20 September 2016

Austronesia dan Etnogenesis Indonesia

Masih ingat lagu Nenek moyangku seorang pelaut?

Kalau memang seorang pelaut dari mana mereka berasal dan ke mana mereka pertama kali menuju?

Pertanyaan-pertanyaan itu jawabannya bisa beragam.  Namun para ahli sepakat bahwa nenek moyang bagi mayoritas bangsa Indonesia adalah para penutur Austronesia yang tiba di wilayah nusantara, bermigrasi dari Philipina sekitar 4000 SM.  Mereka tiba di wilayah Sulawesi dan Kalimantan melalui laut, sudah pasti.

Google

Jadi siapakah para penutur Austronesia ini sesungguhnya?

05 September 2016

Hutang itu manusiawi asalkan dilunasi

Masih seputar hutang piutang....

Gaes, soal pinjam meminjam uang itu jamak kok.  Semua orang pasti pernah mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam dengan jumlah tertentu kepada orang tua, saudara, pacar, suami atau istri.
Image result for hutang harus dikembalikan

Tapi pastikan agar uang yang dipinjam itu dapat dikembalikan sesuai waktu yang dijanjikan atau paling tidak mencicil dengan tertib sampai lunas.  Jangan pura-pura lupa sehingga menyusahkan orang yang sudah menolong kita.

Membosankan memang, tapi kelihatannya perkara yang berhubungan dengan uang ini selalu menghantui hidup saya bertahun-tahun.  Entah apa yang membuat orang senang sekali meminjam dari saya.   Padahal gaya sosialita jauh sekali dari tampilan saya.  Menu makanan saya sehari-hari saja juga sangat sederhanan dibanding rekan yang lain.  Kemana-mana saya naik angkutan umum, beda dengan sejawat yang selalu turun naik mobil atau bahkan membawa mobil sendiri

Di media sosial saya tidak pernah memajang foto bareng dengan pejabat atau update status sedang meeting dengan pejabat A dan petinggi B.  Sumpah, hidup saya biasa-biasa saja.  Bukan juga orang yang sering memajang foto-foto liburan dengan keluarga di mana-mana.

Image result for hutang harus dikembalikan

Yang seperti itu saja saya kerap dijadikan sasaran peminjaman duit dan lagi-lagi sialnya saya tipe orang yang tidak tega melihat orang kesusahan, mau menolak juga tidak enak, kasihan.  Yang bisa saya lakukan adalah menanyakan kapan pinjaman itu dikembalikan.
Heran, kenapa yang suka kemana-mana naik mobil itu malah tidak pernah dimintai pinjaman.

Selesai?  wah, andai sesederhana itu.  Pinjaman yang dijanjikan akan dikembalikan itu bagaikan layang-layang yang diterbangkan angin, walaupun sudah diperkuat oleh selembar surat bermeterai yang diusulkan oleh peminjam.  Ibarat kita naik kopaja dan metromini, sudah bayar sesuai rute namun belum sampai tujuan sudah diturunkan.

Sudah berapa lama uang saya terkatung-katung? sepertinya lebih dari 2 tahun.  Seperti yang sudah saya bilang, saya tidak tega melihat orang kesusahan apalagi yang masih terhitung kerabat tapi ya itu, lagi-lagi saya berhadapan dengan model bahlul.  Tidak ada kabar kapan uang itu dikembalikan, artinya tidak ada kepastian kapan saya dapat menerima hak saya.

Tidak ada pembicaraan dari yang bersangkutan soal cicilan seperti yang dijanjikan.  Telepon, sms, message di sosial media tidak pernah dijawab.  Padahal saya akan sangat respek apabila beliau yang terhormat itu mengontak saya untuk menjadwalkan kembali cicilan apabila memang ada kesulitan.


Sekedar intermezo, beberapa kali berbincang dengan personil perbankan; dari mereka saya akhirnya tahu bahwa justru orang-orang kecil dengan pendidikan sederhana yang sangat disiplin membayar cicilan kredit usaha kecil yang mereka pinjam dari bank dibandingkan dengan nasabah elitnya.  Sama dengan situasi saya kini.

Pembantu rumah tangga saya bulan lalu meminjam sejumlah uang untuk keperluan pernikahan adiknya.  Ia dan saya sepakat untuk memotong gajinya untuk pelunasan.  Jumlah potongan sesuai kesanggupannya, saya tidak ada masalah dengan itu.  Dan tampaknya pelunasan itu berjalan lancar.

Sebaliknya yang berpendidikan tinggi malah terkesan mengelak dari kewajiban.  Saya tidak mengerti dengan kredibilitas beliau yang sering dipamerkan di sosial media apabila sekedar memenuhi kewajiban saja tidak becus.  Untuk apa menepuk dada sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab apabila hutang terhadap orang yang sudah berbaik hati membantu saat kesusahan dilalaikan seenaknya.

Tidak tahu diri?  entah, saya tidak ingin menduga sejauh itu.  Masalah hutangnya bukan baru kali ini saja, sering malah kalau mau dihitung yang dulu-dulu.

Agar dia sadar sih, uang yang dinikmati selama ini itu berasal dari keringat perempuan ya....Kalau dia punya sedikit rasa malu loh.  Tapi melihat kasus sebelumnya tipis sekali harapan beliau ingat kewajibannya.

Kalau beliau tersinggung gara-gara tulisan ini ya saya lebih tersinggung lagi dengan caranya yang tidak laki-laki itu,  Kalau saya tidak mengontaknya lagi bukan berarti dia bebas dari kewajiban melunasi pinjamannya kan.  Saya berhenti mengontak karena sudah putus asa.  Ditelepon baik-baik tidak pernah membalas ya lama kelamaan capek juga.

Seperti yang pernah saya sampaikan di tulisan sebelumnya, mbak, silakan ambil laki-lakinya, asalkan uang saya kembali.