12 Mei 2015

Wayang Orang Bharata: Tarian Sepanjang Hayat

"Tau gedung wayang orang Bharata, Mas?" tanya saya pada tukang ojek di depan stasiun Gondangdia.  Si mas tukang ojek mengangguk mantap.  "Gak jauh dari terminal bis Senen mbak, nanti kita puter balik".

Begitulah, setelah bersepakat tentang tarif, mas ojek segera memacu kendaraannya.  Tak terlalu jauh memang jarak stasiun Gondangdia dengan gedung wayang.  Sekitar 10 menit sudah terlihat gedung wayang bercat krem dengan tambahan ukir-ukiran coklat kehitaman.


Itulah gedung WO Bharata.  Gedung khusus tempat manggung grup wayang legendaris yang dibentuk tahun 1972 itu.  Dalam kurun waktu sepanjang itu grup wayang ini sudah kenyang jatun bangun.  Pemimpin grup ini pak Marsam Mulyoatmojo saat diwawancarai Metro TV beberapa waktu lalu bahkan menceritakan pentas mereka yang hanya dihadiri 2 orang itu pun tertidur.

Waktu masih menunjukan jam 17.30, masih cukup awal karena pertunjukan mulai jam 20.00 dengan catatan kalau tidak ngaret, karena katanya tak jarang penonton fanatik grup wayang orang Bharata ini minta agar jam pertunjukan bisa diundur sebentar menunggu kedatangan mereka...jadi fleksible kesimpulannya :)


Sengaja saya datang awal karena ingin menyaksikan proses rias sebelum manggung, kurang nampar kalo cuma nonton doang tapi gak tau dandannya yang justru memiliki daya tarik tersendiri.

Di depan gedung sudah ada beberapa orang seperti crew wayang orang.  Perilaku mereka yang ramah membuat saya langsung merasa nyaman di tempat ini.  Begitu masuk ke dalam saya langsung berdiri membeli tiket.  Di loket sudah tertera harga tiket VIP Rp 60.000, Kelas 1 Rp 50,000 dan Balkon Rp 40.000.  Saya pilih balkon untuk mengambil angle foto dari atas.


Saya minta ijin untuk melihat proses dandan, salah satu ibu yang kebetulan lewat dan sepertinya termasuk warga gedung dengan ramah mempersilakan sambil menunjukkan arah ruangan yang harus dimasuki.  Tapi saya akhirnya memilih memasuki ruang pertunjukan lebih dulu.  Ternyata di atas panggung ada orang-orang yang berlatih gerakan tari dan juga blocking panggung.

Seorang anak muda dengan rambut dicat pirang fasih sekali memainkan bilah-bilah gamelan. Suaranya berdengung lembut mengiringi gladi tari yang diperagakan rekan-rekannya.  Tidak ada yang menyangka dengan penampilan yang lebih mirip remaja punk, anak bercat rambut pirang itu ternyata ahli bermain gamelan dan termasuk pemain utama.  Anak-anak kecil yang seperti juga anak panggung menimpali dengan mengetuk-ngetuk perangkat musik tabuh lainnya.  Beberapa orang juga menyenandungkan bait-bait kidung berbahasa Jawa.  Tidak ada yang iseng melagukan nyanyian grup musik Korea, misalnya ya. 
Rasanya seperti berada di alam lain, jauh dari masa kini yang serba instan dan terburu-buru.

Setelah berbincang dengan anak-anak muda itu, saya pamit untuk menuju ruang rias.  Mereka dengan segera menunjukkan jalan pintas sehingga saya tidak perlu keluar ruangan.

Ternyata ruangan tersebut ada di samping panggung dan juga di lantai 2.  Di ruang rias bawah, terlihat beberapa ibu yang lumayan sepuh sedang duduk berdandan.  Mereka dengan ahli menyasak dan menyanggul rambut mereka sendiri. Di sebelah ruang rias ada ruang kostum yang tidak besar, penuh dengan mahkota, rompi dan beragam kain.  Saya pun minta ijin untuk memotret mereka.  Nampak mereka sudah terbiasa, tidak terlihat salah tingkah atau ekspresi terganggu.



