya bukan partai ini sebenarnya dibentuk sebagai antitesis dari partai-partai yang dianggap sering merecoki kinerja kabinet.


gambar dari google


Soekarno yang merasa gerah dengan perselisihan antar partai mengemukakan gagasan untuk mendirikan satu organisasi yang tidak lagi berazaskan ideologi tertentu namun anggotanya mempunyai fungsi-fungsi  yang berbeda yang dipersatukan oleh tujuan.

Perdana Menteri Juanda Kartawidjaja menegaskan bahwa organisasi ini menampung semua orang yang berasal dari beragam

23 Juli 2014

Gugatan Senyap Pranoto Reksosamodra

Takdir memang punya rute sendiri, ia mandiri tak terikat dengan jejak keringat manusia yang menginginkan takdir sesuai dengan impiannya.

Begitu pula dengan perjalanan hidup Mayor Jenderal Pranoto Reksosamodra.

Orang di masa kini mungkin tidak mengenal mantan perwira tinggi ini. Namanya kalah bersaing dengan teman-teman sejamannya baik yang di pihaknya maupun yang berseberangan. Ia pun tidak sevokal rekan-rekannya dalam menuntut keadilan.

foto : Google
Bagi para penonton setia film G30S pasti ingat adegan saat Soekarno memunjuk Pranoto sebagai caretaker Menteri Panglima Angkatan Darat menggantikan Ahmad Yani yang terbunuh namun Soeharto secara halus menolak keputusan itu.  Yang luput dari perhatian bagaimanakah nasib Pranoto pasca penolakan itu karena perhatian kita terfokus pada tokoh-tokoh utama G30S.

14 Juli 2014

Pekojan: Kampung Muslim Arab-India di Jakarta

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 13:00 saat pintu otomatis kereta komuter menutup dan kereta pun bergerak perlahan meninggalkan stasiun Depok.  Mengingat harus berkumpul jam 13:30 di museum Bank Indonesia, saya hanya bisa menghela napas pasrah.

Macet luar biasa di jalur Sawangan-Depok ditambah perkiraan kereta yang akan ditahan saat memasuki stasiun Manggarai dapat dipastikan saya akan tiba di tempat pukul Dua lebih.  Ditambah hujan yang lumayan deras membuat perjalanan kereta lebih lambat.

Saat tiba di stasiun Jakarta Kota, hujan masih belum reda. Tergesa-gesa saya menyeberang, melintasi genangan air akibat saluran mampet.  Untung saja letak Museum BI tepat di seberang stasiun sehingga dalam waktu singkat saya sudah berada di auditorium. Dan memang hujan membuat semua acara terhambat, jadi bukan saya saja yang terlambat.

Janjian dengan Komunitas Historia untuk menelusuri Mesjid-Mesjid kuno di kawasan Pekojan sekalian berbuka puasa bareng.  Dan tentu saja membutuhkan cuaca cerah agar memungkinkan berjalan kaki menyelusup gang-gang sempit.

Toko di Pekojan

29 Juni 2014

Catatan dari KTCF 2014

Kota Tua kian sekarat,

Selama ini kawasan kota tua memang semarak, namun siapa yang peduli dengan wajahnya yang kian lusuh.  Semua yang berhubungan dengan kota tua selalu dipandang dari sisi ekonomi.
Mungkin itu yang membuat event Kota Tua Creative Festival (KTCF), bertema Ideas for the future of our past digagas tahun 2014 ini.  Acara yang berlokasi di kawasan kota tua itu berlangsung selama 2 hari, 21 dan 22 Juni dan sukses menarik ribuan pengunjung tumpah ruah di lapangan Fatahillah sebagai center point.  Apa saja yang ada di sana dan yang terpenting apakah tujuan panitia untuk mengusik kepedulian masyarakat terhadap nasib kota tua ini berhasil?

17 Juni 2014

Soetartinah : Bangsawan Hati dan Perbuatan

Wajah anak perempuan pribumi itu memerah menahan geram.  Bibirnya bergerak-gerak sementara tangannya terkepal.  Sementara di depannya seorang bocah Belanda totok, Karel namanya terus mengejek. Yang membikin Tinah murka, bocah Belanda pirang itu mengejek ayahnya.

