19 Mei 2015

Jakarta dari Beranda Belakang

"Idih, kita lewat mana pak?" dengan cemas saya memandang celah-celah sempit antara kapal-kapal Phinisi yang sedang sandar di Pelabuhan Sunda Kelapa.  Bahkan ada kapal yang sepertinya sedang menguras sehingga air tertumpah dari saluran pipa di dindingnya.


12 Mei 2015

Wayang Orang Bharata: Tarian Sepanjang Hayat

"Tau gedung wayang orang Bharata, Mas?" tanya saya pada tukang ojek di depan stasiun Gondangdia.  Si mas tukang ojek mengangguk mantap.  "Gak jauh dari terminal bis Senen mbak, nanti kita puter balik".

Begitulah, setelah bersepakat tentang tarif, mas ojek segera memacu kendaraannya.  Tak terlalu jauh memang jarak stasiun Gondangdia dengan gedung wayang.  Sekitar 10 menit sudah terlihat gedung wayang bercat krem dengan tambahan ukir-ukiran coklat kehitaman.


Itulah gedung WO Bharata.  Gedung khusus tempat manggung grup wayang legendaris yang dibentuk tahun 1972 itu.  Dalam kurun waktu sepanjang itu grup wayang ini sudah kenyang jatun bangun.  Pemimpin grup ini pak Marsam Mulyoatmojo saat diwawancarai Metro TV beberapa waktu lalu bahkan menceritakan pentas mereka yang hanya dihadiri 2 orang itu pun tertidur.

Waktu masih menunjukan jam 17.30, masih cukup awal karena pertunjukan mulai jam 20.00 dengan catatan kalau tidak ngaret, karena katanya tak jarang penonton fanatik grup wayang orang Bharata ini minta agar jam pertunjukan bisa diundur sebentar menunggu kedatangan mereka...jadi fleksible kesimpulannya :)

09 Mei 2015

Piknik Pemalas: Belitung

Bang Memed, supir travel yang mengantarkan kami hanya tertawa kecil saat saya mulai kepo membanding-bandingkan harga BBM di sini dan di Jawa.  Kami sedang berada di depan warung Hoklopan alias martabak manis, menunggu pesanan.

"Mbak, di musim angin barat harga BBM bisa melonjak jadi Rp 25.000-30.000/liter, bukan cuma seribu, dua ribu dan itu tidak hanya sekali tapi tiap tahun sudah kami akrabi.  Coba kalian di Jakarta sana, naik sedikit sudah teriak".  Ada sindiran tajam dalam gurauan bang Memed.

Ya, saya memang berada di Belitung.  Tidak ada hubungannya dengan misi-misi budaya dan kultural bersama Gelar tapi murni liburan santai.  Biarpun santai tapi saya berusaha mencatat apapun yang saya temui di pulau ini

Belitung bukan sekedar negeri Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata yang mendadak jadi terkenal di tahun 2008.  Ada sejarah panjang yang menyertai tanah yang dulunya bernama Kau Lan.  Beberapa sumber menyebutkan catatan perjalanan para tentara Mongol di jaman Khubilai Khan untuk menaklukkan Singasari.  Pulau asing yang menjadi tempat persinggahan para prajurit itu akhirnya dinamakan Kau Lan.  Mereka meninggalkan anggotanya yang sakit untuk kemudian beranak pinak.

Dalam perjalanan waktu Belitung bersama saudaranya Bangka lebih dikenal dengan hasil timahnya. Tercatat John Francois Loudon, orang Belanda yang merintis pertambangan timah di Belitung tahun 1851.  Timah pertama ditambang di daerah sungai Siburik dan Air Lesung Batang.

Adalah PT Timah yang pada masa kolonial bernama Gemeenschaappelijke Mijnbouw Maatschaappij Billiton (GMB) lalu di tahun 1950 an menjadi PN Tambang Timah Belitung sebelum akhirnya dilebur dengan perusahaan timah di daerah Bangka dan Singkep.  PT Timah inilah sepertinya perusahaan satu-satunya yang mempunyai konsesi penambangan timah di Belitung.


Bagian belakang resto yang dulunya lubang tambang