Puas di lokasi, saya pun menuju tangga putar untuk  naik ke lantai 2.  Ternyata begitu kepala saya muncul dari tangga, yang terlihat adalah sudut kecil yang digunakan untuk berjualan minuman seperti kopi, teh dan jus serta pop mie.  Akhirnya saya nongkrong sebentar di situ dan mengobrol dengan ibu penjual.  Ternyata beliau adalah juga mantan penari wayang orang Bharata.  Wah, ternyata memang para personil wayang orang yang sudah pensiun pun tidak kuasa berpisah dengan suasana yang sudah telanjur menjadi bagian hidup mereka.  


Dari ngobrol-ngbrol itulah saya tahu ternyata ada perumahan khusus untuk para personil wayang orang di daerah Sunter.  Perumahan khusus? Ya, grup dan gedung wayang orang Bharata memang disubsidi oleh pemerintah sehingga mereka dapat berlakon setiap minggu.  Bahkan tanggal 13 Mei ini mereka akan pentas di Gedung Kesenian Jakarta untuk memainkan lakon Destarata.  Fiuhhh...saya sedikit lega mengetahui grup wayang orang ini disubsidi.  Tak terbayangkan nasib para seniman luar biasa ini jika pemerintah lepas tangan.  Para pemain wayang orang ini pernah terpaksa harus tinggal dalam gedung pertunjukan sewaktu mereka belum memiliki rumah.  Sekarang bila dihitung jumlah seluruh anggota grup ditambah anak-anak mereka mencapai lebih dari 100 orang.


Segelas kopi menemani saya berbincang sementara para pemain wayang mondar mandir mempersiapkan diri, tak jarang guyon-guyon segar dilemparkan, sayang bahasa Jawa saya kurang dari sekedar pas-pasan namun mimik mereka yang lucu membuat siapapun tertawa.  Akhirnya saya memasuki ruang rias,  seorang ibu yang sedang duduk lesehan berdandan serta mengenakan baju seadanya buru-buru menyampirkan sehelai kain di dada.  Saya hanya senyum menenangkan, tapi dalam waktu singkat ibu itu sudah biasa lagi dan tidak lagi merisaukan kainnya yang melorot.


Di sudut lain dekat saya berdiri, ibu yang lain juga sedang sibuk, beliau sudah mengenakan makeup lengkap.  Saya bisa melihat sisa keayuan masa mudanya, ia pun tersenyum saat dipuji kecantikannya.

Saya agak kaget melihat seorang pemain pria melintas hanya dengan bercelana dalam, hanya saya yang kaget rupanya.  Yang lain sudah terbiasa melihat pemandangan-pemandangan cawat berseliweran..hahahaha.

Melihat kejadian itu, saya jadi agak ragu-ragu menuju tempat pria...Lah iya, lihat satu saja saya kaget, gimana lihat banyak...hahahah...Tapi kapan lagi nih dapat kesempatan kayak gini.

Akhirnya saya menekatkan diri...haduh bahasa apa itu.  Pakai permisi-permisi sambil mindik-mindik.  Ternyata di dalam ruang rias pria, banyak terdapat anak-anak muda. Beneran masih muda loh sedang memakai kain. Ada yang sedang memoles muka, ada juga yang asyik ke sana ke mari dengan celana dalamnya...:)

Mereka tersenyum-senyum melihat saya berusaha tidak memandang dari perut ke bawah...*ketawa.  Tapi lama-lama saya pun terbiasa dan memotret dengan santai.

Ternyata memang sistem regenerasi di WO Bharata sudah berjalan cukup baik, kebanyakan para pemain yang muda-muda adalah anak atau malah cucu para pemain terdahulu.

Pak Kies Slamet, salah satu pemain senior sekaligus sesepuh grup wayang orang ini masih tetap bermain.  Ia memilih peran Petruk.  Luar biasa memang semangat para sesepuh ini.