Dan..Plaaak, kepala Karel pun tersentak ke belakang.  Tangan Tinah tanpa ampun menghantam bibir bocah itu hingga berdarah. Beberapa anak Belanda yang sedang menonton keributan itu pun terdiam, melongo.  Tak percaya jika gadis kecil itu berani menampar Karel.  Mana ada ceritanya anak pribumi berani melawan Sinyo.  Anak perempuan lagi.

Tinah memandang Karel dengan tajam, sementara dari sudut matanya ia melihat guru-guru berdatangan melerai.
dari Troppen Museum

Sore itu Tinah menghadap sang ayah. Surat dari direktur ELS tentang kejadian tadi pagi pasti telah sampai ke tangan ayahnya.  Debaran jantungnya sontak mereda begitu melihat wajah ayahnya yang serius namun tidak nampak tanda amarah di situ.

Tinah melangkah ringan keluar dari kamar.  "Keturunan Brandal Diponegoro".  Terngiang-ngiang di kepalanya saat sang ayah mengucapkan kalimat itu dengan sorot mata berbinar penuh kebanggaan.

08 Juni 2014

Sawahlunto: Laku Tandang Kuli Tambang


Sumatera Barat bukan hanya terkenal dengan para cerdik pandai yang hasil pemikirannya melesat melampaui generasi setelahnya tapi sebagian besar dari infrastrukturnya pun dibangun dari cucuran keringat para kuli tak bernama.

Tak  berbeda dengan daerah terpencil di hulu sungai Ombilin, Sawahlunto ternyata menyimpan kekayaan tambang tiada tara.  Jutaan ton batu bara sudah menunggu untuk diekplorasi dan itu butuh tenaga manusia yang tidak sedikit untuk dipekerjakan.

Para pejabat di Batavia tak kekurangan akal, didatangkanlah orang-orang dari Jawa, mereka adalah para narapidana, tahanan yang kehilangan hak-haknya sehingga mudah saja bagi pemerintah kolonial menjebloskan mereka ke dalam tambang, tak peduli latar belakang mereka sebagai petani yang belum pernah berurusan dengan dunia bawah tanah yang gelap. Ke depannya tidak hanya tahanan dari Jawa yang dilempar ke tambang, tahanan dari wilayah lain seperti Sulawesi pun diikutsertakan.

Sisi lain dari Goedang Ransoem

05 Juni 2014

Sawahlunto: Mengenang Kota Tambang

"Ini Silungkang".

Demikian Pak Indra, driver kami selama di Sumatera Barat membangunkan saya yang sedang terkantuk-kantuk menikmati perjalanan panjang dari bandara ke Sawahlunto.

Silungkang, dengan mata setengah terpicing saya memperhatikan tepian jalan raya.  Inikah Silungkang yang dahulu pernah sohor dengan pemberontakan Silungkang tahun 1927? sekarang adalah daerah sepi di ruas jalur lintas Sumatera.

Ketika saya menyebut tentang pemberontakan Silungkang dan Sumatera Tawalib, raut muka pak Indra datar-datar saja demikian juga ketika kata Tambo terucap dari mulut saya.  Dengan tampang bingung ia bertanya "Tambo? apa itu".


Stasiun kereta yang sekarang jadi museum

28 Mei 2014

Petisi 50: Jaman Kowe Ora Penak Blas..

"Isih penak jamanku toh Le", tulisan dengan gambar muka lelaki tua tersenyum ramah memang kerap berseliweran, memancing senyum siapa saja yang melihat.

