25 Agustus 2015

KAMPUNG NAGA, Akankah Bertahan?

"Tahun 1998  jalan setapak ini dibuat untuk mempermudah orang luar berkunjung ke kampung Naga".


Demikian Darmawan, salah seorang Sanaga atau masyarakat Kampung Naga yang telah pindah ke luar kampung menjelaskan hal ihwal jalan setapak berupa ratusan anak tangga yang menghubungkan penduduk bagian dalam dengan masyarakat luar.  Ada sekitar 490 anak tangga, demikian menurutnya.

15 Agustus 2015

Sunyi di Kebon Jahe Kober

Perkara pergi ke kuburan tua saya memang termasuk doyan, untuk itulah niat nengok Kebon Jahe Kober dieksekusi di hari Jumat keramat ini.

Dengan ojek hanya butuh kurang lebih 15 menit dari kantor di kawasan Kuningan ke makam Kebon Jahe Kober yang letaknya di sebelah kantor Walikota Jakarta Pusat di jalan Tanah Abang 1.  Di jalan Abdul Muis kita melewati kali Krukut yang dulunya berfungsi sebagai jalur angkut jenazah

Hanya ada beberapa anak muda dengan tongsisnya sedang berfoto di teras depan makam yang sekarang bernama Museum Taman Prasasti itu.  Seorang laki-laki dengan safari warna gelap tampak duduk diam-diam nyaris tak terlihat di meja dekat pintu penghubung antara teras dengan makam.

04 Agustus 2015

Perempuan Yang Berdaya

MENGERNYITKAN kening,
Itulah yang saya lakukan saat tanpa sengaja membaca timeline seorang kawan mengenai feminisme.  Baginya feminisme itu sekedar kecerewetan perempuan yang menuntut terlalu banyak.  Ia menganalogikan jika seorang pria melakukan pekerjaan sebagai pemanjat kelapa maka perempuan juga harus bersedia jadi pemanjat kelapa.

Saya juga bukan orang yang mudeng-mudeng amat dengan teori feminisme.  Namun dari beberapa hal yang pernah saya baca, saya yakin yang menjadi tujuan bukanlah "asal sama".

Bila membaca perjuangan para perempuan, para ibu dari desa Penago dan Pasar Seluma di Bengkulu menghadapi korporasi perusahaan tambang yang berniat mengekploitasi daerah mereka yang kaya akan pasir besi kita akan sepakat bahwa gerakan feminisme menemukan bentuknya dalam tindakan perempuan-perempuan sederhana itu.

Desa Penago dan Pasar Seluma, daerah pedalaman Bengkulu dimana banyak penduduknya mempunyai lahan perkebunan kelapa sawit hasil kerjasama dengan PTPN yang tidak lagi berlanjut.  Letak desa yang berada dekat pantai membuatnya kaya akan hasil laut.  Para ibu terbiasa mencari remis yang melimpah di pinggiran pantai dan menjualnya untuk tambahan penghasilan.

Bengkulu dengan panjang pantai 52 km memiliki kandungan pasir besi berkualitas tinggi yang cocok untuk bahan baku baja.  Lapisan pasir besi yang terkandung itulah yang merupakan penyusun daratan pantai Seluma.  Dengan terdapatnya sumber daya alam yang melimpah tentu saja telah menarik minat pengusaha baja dari luar negeri untuk berinvestasi.  Mereka mendekati kepala daerah untuk mendapatkan ijin explorasi tambang.  Dan dengan alasan untuk menaikkan pendapatan asli daerah tanpa pikir panjang ijin itu diberikan tanpa mempertimbangkan efek jangka panjang bagi masyarakat sekitar.

Pengerukan pasir besi yang dilakukan di tepi pantai mengakibatkan abrasi parah dan merembesnya air laut ke wilayah pemukiman warga.

Kandungan pasir besi yang terdapat di bibir pantai selama ini mencegah intrusi air laut sehingga banyak sumur penduduk yang terdapat tak jauh dari pantai mengeluarkan air tawar yang jernih.  Wilayah yang memiliki endapan pasir besi relatif mempunyai komposisi kepadatan yang membuatnya bertahan terhadap abrasi.
Dampak lain dari pengerukan pasir besi besar-besaran adalah hilangnya keanekaragaman hayati dan rusaknya ekosistem pantai.  Kegiatan mencari remis di tepi pantai yang dilakukan oleh kaum ibu untuk menambah penghasilan tidak akan dapat dilakukan karena rusaknya pantai.  Belum lagi ancaman tenggelam karena daerah mereka praktis kehilangan pelindung yang kuat akibat penambangan.