29 Januari 2009

Perempuan Dalam Suatu Masa


Baru selesai melihat film berjudul WATER, sebuah film India yang menjadi nominasi Academy Award untuk kategori Best Foreign Movie. Film ini mengisahkan perempuan dalam pandangan tradisi Hindu India menjelang tahun 1940 an.

Di India pada masa itu (mungkin juga sekarang) banyak orang tua menikahkan anak perempuan mereka yang dibawah umur dengan pria dewasa, bahkan dengan seorang kakek. Dalam tradisi Hindu India, apabila suami meninggal maka sang istri wajib mengasingkan diri seumur hidupnya disebuah rumah penampungan para janda.untuk membersihkan kekotoran dalam diri mereka yang mungkin menjadi penyebab kematian sang suami.

Tidak jarang gadis gadis di bawah umur yang menjanda setelah menjalani pernikahan yang tidak mereka mengerti, kehilangan kehidupan mereka dengan adanya isolasi semacam itu.

Agama atau lebih tepat dikatakan para pemeluknya mempunyai pandangan kontradiktif terhadap perempuan, entah karena unsur pemahaman dalam kitab suci atau memang tradisi dari suatu kebudayaan yang akhirnya mencari pembenaran dari ayat ayat yang sekiranya mendukung keadaan tersebut.

Aneh memang ketika kita mengenal penghormatan pada Dewi Sri, Dewi Parwati dan Saraswati dalam agama Hindu; Maria atau Siti Maryam atau the Holy Virgin dan Maria Magdalena dalam Katolik; Khadijah, Siti Aisyah dalam Islam.

Tak kurang sebutan bagi bumi yang kita tempati disebut sebagai mother nature, tanah air sebagai mother land atau populer di Indonesia sebagai Ibu Pertiwi. Semuanya mengacu pada suatu gender yaitu perempuan.

Hal itu bertolak belakang dengan perlakuan umat pada masa itu yang cenderung menganggap perempuan mahluk penuh dosa sehingga harus disucikan dan tidak berhak atas penentuan nasib dirinya. Itu saya saksikan berturut-turut dalam film film seperti Water, Women's Prison, At Five in the Afternoon (Iranian) dan Persepolis (Iranian/France).

Atau kisah Ratna Pembayun yang harus menjalankan tugas ayahnya Panembahan Senopati untuk mengalahkan Ki Ageng Wanabaya dari Mangir dengan menjadi istri Wanabaya. Pembayun yang sedang mengandung anak pertama harus menyerahkan suaminya untuk dibunuh oleh Senopati. Akhirnya janda Pembayun yang merana itu diserahkan kepada anak buah Senopati untuk dinikahi. Begitu mudahnya perempuan diserah terimakan layaknya barang.

Juga kisah Ratna Subanci, putri Cina selir Prabu Brawijaya V yang akhirnya dihibahkan kepada Aryo Damar, Bupati Palembang saat sedang mengandung anaknya.

Agaknya nasib perempuan memang mencerminkan nasib Ibu Pertiwi sendiri; tubuhnya telah dibajak, dicangkuli, dikotori dan dijadikan tempat pembuangan hajat oleh laki laki, di lain pihak tubuh itu memberikan kesuburan dan penghidupan bagi kelangsungan umat manusia.

Tentu saja sekarang hal hal tersebut di atas sudah tidak berlaku, pemahaman kitab suci yang lebih kontekstual juga mendorong ke arah perbaikan. Walaupun ada yang tetap berpegang pada budaya jahiliyah seperti Taliban di Afganistan.

Ada puisi yang intinya mengatakan bahwa segala larangan dan kekangan yang berlaku pada perempuan dikarenakan perempuan adalah serupa intan permata sehingga harus dijaga ketat siang malam.

Bagi saya persoalannya, apakah perempuan memang ingin menjadi intan permata yang hanya bisa diam membeku layaknya benda mati ataukah menjadi manusia yang bebas berkehendak untuk menentukan akan diapakankah perhiasan tersebut.

28 Januari 2009

Cersil, Masa lalu yang menyenangkan

Seorang remaja belia tekun mendengarkan sandiwara radio yang dipancarkan oleh radio Kayu Manis.


Anak itu menggerutu pelan saat sang Ibu memanggilnya untuk membelikan sesuatu di warung.


Saya tersenyum mengenang saat itu waktu menemukan site wordpress yang berisi cerita Api Di Bukit Menoreh (ADBM) lengkap dari buku pertama; dengan semangat mulai mengunduh file di dalamnya.