Sesaat tulisan itu memang seperti lelucon, namun lama kelamaan terasa seperti pariwara tentang jaman di mana sandang-pangan-pendidikan dapat dijangkau oleh rakyat kebanyakan, kira-kira seperti itulah pesan yang ingin disampaikan.  Toh tagline populer itu sempat masuk menjadi tema kampanye Golkar yang mengundang Mamiek Soeharto sebagai juru kampanye

dari google
Bagi Chris Siner Key Timu, mantan dosen Universitas Atmajaya, kalimat bernada olok-olok seperti ini terasa mencemaskan.  Ia masih ingat saat dipecat dari jabatannya sebagai dosen sekaligus  pembantu rektor di Universitas tersebut gara-gara ikut menandatangani Petisi 50 ditahun 1980.

Petisi 50 adalah petisi dari kelompok yang berawal dari forum komunikasi dan studi Angkatan Darat lalu berkembang menjadi Lembaga Kesadaran Berkonstitusi yang diikuti oleh sipil dan para purnawirawan.  Tercatat para penanda tangan Petisi ini adalah sejumlah tokoh negarawan yang amat dihormati integritasnya. Di antaranya adalah Ali Sadikin, Mohamad Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, AH Nasution, Burhanuddin Harahap, SK Trimurti dan Hoegeng Iman Santosa.  Nama petisi 50 berasal dari Ali Moertopo

17 Mei 2014

Amir dan Sjahrir : Tragedi Duo Sosialis

Bagaikan 2 orang yang bertemu dalam perjalanan, bersama beberapa saat dan berpisah kala menemukan jalan bersimpang.  Sempat akrab namun berlalu begitu saja.

Kira-kira seperti itulah hubungan antara Sutan Sjahrir dan Amir Sjarifoeddin.  Dua orang yang sangat berpengaruh dalam kabinet.  Sama-sama orang Sumatera yang mengenyam tradisi pendidikan barat di Leiden, Belanda.

Amir Sjarifoeddin & Sutan Sjahrir di Madiun (dari google)

Sama-sama menganut paham sosialis namun dengan kecenderungan berbeda.  Amir dekat dengan paham komunis sedangkan Sjahrir anti komunis.  

Menurut Soemarsono, tokoh pemuda dalam pertempuran Surabaya dan pemberontakan Madiun, Amir sempat diusulkan menjadi pembaca naskah proklamasi namun batal karena yang bersangkutan masih berada dalam penjara.  

27 April 2014

Mengintip Borobudur dari Setumbu

Pukul 4 pagi alarm berbunyi kencang, saya bergegas bangun dan mematikannya.  Ragu-ragu sejenak mengingat kantuk yang masih menyengat, tapi dengan menguatkan diri, kalau tidak sekarang kapan lagi, saya bangkit dan membangunkan penghuni kamar lainnya.

Setelah beberapa lama menyusuri jalan perkampungan sempit yang diapit oleh pepohonan lebat, di ujung kegelapan subuh tampak sesosok tubuh berdiri sambil melambai-lambaikan tangan ke arah kami.  Bapak tersebut mengarahkan kami untuk berbelok menanjak untuk mencapai parkiran yang berada di halaman rumah-rumah penduduk.

Setelah parkir, kami bergegas menyusuri tanjakan jalan desa yang sudah diperkeras secara swadaya sehingga cukup untuk dilewati 1 jalur mobil. Sekitar 100 meter di atas tempat kami parkir, ternyata ada lahan parkir tidak seberapa luas dan sudah penuh dengan mobil.  Ternyata sudah ada yang ke sini sejak dari jam 3 pagi

24 April 2014

Mao Zedong & Deng Xiaoping : Siapa Bilang Komunisme dan Liberalisme Tidak Dapat Jalan Bersama

Lompatan jauh ke depan.

Setelah kematian Sun Yat Sen, Chiang Kai Sek diangkat untuk memimpin Republik Tiongkok yang baru beralih dari sistem panjang kekaisaran. Namun bukan berarti masalah usai.  Perselisihan antara golongan Nasionalis dan Komunis berbuntut pada teror yang lazim disebut teror putih.

