30 November 2014

721 Tahun Majapahit : Berpacu Dengan Zaman

"Buku apa itu?"tanya mang Hasan,,sontak saya langsung menunjukkan buku mengenai Rajapatni Gayatri yang membahas peranan putri bungsu Raja Kertanegara dalam menegakkan Majapahit.


Mang Hasan manggut-manggut melihat cover depan buku itu.  Profesor Hasan Djafar yang kerap dipanggil mang Hasan yang juga ahli epigrafi dan arkeologi itu lalu menunjuk gambar arca Pradnya Paramitha yang terdapat di sampul depan.

"Sejauh ini dari bukti tertulis yang terbaca dalam Pararaton, yang dikaitkan dengan Pradnya Paramitha adalah Ken Dedes dan bukan Gayatri.  Arca Paramitha yang ditemukan di candi Singasari sudah pasti bukan mengacu pada Gayatri."  Demikian mang Hasan menegaskan.

Gapura Bajang Ratu
Dalam kesempatan memperingati 721 tahun Majapahit.  Mojokerto , terutama dusun Jati Sumber yang masyarakatnya banyak menjadi pembuat arca secara guyub membuat acara khusus.  Penduduk dusun meyakini bahwa pusat kerajaan Majapahit berada di Tanah mereka. Begitulah yang terasa dari sambutan salah tokoh saat rombongan kami tiba.  Dusun itu menjadi tempat dibangunnya Mandala Majapahit sebuah tempat untuk berkumpulnya para pemerhati Majapahit merangkap juga balai desa dengan perpustakaan kecil di sampingnya.


Mandala Majapahit di dusun Jati Sumber

06 November 2014

Menanam Harapan Untuk Suramadu

Berbicara tentang daerah sekitar Suramadu (bpws.go.id, saya teringat beberapa waktu menjelang kepergian saya ke Madura.  Mencari kendaraan dari Surabaya ke Madura ( http://plat-m.com/ )Bukan hal yang sulit memang, karena memang bejibun travel dan bis ke Madura.  Namun ada catatan waktu itu yang mendasari pemilihan kendaraan.

Umumnya disarankan agar memilih bis Patas dari terminal Bungurasih dan bukan bis biasa karena bis biasa melewati selat yang berarti melalui pelabuhan; bis Patas langsung melalui jembatan Suramadu dan dari segi waktu lebih cepat karena tidak perlu mengantri.

Dan memang dari jalanan kota Surabaya langsung melaju menaiki Jembatan yang menyambungkan Surabaya dan Madura,  dan dalam waktu singkat sampai sudah.

Sekilas dari atas jembatan terlihat pelabuhan Tanjung Perak yang sepi, ada beberapa kapal yang sedang berlayar di tengah selat.

Ini pertama kalinya saya ke Madura jadi saya tidak pernah merasakan eksotisnya menyeberangi selat Madura.

Ada kejadian lucu 2 minggu sebelum keberangkatan, saat saya menelepon hotel di Pamekasan untuk memesan kamar.  Kedatangan saya memang ingin menyaksikan kerapan sapi piala Presiden di GOR Pamekasan.  Informasi ini saya peroleh dari blogger madura Plat M (http://plat-m.com/ ) dan ketika iseng saya tanyakan event itu pada resepsionis, cukup surprise karena mbak resepsionis malah tidak tahu bahwa akan ada event seseru itu yang cukup banyak menarik perhatian turis asing.

Kejadian lucu kedua adalah saat mengobrol dalam mobil travel yang mengangkut saya dari Surabaya ke Pamekasan.  Para penumpang travel yang semuanya mahasiswa asal Madura tidak mengetahui ada tempat bernama Gili Labak ataupun Kalianget.  Apa yang salah?  Jika penduduk Madura sendiri kurang paham tentang wilayahnya maka itu adalah juga tugas pemerintah daerah untuk secara masif mendorong rakyatnya agar tahu tentang tanah kelahiran mereka.