18 September 2010

Aku cinta buatan.....?

Suatu pagi bos saya menenteng iPad, sebuah komputer tablet keluaran Apple berlayar 10 inch. Dengan segera produk cantik nan canggih itu menjadi pembicaraan hangat di kantor. Dengan harga 5 juta sekian jika beli di Singapore bisa didapat IPad bermemori internal 16 GB.

Ketika diceritakan kepada manusia gadget, ia yang terbiasa bergaul dengan gadget tertawa terbahak bahak. Katanya; coba deh kamu keliling ke Ambassador sana, banyak buatan Cina yang sama persis. Nasihatnya, jangan terpaku dengan merk yang sudah establish, di dunia ini begitu banyak alternatif yang harus dilihat dan dicoba karena teknologi adalah milik semua orang.

Benar juga ya, ada yang menyerupai iPad namanya e pad (e-nya seperti logo internet explorer). Mirip persis dengan tampilan interaktif dan touch screen. Hanya saja jika pada iPad touch screennya peka dengan sentuhan ringan. Pada e pad kita harus menyentuh agak keras sehingga sebutannya bisa jadi push screen bukan lagi touch screen. Harganya jauuuuuhhhhh sekali dibawah yang original karena memang kapasitas memori juga tidak setinggi iPad.

Tapi bukan soal iPad atau e pad nya yang menarik. Tapi lebih pada buatan negara Cina yang katanya abal abal. Kata orang yang sinis, produksi Cina itu selalu meniru.

Namun, bukankah manusia belajar itu pertama tama dari meniru. Dengan meniru ia perlahan dapat mengembangkan kreativitasnya sehingga produk yang dihasilkan dari meniru itu mempunyai perbedaan yang semula tidak dipikirkan oleh pemilik ide asli. Jangan lupa banyak yang mengakui bahwa produk Cina selalu mengalami perbaikan mutu dari masa ke masa.

Bagi yang pejah gesang nderek Microsoft, tentu saja tidak familiar dengan operating system milik Apple. Peluang ini ditangkap oleh yang Cina mempunyai kemampuan meng-cloning teknologi dalam waktu singkat. 3 minggu sejak iPad diluncurkan, telah muncul benda benda serupa made in China di pasaran ya salah satunya e pad itulah yang berbasis Android. Toh sama seperti notebook atau netbook pada akhirnya diproduksi oleh merk merek lain. Dan sah sah jika teknologi digunakan untuk kemaslahatan orang banyak.

Balik lagi ke Negara Cina yang dicibir oleh orang kita sebagai peniru, mungkin sudah saatnya kita berkiblat ke Cina dan bukan lagi ke negara negara bule.

Kenapa? karena sudah jelas Cina berhasil membuktikan diri sebagai negara produsen, mereka berkali kali membuktikan bahwa teknologi barat bisa diadaptasi dengan harga lebih murah. Sebagai negara produsen sudah tentu mereka mendapatkan keuntungan dari negara konsumen yang penduduk apalagi pejabatnya sangat konsumtif, ya seperti Indonesia ini.

Para pembuat kebijakan lebih senang membuka keran impor besar besar, daripada bersusah payah membangun industri dalam negeri. Emang gue pikiran, wong cuma menjabat lima tahun kok,,,,mungkin begitu pikirannya.

Cina, negeri berpenduduk paling besar di dunia pastilah bermasalah dengan jumlah angkatan kerja yang melimpah. Hal ini disiasati pemerintahnya dengan menjadikan home industri dan perdagangan sebagai urat nadi. Orang Cina berdiaspora dan terkenal sebagai wiraswastawan tangguh di berbagai belahan dunia. Tapi bagaimana dengan penduduk yang tinggal di negara sendiri, tentulah menjadi tugas pemerintah Cina membuat kebijakan untuk memberdayakan warganya. Okelah pemerintah Cina sangat otoriter, tapi di bidang kebijakan ekonomi mereka mengerjakan PR mereka dengan sangat baik.

Menjadi negara produsen, mungkin itulah yang harus mulai dirintis oleh pemerintah Indonesia. Jangan terpaku dengan tingkat harga saham yang stabil seperti yang selalu didengung dengungkan oleh pemerintah saat ini, itu bukan cerminan keadaan real di masyarakat. Peduli apa warga kebanyakan dengan harga saham. Kita makan beras bukan makan saham.

Bagaimana caranya menjadi negara produsen? loh kok tanya saya,,,,anda anda dong yang duduk di kursi empuk pemerintahan yang harus mikir. Kan udah kita gaji tinggi, kasih fasilitas, mau studi banding tinggal pilih negara mana,,,,soal dana kan tinggal dibebankan ke kita sebagai rakyat. Monggo loh pak,,tinggal 4 tahun lagi tahun 2014, mbok kasih kenang kenangan hasil kerja yang bagus untuk rakyat.

Jangan takut menjadi negara peniru, bukankah sebenarnya kebudayaan dan ilmu pengetahuan negara negara Barat juga banyak menyerap dan meniru budaya dan ilmu pengetahuan dari Asia terutama pada abad 8 masehi, dimana saat itu dunia barat masih berada di jaman kegelapan. Orang Barat meniru dan mengembangkan sehingga sampai pada kondisi sekarang.

Mungkin produsen iPad itu tidak berani memasarkan produknya ke Cina karena sudah pasti warga sana akan bilang,,,"hey Mister, produk kalian mahal, kami bisa membuat yang sama dengan harga lebih murah".

Tapi tak masalah,,,bukankah masih ada negara seperti Indonesia yang penduduk dan apalagi pejabatnya lebih memilih gengsi daripada fungsi. Sorry ya boss, bukan maksud saya mencela loh. Maklum gak mampu beli iPad,,,he,,he

Buat saya sih, Netbook buatan lokal (bukan buatan Cina loh) cukuplah buat memenuhi kebutuhan. Harga lebih murah, fungsi sama cuma tidak interaktif, tidak touch screen. Tapi saya tetap mengharap iPad versi Indonesia.

Aku cinta, aku cinta buatan Indonesiaaaa,,,,,,

13 September 2010

Konsep Wihdatul Al Wujud

Manusia tanpa sadar selalu dikuasai oleh keserakahan. Mungkin sudah kodratnya, manusia dikarunia kemampuan berkembang hampir tanpa batas tapi juga bisa jatuh ke titik paling rendah jika tidak dapat menguasai nafsunya.

Contoh sederhana seperti siang tadi, pikiran saya penuh dengan ide ide dari buku bacaan, tapi TV juga menyajikan perjalanan sejarah penyebaran Islam di Banten yang membutuhkan fokus tersendiri, sementara buku buku tentang tasawuf bertebaran di lantai karena saya tiba tiba menemukan point point menarik. Itulah yang namanya serakah, kapasitas otak saya pas pas-an tapi tetap berkeras berusaha mengunyah bacaan beragam dan informasi dari TV secara bersama sama. Tentu saja konsentrasi jadi terpecah pecah.

Beruntung beberapa point tetap bisa menyangkut dan sangat menarik. Karena tidak sengaja pada 2 buku yang saya baca pada titik tertentu ditemukan adanya pertentangan. Sudah sejak lama saya sadar akan pertentangan ide tersebut, namun baru kali ini saya tertarik untuk menulisnya.

Sebenarnya sederhana saja. Tentang paham Wihdatul al Wujud. Bagaimana seorang Syech Lemah Abang yang berkelebihan dalam arti memiliki tingkat derajat keimanan menyamai Wali yang selalu berbuat untuk kemaslahatan masyarakat pada abad 15, menjadi kekasih Allah. Menjadi kekasih disini bukan seperti layaknya kekasih yang dihujani hadiah, namun pengertian dalam paham tersebut adalah menjadi Yang sendiri, diibaratkan seperti Rajawali yang terbang mengarungi kesunyian. Tanpa dapat dilawan ia ditarik kesadarannya sehingga menjadi majnun. Dalam dirinya ia bukan lagi suami, ayah atau seorang wali tapi ia telah menyatu dengan kehendak Allah. Mungkin ini yang dinamakan paham Wihdatul al Wujud, dijawakan menjadi manunggaling kawula lan gusti.

Majnun adalah keadaan gila/trance karena tarikan yang begitu kuat dari alam bawah sadar. Dalam kasus Syech Lemah Abang disebutkan ia menjadi majnun karena posisinya yang terpilih menjadi kekasih Allah, sehingga Allah yang maha pencemburu tidak ingin ia berpaling dariNya. membuatnya lupa akan diri, anak dan istrinya. Tentu saja ia juga telah melepaskan nafs-nya yang digambarkan sebagai ular, anjing dan beberapa hewan lainnya.

Terus terang saya bergidik membaca penggambaran itu. Dari logika saya yang terbatas, saya tidak mengerti mengapa Allah membuatnya lupa akan tanggung jawabnya akan keluarga. Tapi ada banyak nilai yang saya pelajari bahwa justru kelebihan kelebihan yang dimiliki oleh Syech Lemah Abang menjadikan dirinya diberhalakan oleh penduduk yang baru saja mengenal agama. Sesuatu yang sangat dihindari oleh sang Syech. Mungkin dengan alasan itu pula Allah mencabutnya dari peredaran dengan menjadikan dirinya majnun. Tentu saja dengan keadaan majnun itu, hilanglah identitas Syech yang masyur dan karomah. Dalam pengertian tasawuf ia kehilangan hal hal yang bersifat kebendaan namun mendapatkan kenaikan pangkat yang tinggi di sisi Allah. Dalam pikirannya tidak ada hal lain selain Allah.

Sementara buku lain yang saya baca menekankan pentingnya beragama dengan akal sehat. Tentu saja buku ini menentang keadaan trance atau majnun itu saat manusia dipenuhi dengan kerinduan akan Allah. Paham menjadi kekasih Allah bukan berarti menjadi gila dan melupakan tanggung jawabnya terhadap keluarga dan masyarakat.

Kedua ide ini sangat menarik, yang satu mementingkan rasa pada akhirnya. yang lain menekankan rasionalitas.

Tentu saja tidak perlu bingung membacanya, keduanya mempunyai kebenaran sendiri sendiri. Bukankah kebenaran hakiki sejatinya adalah milik Allah.

10 September 2010

Sehari Sebelum Libur

Hari terakhir sebelum libur lebaran. Saya masih menyelesaikan pekerjaan kantor dengan earphone berisi lagu lagu Ismail Marzuki yang diaransemen ulang. Saya jatuh cinta dengan syair syair lagunya. Dan aransemen ulang dengan gaya orkestra masa kini membuat lagu lagu lawas itu semakin kinclong. Saya tidak suka lagu lagu pop jadul tapi khusus Ismail Marzuki, itu lain cerita.

O ya pulang kantor saya berniat menonton "Sang Pencerah" di bioskop Pondok Indah. Jam sudah menunjukkan hampir pukul 6 sore, tergesa gesa saya membereskan tas dan mencegat taksi menuju Pondok Indah. Jalan radio dalam macet sekali, tapi akhirnya tiba juga di lobby mall setengah jam menjelang jam 7 malam.

Saya melompat, loh kok tubuh saya ringan sekali...baru ingat hari ini saya memakai rok selutut dengan sepatu hak. pantesan, enteng sekali. biasanya dibalut celana jeans, kali ini hanya rok ringan. Tapi dengan rok, beberapa mata terlihat melirik saat berpapasan,,,,astaga,,mudah mudahan bukan karena saya terlihat aneh memakai pakaian feminim ini. Tapi pakaian ini juga membuat saya kedinginan dalam bioskop. Cantik namun sengsara,,,ha,,,ha.

Well, untunglah filmnya sesuai dengan harapan. Film sejarah tentang Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Saya menyukai topik dan setting kota Yogya di abad 19. Tak pelak cukup membuka wawasan mengingat minimnya data tentang Ahmad Dahlan dan jarang sekali film Indonesia tentang sejarah.

Profil Ahmad Dahlan cocok dengan apa yang saya baca di salah satu buku koleksi yaitu "Marhaenis Muhammadiyah" sebagai orang yang toleran dengan budaya.

Kalau boleh saya perbandingkan.. Roma punya Ordo Fransiskan yang bergerak dalam bidang pendidikan, umat Islam di Indonesia punya seorang Ahmad Dahlan, dari tanah jajahan yang mempelopori pendidikan Islam di Indonesia.

04 September 2010

Tentang Bung Karno

Akhir pekan ini, saat berbuka puasa sambil menonton Metro TV seperti biasa saya mengobrol panjang lebar dengan ayah.

Kebetulan Metro sedang membahas pidato Presiden tentang masalah perselisihan dengan Malaysia. Obrolan berpindah ke masa Bung Karno.

Ayah adalah pengagum si Bung. Sedangkan Embah adalah wartawan senior dari harian Merdeka yang sangat dekat dengan Bung Karno. Ayah bercerita bahwa BM Diah bisa menjadi duta besar di Inggris gara gara usulan Embah.

Saat saya bertanya apakah Bung Karno itu ganteng ...serta merta ayah menjawab Ya!...ganteng sekali. Beliau sangat cerdas dan berwibawa. Tapi diatas semua itu si Bung sangat pemberani. Tidak ada kata minder berhadapan dengan bangsa asing. Kata ayah satu satunya orang yang dapat mengalahkan Bung Karno berpidato tanpa teks adalah Fidel Castro, Presiden Cuba. Saat ayah bercerita, ia menggambarkan dengan detil postur Bung Karno yang tegap dengan baju yang selalu tersetrika licin. Asal pecinya jangan dilepas, kata ayah kepalanya botak parah.

Ayah bercerita saat ia ada di Roma, Italy untuk sekolah sekaligus menemani Embah yang bertugas di Kedubes RI sana, Soekarno selalu menginap di Grand Hotel di kamar yang sama. Saat itu ada Presiden Afrika yang menempati kamar favorit si Bung. Bung Karno berkeras ingin memakai kamar tersebut. Embah yang kebingungan terpaksa berterus terang kepada sang Presiden bahwa Bung Karno ingin memakai kamar tersebut. Di luar dugaan Presiden Afrika itu rela mengalah dan pindah ke kamar lainnya.

Kejadian lain lagi saat Bung karno bertemu anggota parlemen Italy dari partai buruh, sosialis dan lainnya. Ia berbicara dengan fasih dalam bahasa Perancis. Bahasa kedua negara Italy. Dengan lancar ia menguraikan hal hal tentang Italy yang bahkan tidak diketahui oleh para pemimpin yang bersangkutan. Tentu saja pidatonya mendapat tepukan panjang. Bahkan anggota parlemen belakangan menyatakan jika saja Italy mempunyai 5 Bung Karno tentu negara mereka akan aman.

Tidak akan pernah ada Presiden seperti Soekarno, kata ayah.

Kejadian lain yang lucu, saat si Bung membawa istrinya yang terbaru, Haryati. Haryati yang masih belia cukup merepotkan ibu ibu kedubes di Roma. Salah satu yang sering dicurhati oleh Haryati tentu saja nenek. Dengan polos Haryati curhat tentang hubungan intimnya dengan sang suami. Otomatis curhatan itu menjadi gosip tersendiri di kalangan ibu ibu. Dengan geli ayah bercerita tentang group kesenian istana karena ingin menyenangkan Haryati jika tampil pasti selalu membawakan lagu "Aryati" -nya Ismail Marzuki.

Lalu ada lagi kisah tentang tukang setrika pakaian istana yang ngambek lalu curhat kepada Embah karena dimarahi Bung karno gara gara hasil kerjanya kurang rapi di mata si Bung yang selalu tampil perlente.

Waktu ontran ontran G30S kabarnya nama Embah masuk dalam daftar bunuh sehingga terpaksa keluarga Munawar mengungsi ke Roma.

Saat saya bertanya apakah Embah melayat saat Bung Karno meninggal, ayah hanya menggeleng karena saat itu Embah diawasi hingga tidak bebas bepergian.

Dengan miris saya mendengarkan kisah ayah, bahwa tak satupun dari ratusan dokumentasi foto foto soekarno dengan Embah, Embah dengan Ratna Sari Dewi atau lainnya yang berhubungan Soekarno dapat ditemukan kembali. Semua hilang, tinggal 1 foto yang kini tergantung di rumah kami di Depok. Saat Soekarno dengan Embah dan Cindy Adams, penulis buku "My friend, the Dictator".

Foto foto itu lenyap dengan misterius, sama seperti cincin, keris dan tongkat embah yang langsung lenyap tanpa bekas begitu embah meninggal.

Saya hanya dapat mengusap dada, begitu inginnya saya memiliki foto foto bersejarah tersebut.