Mao Zedong yang beraliran komunis berambisi untuk memajukan Tiongkok setelah berhasil mengusir Chiang Kai Sek ke seberang lautan.  Dengan aset berupa jumlah penduduk yang amat besar Mao yakin ia bisa mengorganisir rakyat Tiongkok untuk mengejar Inggris dan Sovyet menjadi negara industri sekaligus menjadi negara surplus pangan.

www.columbia.edu

Ajaran Marxisme yang dianut Mao menjadikan buruh sebagai kekuatan utama dalam revolusi. Namun Mao juga menyadari bahwa rakyat Cina sebagian besar adalah petani dan inilah pilar kekuatan yang paling potensial dibanding buruh yang tidak seberapa banyak karena Cina belum melangkah ke bidang industri pada masa itu.

12 April 2014

Sentul yang Sentul City

Ada yang aneh dengan Sentul...

Kenapa? Tentu saja, saat saya menjelajah ranah maya dengan mengetikkan kata Sentul, maka yang muncul adalah Sentul City diikuti dengan property di daerah Sentul dan sekitarnya seperti Babakan Madang yang terkenal dengan sate kiloan.

29 Maret 2014

Societeit Concordia Kini

Jalan Asia Afrika, Bandung.  Mungkin orang mengenalnya karena merupakan jalan utama yang terletak di kawasan mahal dan bersilangan dengan jalan Braga yang ngetop.  Lalu lintas yang padat dengan pengendara yang tidak sabaran membuat para pejalan kaki tidak nyaman untuk menikmati sepotong sejarah di jalan  ini.


23 Maret 2014

Kawasan Gunung Patuha

Alkisah, kawasan sekitar gunung Patuha terkenal angker.  Masyarakat sekitar sering menyaksikan burung-burung yang melintasi wilayah tersebut mendadak mati.

Kejadian itu pun dituturkan penduduk pada seorang asing, Franz Wilhelm Junghuhn, seorang ahli botani dan biologi.  Junghuhn yang akademisi tentu saja tidak percaya pada mitos.  Ia pun penasaran dan mendaki kawasan gunung Patuha untuk mencari tahu penyebab kematian burung-burung tersebut.


Setelah susah payah menerobos hutan dan membabat alang-alang, ia pun segera takjub dengan apa yang dilihatnya, sebuah danau kawah dengan air berwarna putih kebiruan dan bau belerang yang menyengat.

Lembaga Anti Korupsi, Dulu dan Kini

Korupsi dan Gratifikasi.

Ribut-ribut pemberitaan itu selalu menemani hidup kita sehari-hari dari pagi hingga malam.  Mata dan kuping kenyang dibombardir berita para pejabat dan petinggi anu dari daerah A atau partai B yang dipanggil KPK untuk menghadapi sejumlah pertanyaan tentang asal muasal harta dan uang yang berseliweran di rekeningnya.


Tak heran jika penyelidikan tak pernah mulus tuntas karena melibatkan begitu banyak orang penting dengan skenario yang njelimet dan bertele-tele walaupun baunya sudah kemana-mana. Tidak ada kasus yang berdiri sendiri.


Ah ya, soal orang dekat Presiden yang disebut-sebut terlibat, tak usah heran.  Kalau mau ditelisik, Presiden pertama kita pun tak luput, disadari atau tidak terlibat dalam hal-hal yang berbau gratifikasi yang berujung pada intervensi kasus-kasus korupsi yang melibatkan orang dekat di lingkup kekuasaannya.  

06 Maret 2014

Perang Ideologi dan Kekerasan Budaya

Kebudayaan merupakan pusat kehidupan suatu bangsa dan juga akumulasi perjalanan hidup yang dinamis dimana seluruh energi dan pikiran manusia dikeluarkan untuk menghadapi tantangan.

Barang siapa dapat mempengaruhi dan mengarahkan kebudayaan maka dialah pemenangnya. Jangan heran bila negara-negara maju tak segan menggelontorkan dana, mendirikan pusat-pusat kebudayaan di negara-negara dunia ketiga, dari pemberian beasiswa pendidikan, pekan film, distribusi buku-buku sampai cara berpakaian dan musik yang nantinya akan berpengaruh terhadap gaya hidup dan identitas masyarakat.