Tanpa terasa saya menjadi cantrik padepokan ADBM dan mulai mendapat kesulitan begitu sampai pada buku ke 94 dan selanjutnya. Ternyata harus menggunakan program DJVU untuk membukanya hingga terpaksa harus browsing mencari DJVU reader yang gratis.


Cukup menakjubkan, situs tersebut saat ini sudah dikunjungi lebih dari 900.000 kunjungan.


Betapa leganya saat menyaksikan banyaknya penggemar Cersil Jawa karangan SH Mintardja yang tergerak untuk mendokumentasikan karya-karyanya entah dalam bentuk pdf, lit atau djvu sehingga bisa diunduh oleh banyak orang.


Sama halnya saat saya menemukan e-book Naga Sasra Sabuk Inten yang baru saya kenal tahun lalu.


Tidak bisa dibantah sebagian masa remaja saya tumbuh bersama cersil jawa seperti ADBM, Bende Mataram dan Saur Sepuh serta Babad Tanah Leluhur. Tapi memang karya SH Mintardja lah yang membekas dalam.


Saat saya berangan angan tentang wajah Agung Sedayu atau terjerat oleh gambaran fisik Rangga Tohjaya atau yang dikenal dengan Mahesa Jenar yang digambarkan sebagai prajurit pengawal Raja, bertubuh perkasa, bermata dalam dengan wajah bening dan lembut.


Betapa enggannya bila gambaran gambaran indah tokoh tokoh itu divisualisasikan dalam film atau bahkan sandiwara radio sekalipun. Saya enggan melihat jika Agung Sedayu ataupun Rangga Tohjaya dari masa klasik Jawa ditampilkan oleh bintang film pria masa kini yang berpenampilan metroseksual.


Seperti Saur Sepuh, dimana dalam filmnya tokoh Brama Kumbara ditampilkan berkumis sedangkan Raden Bentar diperankan oleh actor yang seperti banci dan sudah pasti memporak porandakan gambaran yang sudah sempurna terpatri di benak penggemar sandiwara radionya.


Biarlah yang dua itu tetap tinggal dalam imajinasi sebagai tokoh sempurna. Beruntung saya mengenal Nagasasra dan Sabuk Inten hanya dalam bacaan.


Banyak buku fiksi sejarah yang saya baca, namun karangan SHM tetap mendapat tempat dihati saya dan sempat mengisi masa masa remaja saya walaupun dari generasi yang berbeda.

26 Januari 2009

Kembangrum memandang Gajah Narpati tajam...."Jawab aku, Kakang..!...akan kau tempatkan dimana aku....?..

Gajah Narpati, senapati muda itu terkunci mulutnya,,,,Kembangrum, kekasihnya..menuntut kepastian,,,hubungan mereka sudah terlalu jauh,,,namun tidaklah mungkin bagi Gajah Narpati mencampakkan kehidupannya sekarang,,

Betapa kecewanya Kembangrum....selama ini ia menjadi tempat laki laki itu berpaling, tapi nampaknya sekarang lelaki itu hanya bisa membisu seribu bahasa,. Kembangrum tidak dapat mengerti jalan pikiran senapati muda itu.

Tapi iapun mempunyai harga diri,...tidak sudi ia mengulang pertanyaannya,..Dengan tegar ia pun melanjutkan "Baik kakang,,,aku kira kakang mencintaiku seperti yang selama ini selalu kakang katakan...aku memang tidak pandai berkata kata..tapi aku juga tidak suka mengumbar kata kata kosong..."

Gajah Narpati balik memandang kekasihnya,,,ia melihat kemarahan berkilat kilat tergambar di mata itu...Gajah Narpati tahu benar bahwa Kembangrum mempunyai sifat keras bagai baja, perempuan cantik itu juga berotak cemerlang. Sifat yang membuatnya perlahan lahan menyayangi perempuan itu.

"Kembangrum,,,aku mencintaimu sepenuh hatiku,,,betapa sakitnya harus menyimpan perasaan ini bertahun-tahun..tanpa bisa berbuat sesuatu."..

Terdengar tawa sinis, "Hmm,,,bukankah kakang sudah mendapatkan tubuhku?...tentu saja Kakang tidak akan rugi,,bukankah aku tidak pernah merepotkan Kakang dengan rengekan..?

Bagai disambar petir,,Gajah Narpati terbungkam,,,,kata kata Kembangrum bagai sembilu menusuk jantungnya.

Dua anak muda tersebut berpandangan dengan suram...ada percikan asmara, tapi kini tajam disaputi kemarahan. Dada mereka bergolak penuh kepahitan.

Sementara di luar langit mulai menumpahkan bebannya. Kelabu yang menggantung seakan tidak kuat lagi menampung muatan. Alam terasa kelam, sekelam hati penghuninya,

22 Januari 2009

I LOVE THE BLUE OF INDONESIA


Coba perhatikan iklan iklan di televisi sekarang, berapa banyakkah yang contentnya entah itu kata kata atau jinglenya yang kita ingat. Lebih jauh lagi adakah iklan yang begitu melekat di ingatan kita sehingga kita rela menghentikan kegiatan sejenak untuk sekedar melihat,,,yang ini sangat sangat jarang, biasanya begitu commercial break tiba channel langsung berpindah.

Iklan televisi memang media yang ampuh untuk memperkenalkan produk dikarenakan daya jangkauan TV yang luas. Bayangkan saja di jam jam primetime program 1 jam mempunyai sekitar 4 commercial break dengan rata-rata break berdurasi 2 menit, bisa berapa banyak iklan yang tayang dalam 1 hari.

Banyak yang bilang iklan yang mudah diingat itu kalau tidak bagus banget ya jelek banget. Contoh iklan GSM 3 nya Indosat,,,yang "Cakep, cakep, cuaakeep, jojing, jojing, jojing,,,,,," norak banget kan,,,? tapi saya terbahak bahak melihatnya.

Tapi dari semua iklan yang pernah saya lihat, belum ada yang dapat mengalahkan iklan Bentoel jaman dulu, the first version - I LOVE THE BLUE OF INDONESIA.....iklan itu sukses merangsang nasionalisme kita, gambar dan terutama jingle membuat iklan ini menang penghargaan pariwara nasional. Kalau diperhatikan sejak saat itu mulai bermunculan iklan sejenis. Iklan ini alih alih membuat orang ingin merokok yang terjadi malah menumbuhkan rasa cinta terhadap Indonesia.

Bentoel sebagai produk rokok memang memiliki banyak hambatan dalam beriklan, karena peraturan pemerintah memang melarang rokok beriklan dengan telanjang. Jadi pembuat iklan rokok memang harus kreatif menyiasati ini. Dana yang digelontorkan oleh produsen rokok untuk belanja iklan memang menggiurkan pemilik biro iklan.

Setengah mati mencari videonya di Youtube, sayang tidak ketemu,,,hanya ada the new version dalam bahasa Indonesia.

I love the blue of Indonesia
It's a flavour in the air
I love the blue of Indonesia
You can taste it everywhere

Merokok itu Haram


Para perokok yang kebetulan beragama Islam sebaiknya bersiap siap untuk berhenti melakukan kegiatan “maksiat” itu bila MUI sudah menjatuhkan fatwa haram. Entah kenapa MUI juga harus ikut ikutan terjun di bidang ini.

Selama banyak Kiai asal Jawa Timur yang perokok, lucu bukan kalau mereka melakukan sesuatu yang mereka anggap haram pada akhirnya.

Rokok yang dianggap haram ternyata menyumbang devisa cukup banyak pada negara dan merupakan industri padat karya. Iklan rokok juga turut memberikan penghidupan pada bidang kreatif seperti iklan dan televisi. Pun harus diingat nasib ribuan para petani tembakau yang tidak menyangka tanaman yang mereka produksi merupakan cikal bakal barang haram.

Ada alasan bahwa fatwa haram ini dibutuhkan untuk mencegah anak anak dari rokok dan juga karena rokok berbahaya bagi kesehatan. Dunia ini memang keras bagi anak anak….tapi tidak patut pula dengan alasan melindungi semua hal difatwakan haram. Memfatwakan sesuatu menjadi haram sepertinya menjadi jalan pintas, alih alih menyelesaikan masalah dengan cara yang cerdas, cara seperti ini memang tidak membutuhkan effort yang nyata.

Trafficking anak dan perempuan yang jelas jelas biadab, tapi setahu saya dilirik pun tidak oleh pihak penyelenggara negara.

Kejadian ini mengingatkan saat Ali Sadikin melegalkan lokalisasi pelacuran dan judi di Jakarta dimana para pelacur dilokalisasi di satu tempat sehingga tidak berkeliaran di jalanan. Begitu pula dengan lokasi perjudian. Pajak yang diterima dari 2 kegiatan maksiat tersebut digunakan untuk membangun Jakarta.

Saat itu para alim ulama ribut menentang program tersebut dengan alasan haram, Bang Ali hanya berkata “kalau begitu anda sekalian harus punya helicopter, jangan lewat jalanan di Jakarta karena jalan tersebut dibangun dengan uang haram.” