21 Mei 2011

Sang Penerus (1)

Tangan radyamalaka terkepal, mulutnya komat kamit mengikuti sebuah acara sederhana di sebuah rumah di daerah Krawang.

Matanya nanar menatap kain berwarna merah dan putih yang bergerak perlahan mengikuti tarikan tali, lamat lamat sebuah lagu dikumandangkan.

"Sang Getah Getih" desisnya, tanpa sadar ia meraba lengan kanan yang selalu ditutupi baju berlengan. Sekilas diliriknya rajah matahari bersudut delapan.  Sebuah tanda yang menyembunyikan siapa dia sebenarnya.

Dipandangnya sekali lagi kerumunan kecil tersebut sebelum ia berbalik dan menghilang diantara sosok sosok yang berdatangan kemudian.

Sementara seorang laki laki berdiri tegak menghadap ke arah timur.  Di hadapannya puluhan pemuda tampak khusyu menunggunya mengucapkan sesuatu.  Perlahan ia membuka secarik kertas dan dengan suara sedikit bergetar namun mantap ia mulai membaca.  Tak jauh di belakangnya, berdiri sosok pemuda bermata tajam.  Pandangannya mantap mengarah pada kerumunan orang di depannya

Seminggu sebelumnya,  Windu nama laki laki bersorot elang itu ditemui oleh seseorang yang mengaku bernama Radyamalaka.  Tidak banyak yang dikatakan oleh orang bernama Radyamalaka, hanya "Bersiaplah, putra sang fajar akan muncul, ia akan melakukan apa yang telah dilakukan oleh leluhurnya 700 tahun silam. Seminggu lagi kita akan melihat Sang Getah Getih berkibar setelah sekian lama terbenam dalam lumpur.  Bersiaplah karena kita juga akan melihat pengkhianatan mengiringi kebangkitan".

Windu mengangguk perlahan, matanya menangkap jelas rajah matahari bersudut delapan di lengan tamunya, persis seperti yang ia miliki di lengan kanan.  "Kita para pengawal akan tetap mengawal perjalanan negara ini selamanya.  Negara ini baru lahir, belum punya modal apapun...dan sebagai penerus negara sebelumnya, ia berhak mendapatkan warisan negara pertama"

Radyamalaka mengeleng "Jangan sekarang, nanti bila saatnya tiba.  Terlalu banyak bahayanya bila kita buka rahasia itu sekarang.  Kita masih belum dapat meraba siapa jujur siapa pengkhianat, butuh waktu cukup lama  apakah negara ini berhak menerima warisan agung itu".

"Kirimkan sandi kepada yang lain, kita sudah harus bertemu di tempat biasa 3 hari dari sekarang".  Windu kembali mengangguk ia bangkit mengantarkan tamunya keluar.  Tanpa suara Radyamalaka menyelinap dan hilang dalamm kegelapan malam.

To be continued.....

At Zoe...Sabtu sore, terimakasih Asyar karena ditemani selama di Zoe,,,,  

15 Mei 2011

Kapitalis dan Bisnis Sosial

Ketika para analis mengatakan bahwa dunia bergerak ke arah dimana manusia semakin terkunci dalam sekat sekat teknologi, dimana proses interaksi secara langsung tidak dibutuhkan dan semua waktu dan tempat akan terhubung secara online, semua mungkin saja terjadi. Apalagi jika membaca “The Next 50 years” – nya Richard Watson. Secara gamblang dipaparkan kehadiran robot yang hampir menyamai fungsi manusia. Saat content berita bukan lagi berasal dari pemilik media dan para ahli namun justru dari konsumen. Atau mungkin dalam rekayasa genetika, DNA yang sekarang dianggap sebagai takdir, nantinya bisa diotak atik supaya bermunculan DNA DNA super. Rasanya di masa itu empati dan simpati akan menghilang dari memori manusia.

Namun rasanya buku itu hanya melihat dari sisi modernitas semata sementara manusia adalah manusia, sosok ciptaan unik yang memiliki sentuhan emosi . Walaupun manusia hidup dalam globalisasi dan kapitalisme yang semakin menggila, Selalu ada sisi sisi kemanusiaan yang menyeruak dan tidak bisa dibendung oleh kekuatan massive modal dan teknologi.

Di tengah hiruk pikuk perebutan modal dan penguasaan sumber daya alam oleh korporasi besar, ada sesuatu yang menarik tumbuh dari sisi manusia. Sebuah bisnis yang bertumpu pada niat untuk memberikan kesempatan pada kaum marjinal.

Saat ini kata kata CSR – Corporate Social Responsibility adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh perusahaan berskala nasional. Banyak yang mengidentikan CSR dengan yayasan yang semata semata melakukan pekerjaan bersifat sosial, dengan dana berasal dari donasi semata.