Tak terasa waktu pertunjukan kian dekat.  Ada kamera di panggung yang terhubung ke ruang rias sehingga kita melihat keadaan panggung.  Saya pun segera pamit ke bawah.  Di lantai bawah ternyata sudah ramai orang.  Ada dua anak muda sepertinya dari klub fotografi sedang memotret bapak yang sedang mempersiapkan peran punokawan.

Setelah memotret beberapa kali, saya bergegas menuju balkon untuk melongok posisi tempat duduk.  Ternyata kursi saya ada di bagian depan dengan pandangan tengah panggung, bagus!
Masih ada waktu beberapa saat sebelum pertunjukan mulai, dan memang sudah lewat dari jam 8 malam sekarang ini.



Seorang kenalan memberitahukan agar mencoba ketoprak yang ada di depan gedung.  Ia mengklaim ketoprak itu sebagai yang terenak di Jakarta.  Baiklah saya akan mencobanya.  Memang penuh orang ternyata.  Pesanan saya datang beberapa saat kemudian, dan memang lezat.  Rasanya ketoprak ini harus jadi benchmark perketoprakan di Jakarta.  Ketoprak elit Ciragil mah ditendang ajalah.  Saya duduk di pinggir trotoar menikmati suapan demi suapan, banyak pembeli yang sudah jadi pelanggan lama.  Sapaan apa kabar kerap mewarnai percakapan antara sepasang suami istri penjual ketoprak dengan para pembeli yang merubung mereka.


Kelar dengan ketoprak ternyata pertunjukan sudah dimulai, saya pun bergegas duduk di bangku dan mempersiapkan kamera. Bangku Kelas VIP dan kelas satu lumayan terisi penuh.  Sebelah saya duduk bapak tua yang ternyata juga baru sekali menonton pertunjukan ini.

 Lakon pembuka adalah Jaka Tarub dengan para bidadari disusul dengan lakon utama kisah Pandawa dalam pengasingan.  Yang terbiasa membaca komik wayang purwanya RA Kosasih pasti ingat adegan-adegan dalam pertunjukan walau tokoh-tokoh dalam wayang ini kadang menggunakan nama Jawa.  Memang rada bingung mencari hubungan antara Jaka Tarub dengan Pandawa dalam pengasingan tapi nikmati saja.


Yang menarik saat pemeran berkostum raksasa menyajikan adegan bertempur melawan para prajurit.  Banyak gerakan kocak ditampilkan.  Koreografi tari saat para siluman menggoda Arjuna yang sedang bertapa juga menarik.

Ada lagi keunikan pertunjukan wayang di gedung WO Bharata, sambil nonton kita bebas makan.  Jadi tak heran penjual ketoprak dan sate mondar-mandir dalam gedung pertunjukan selama acara berlangsung.  Mereka menerima pesanan sekaligus mengangkut piring-piring kotor bekas pesanan penonton.


Tidak seperti di kelas VIP dan kelas satu yang ada penerima tamu seperti di bioskop, di balkon bebas-bebas saja.  Jadi saya yakin banyak penonton yang tidak bayar duduk di balkon, terbukti dari ibu yang tahu-tahu membaringkan diri di kursi belakang, atau orang yang duduk tapi malah sibuk dengan handphonenya selama pertunjukan.  Sepasang suami istri selisih satu bangku di samping saya juga tertidur pulas...:).

Sayang saya tidak dapat menyaksikan acara sampai selesai karena waktu sudah menunjukkan pukul 22:30.  Saya harus buru-buru ke stasiun mengejar kereta kalau tidak mau ketinggalan.  Jadi dengan berat hati saya meninggalkan kursi saat Semar, Gareng Petruk serta Bagong tampil dan keluar menginjak jalan yang basah oleh hujan.  

Dalam taksi saya menyadari bahwa hari ini saya disuguhkan bukan  saja pentas pertunjukan tapi juga pameran dedikasi seumur hidup para seniman wayang orang.  Sesuatu yang amat jarang ditemukan dalam dunia entertainment yang gemerlapan.  Sungguh beruntung saya malam ini.

Sampai ketemu lagi, dan saya pasti akan datang lagi untuk menyaksikan para seniman ini beraksi.




Tidak ada komentar: