18 Februari 2016

HATTA DAN DEMOKRASI

Gerakan Renaissance yang berawal dari Italia mulai melanda Eropa tahun 1450-1650 sekaligus menandai kebangkitan kaum intelektual melawan dominasi Gereja.  Para Filsuf modern seperti Rene Descartes, John Milton dan Erasmus membawa paradigma baru dalam mengelola kehidupan duniawi dan pemanfaatan sumber daya.

Gelombang pemikiran baru di bidang sastra dan ilmu pengetahuan terus berlanjut dan membesar sampai pada abad 18 yang dikenal sebagai abad pencerahan di Eropa yang dicirikan dengan sikap ilmiah terhadap fenomena alam yang menitikberatkan pada eksperimen dan observasi, rasionalitas dan kepercayaan pada hukum alam; keyakinan bahwa Tuhan menciptakan alam semesta untuk kebaikan umat manusia.

Kebebasan dalam berpikir dan menjalankan perekonomian inilah yang mendorong paham liberalisme pada masyarakat Eropa.

Jika abad 15 sampai dengan 17 kaum cendikiawan yang bergerak maka pada abad 18 giliran kaum menengah menunjukkan sikap kritis kepada para penguasa absolut yang masih menganut sistem monarki.  Gerakan kaum menengah ini berpuncak pada perubahan kehidupan bernegara.   Gerakan kelas menengah ini mendorong revolusi Amerika tahun 1776 diikuti oleh revolusi Perancis tahun 1789 yang semboyannya paling sering dikutip oleh generasi setelahnya: Liberty, Equality & Fraternity.

Para pemikir arus utama pada masa itu seperti Voltaire, Montesquieu dan Thomas Jefferson memperkuat arti penting paham kebebasan dalam kehidupan manusia.  Kebebasan yang diusung oleh para pemikir abad 18 dan 19 ini mencakup kebebasan moral, ekonomi dan politik.  Adanya nilai-nilai dasar yang diyakini melekat pada manusia sebagai individu dan hak-hak individu inilah yang patut dijaga dimana negara pun tidak boleh melanggar hak-hak tersebut.

Lantas apabila masing-masing individu ini saling berkonflik akibat penerapan konsep kebebasan ini apa yang harus dilakukan?
John Locke, seorang filsuf politik tahun 1690 menyodorkan jawaban berupa kontrak yang dilakukan oleh para individu untuk membentuk suatu kekuasaan.  Kekuasaan ini mengatur hak-hak rakyat yang kemudian disebut negara.

Negara dengan kekuasaan terbatas menciptakan ketertiban umum dalam masyarakat dan melindungi hak-hak dasar individu.

Kemudian JJ Rousseau menyodorkan bentuk demokrasi langsung yang kini disebut kedaulatan rakyat.  Artinya para individu menyerahkan semua haknya kepada kelompok yang menjadi badan otoritas pembuat undang-undang.   Pemikiran Rousseau ternyata membangkitkan kembali kekuasaan absolut.
Namun Rousseau juga memperkenalkan konsep kehendak semua yang merupakan penjumlahan dari semua kehendak individu yang memunculkan kehendak mayoritas sebagai penentu kebijakan.

Keduanya, baik Locke maupun Rousseau berpegang pada prinsip liberal yang merawat kebebasan individu agar tidak diganggu oleh kekuasaan negara.

07 Februari 2016

Kembara Lampau Para Penjelajah

Traveling - It leaves you speechless, then turns you into a storyteller

Begitulah sang pengembara Ibnu Battuta mendeskripsikan seorang pejalan pada abad ke 14.  Ibnu Battuta sendiri pernah singgah ke Samudra Pasai pada masa kejayaannya.  Melalui kisah Ibnu Battuta gambaran kemajuan kerajaan Samudra Pasai dapat terekam



Jaman sekarang tentu kita kenal dengan yang namanya Traveller Blogger yang melengkapi tulisannya dengan foto serta mengupdate sesegera mungkin tiap informasi yang ditemukan di media sosial.



Hampir 7 abad sebelum Battuta seorang biksu pengembara asal Cina I-Tsing telah melakukan hal-hal tepat seperti yang dilukiskan oleh Battuta.  Dalam perjalanannya untuk mempelajari agama Budha di Nalanda, India ia singgah di beberapa tempat di antaranya adalah Sriwijaya yang saat itu dinamakan Shih-li-Fo-Shih, lalu Ka-Cha (Kedah) sebelum tiba di Tan-Mo-Lo-Ti yang merupakan tapal batas India Timur.