Kebudayaan pun dapat diarahkan berdasarkan situasi politik yang berlaku pada masa itu. Nah, pengaruh kebijakan politik itulah yang nantinya menentukan hidup matinya suatu ideologi yang berimbas pada segala sesuatu yang berhubungan kebudayaan.

Khususnya pasca tahun 1965.
Bagaimana peran-peran agen kebudayaan asing CCF (Congress for Cultural Freedom) dalam mensponsori gerakan anti komunis di Indonesia. Dana CCF yang ditanggung hampir tanpa batas oleh CIA memungkinkan untuk mereka melakukan infiltrasi terhadap para cerdik pandai.  Saat Soekarno makin cenderung bergeser ke kiri, para cendekiawan dari PSI dan Masyumi serta aktivis kebudayaan mulai membangun jaringan dengan Amerika. Tak bisa dilepaskan nama populer Ivan Kats yang disebut-sebut sebagai orang CIA yang menyusup sebagai staf CCF.

dari google

18 Februari 2014

Sangego yang legendaris


Suasana kota lama yang khas mulai terasa saat memasuki jalan Merdeka yang terletak tepat di tepi sungai Cisadane.  Jalan ini kalau tidak salah berada tepat di belakang pasar lama Tangerang dan merupakan pemukiman Cina Benteng.  Di sisi jalan tepat menghadap sungai, pemerintah kota membangun taman sepanjang sungai yang cukup teduh dan rapi sebagai tempat warga duduk menikmati pemandangan.

08 Februari 2014

Tuan Tanah Dramaga di Bogor Barat

Tersembunyi di balik himpitan rumah dengan akses jalan kampung yang sempit dan bergelombang, orang tidak ada yang menyangka bahwa ada satu area dengan pilar-pilar besar yang tegak seakan menyambut tamu.




Di penghujung barisan pilar itu nampak bangunan putih berkubah dengan arsitektur klasik. Mirip bangunan-bangunan di Eropa sana.
Keheningan segera menyergap, tidak ada siapa pun di tempat ini, namun telinga saya menangkap suara tertawa dari arah rumah penduduk sekitar situ.  Cuaca yang mendung juga menyumbang kesan suram dari bangunan putih itu.

01 Februari 2014

Kamis Sore ke 339

Kasih Ibu memang sepanjang hayat

Tak ada ibu mana pun yang tidak penasaran tatkala kematian menjemput sang anak secara tidak wajar.  Mati memang teritori mutlak yang empunya Kehidupan, namun tidak dosa rasanya bila mempertanyakan penyebab maut menjemput.

Tidak ada yang salah jika sekelompok orang tua di awal tahun 2007 berdiri tegak dalam diam di depan Istana Merdeka.  Wajah mereka yang dihiasi garis-garis pengalaman memandang jauh ke arah gedung agung tersebut.


Gerakan yang terinspirasi oleh aksi serupa di depan Plaza De Mayo di Buenos Aires, Argentina di mana sekelompok Ibu juga melakukan aksi damai tiap Kamis sore sebagai bentuk protes atas penghilangan nyawa anggota keluarga terkasih.

21 Januari 2014

The Act of Killing: Kala Jagal Berkisah




Konvensi Jenewa itu dibuat oleh pemenang.  Di sini karena kita yang menang kalau perlu kita buat konvensi Jakarta".

Demikian ketus Adi Zulkadry. 

collider.com
Dialog absurb itu merupakan penggalan dari film The Act of Killing, film dokumenter yang disebut-sebut dinominasikan untuk mendapat Oscar sebagai film asing terbaik.

Film ini menambah rentetan panjang catatan tentang pembantaian manusia pasca G30S sekaligus menyambung polemik yang tak kunjung usai.

Anwar Congo tokoh utama dalam film itu menggambarkan bagaimana ia membunuh orang-orang yang dianggap sebagai anggota PKI di Medan. Dengan lugas ia memperagakan teknik jeratan agar darah tidak banyak mengalir. Bersama teman-temannya dari Pemuda Pancasila ia menduduki meja yang kakinya menindih batang leher manusia (diperagakan dengan karung), sambil berbincang-bincang menunggu orang malang itu mati.