Namun jika membaca buku Muhammad Yunus tentang bisnis sosial, pendekatan yang dilakukan menggunakan semua analisis bisnis yang berlaku. Bisnis sosial bukanlah yayasan yang menerima sumbangan, tapi ia harus bekerja menghidupi dirinya sendiri. Keuntungan yang didapat digunakan untuk pengembangan bisnis untuk keperluan sosial. Staff yang bekerja dalam bisnis ini dibayar layaknya professional bahkan mereka mendapat keuntungan ganda, gaji dan kesejahteraan yang memadai serta kebahagiaan membantu orang lain. Yunus sudah memulainya saat Grameen memutuskan bekerja sama dengan Danone untuk menjual yoghurt khusus bagi warga kekurangan gizi di Bangladesh.

Edisi SWA yang terakhir juga khusus membahas fenomena bisnis sosial ini. Tercatat pemilik korporasi dunia seperti Bill Gates yang khusus terjun mengurusi bisnis sosialnya. Di Indonesia ada Putra Sampoerna Foundation, Budha Tzu Ci dan lain lain.

Menjadi suatu trend yang menarik, di satu sisi kapitalisme terus tumbuh seperti cendawan musim hujan, namun di satu sisi dan di satu titik tertentu para pemilik modal berusaha mengembalikan apa yang dihisapnya kepada masyarakat. Tentu ini bisa saja dibantah oleh para penentang ekonomi kapitalis.

Ternyata menjadi kapitalis bukan berarti bisa dengan mudah kehilangan kemanusiaan. Mungkin juga the next 50 years, tidaklah seseram seperti yang diramalkan oleh Richard Watson… Who knows?

Coretan di ZOE, sabtu sore.

01 Mei 2011

Baasyir

Secara tak sengaja membaca artikel tentang Abu Bakar Baasyir.

Hari itu di perpustakaan, saya iseng membaca Sabili, sebuah majalah Islam. Saya sengaja meluangkan waktu untuk membaca media media Islam, tidak ada hubungan dengan iman, tapi lebih ke pengetahuan.

Ada profil Abu Bakar Baasyir. Kisahnya selama di penjara, setelah bebas dan keinginannya agar Indonesia berlandaskan hukum Islam.

Pada point ini rasanya saya masih meraba raba Indonesia yang berlandaskan hukum Islam itu seperti di Arab. Apakah negara lain seperti Malaysia misalnya yang berlandaskan hukum Islam sudah sesuai di mata Baasyir atau Arab Saudi misalnya.

Sedikit banyak saya berkeyakinan, negara Islam yang diangankan itu adalah negara pada masa Nabi Muhammad SAW. Tapi pada titik tertentu ada keraguan apakah dengan mengambil masa ideal pemerintahan beliau bisa memecahkan permasalahan kompleks yang ada di dunia, saat ilmu pengetahuan demikian berkembang, kebutuhan yang lebih canggih dari masa lalu serta konflik antar manusia, antar negara yang sedemikian rumit.

Mungkin dalam pikiran Baasyir, yang penting negara berlandaskan hukum Islam, hal hal lain akan disesuaikan dengan hukum Islam. Dengan begini Ulama yang berwenang memutuskan segala sesuatunya. Jika dipandang menyalahi hukum Islam akan ditolak mentah mentah.

Lalu jika ditemukan teori teori baru yang mungkin di luar bidang yang dikuasai Ulama, bagaimanakah ia dapat memutuskan sesuatu diluar ilmu yang dikuasainya dan atas dasar apa ia memutuskan.

Atau bisa juga, Ulama tetap dalam koridor keagamaan, namun hal hal di luar masalah keagamaan diserahkan kepada ahlinya yang juga Muslim atau jika non Muslim, mereka harus berkonsultasi dengan rekannya yang Muslim.

Baasyir menambahkan Umat Islam bebas menjalankan kewajibannya sebagai Muslim tapi tidak ada paksaan bagi yang tidak ingin. Untuk umat lain juga bebas untuk menjalankan ajaran agamanya.

Bagus, tapi tetap belum dapat menjawab keraguan saya, apakah dengan negara berlandaskan hukum agama, umatnya dapat lebih baik. Sudah banyak terbukti, mengaku taat beragama tapi melakukan kegiatan tercela.,

Saya teringat tulisan dari Nader Hashemi, seorang asisten profesor dalam bidang kajian Timur Tengah dan Politik Islam dari University of Denver bahwa Islam mengalami masa sekuler sebelum masa religiusitas agama. Dalam masa religius itu kualitas umat meningkat begitu juga dengan penguasaan ilmu pengetahuan.

Sementara Kristen justru terbalik, mereka mengalami masa masa kegelapan akibat kekuasaan tanpa batas pemuka agama dari Paus sampai Pastur, masa kegelapan itu berangsur terang saat umat Kristen sendiri menemukan dan meyakini sekularitas yang memisahkan agama dari politik dan pemerintahan.

Dengan teori seperti itu tidak heran banyak yang merindukan kegemilangan Islam masa lalu. Jika menyimak khotbah para Ustad, abad pemerintahan Muhammad SAW selalu menjadi acuan.

Tapi memang banyak yang harus dijawab oleh Baasyir tentang negara yang berlandaskan hukum Islam. Bahwa masalah yang dihadapi tidaklah sesederhana yang diduga. Ada banyak point yang harus ditelaah ulang, dan yang terpenting bagaimana kualitas para Ulama jika diserahi tanggung jawab yang begitu besar.