07 Februari 2016

Kembara Lampau Para Penjelajah

Traveling - It leaves you speechless, then turns you into a storyteller

Begitulah sang pengembara Ibnu Battuta mendeskripsikan seorang pejalan pada abad ke 14.  Ibnu Battuta sendiri pernah singgah ke Samudra Pasai pada masa kejayaannya.  Melalui kisah Ibnu Battuta gambaran kemajuan kerajaan Samudra Pasai dapat terekam



Jaman sekarang tentu kita kenal dengan yang namanya Traveller Blogger yang melengkapi tulisannya dengan foto serta mengupdate sesegera mungkin tiap informasi yang ditemukan di media sosial.



Hampir 7 abad sebelum Battuta seorang biksu pengembara asal Cina I-Tsing telah melakukan hal-hal tepat seperti yang dilukiskan oleh Battuta.  Dalam perjalanannya untuk mempelajari agama Budha di Nalanda, India ia singgah di beberapa tempat di antaranya adalah Sriwijaya yang saat itu dinamakan Shih-li-Fo-Shih, lalu Ka-Cha (Kedah) sebelum tiba di Tan-Mo-Lo-Ti yang merupakan tapal batas India Timur.









Tentu saja dengan situasi abad ke 7, jurnal I-Tsing tidak seperti catatan perjalanan yang biasa kita lihat di masa sekarang.  Tidak semua penduduk di tempat-tempat tersebut melek huruf sehingga susah ditemukan catatan tentang suatu tempat pada masa lalu.



Jika I-Tsing menyusuri tempat-tempat dalam rangka perjalanan studinya menuju Nalanda, lain lagi dengan Tome Pires, pengembara yang juga seorang apoteker Eropa abad 16.  Persinggahannya di banyak tempat di Nusantara dari Jawa, sumatera, Maluku sampai Kalimantan membawa catatan berharga tentang keadaan masyarakat pada masa itu.  Tentu saja dengan sudut pandang dari kacamata barat.



Bila Tome Pires terkagum-kagum dengan Malaka, Jurnal I-Tsing yang pertama diterjemahkan beratus tahun kemudian oleh Takakusu dengan judul A Record of the Buddhist Religion as Practised in India and the Malay Archipelago dan jurnal keduanya yg diterjemahkan oleh Chavannes dg judul Memoire a l' epogue...  menempati posisi istimewa dalam pencarian jejak Sriwijaya.



Tentu saja penggambaran dan nama tempat pada abad ke 7, sangat berbeda dengan sekarang.  Jangan harap kita menemukan kata Sriwijaya pada tulisan I-Tsing namun akan ditemukan tempat bernama Shih-li-Fo-Shih berkut kecemerlangannya dalam mengembangkan agama Budha.  Menurut I-Tsing para pelajar yang akan menuntut ilmu di Nalanda sebaiknya singgah lebih dulu ke Shih-li-Fo-Shih untuk berlatih.



Dalam karya filologisnya yang diberi judul Sriwijaya, Slamet Mulyana menyediakan bab tersendiri untuk membahas berita-berita Tionghoa yang didapatkan dari perjalanan I-Tsing.



Tulisan-tulisan I-Tsing memungkinkan para ahli pendahulu seperti George Coedes dan Kern dapat menyajikan teori tentang letak dan keberadaan Sriwijaya yang disebut-sebut sebagai negara maritim tangguh, yang menjadi jejak masa lalu manusia Indonesia.



Begitu pula dengan penjelajah berikutnya walaupun dengan beragam motif.  Catatan perjalanan mereka menguak tabir masa lalu, memperkaya pemahaman.   Tanpa foto hanya coretan gambar seadanya dan tanpa niat untuk eksis.  



Untuk botani kita mengenal Alfred Russel Wallace. Dari jurnal penelitiannya kita mengenal ragam flora dan fauna Indonesia berikut keunikan dari masing-masing wilayah.  Walau nama Wallace tidaklah sepopuler Charles Darwin.  Jurnal perjalanan Wallace penuh dengan kekocakan akibat interaksi antara pribumi dengan pendatang berkulit putih.  Penggambaran keanekaragaman hayati dan kekhasan vegetasi di Nusantara dapat diresapi melalui kisah Wallace.



Tak terhitung para penjelajah lain dari beragam bangsa yang juga turut mewarnai kisah Nusantara. Tulisan mereka jauh merentang melewati masa hidup mereka, menyeberangi beragam peradaban untuk dibaca puluhan generasi setelahnya.  Dengan cara yang berbeda para petualang ini menceritakan kisah mereka sesuai dengan kapabilitas yang dipunyai.

Mau tak mau, suka atau tidak suka melalui kemampuan literasi para traveler sekaligus naturalis inilah, kisah perjalanan tanah air kita dapat terdokumentasi dan menghasilkan beragam teori.  Sayang memang karena tampaknya "melek aksara" belum menjadi kemampuan dasar para pribumi kebanyakan waktu itu.



Mereka berharap yang datang kemudian dapat memetik manfaat dari para traveller lawas ini dan hasil-hasil pengembaraan mereka menjadi sumber informasi guna menapak jejak yang samar.

Tidak ada komentar: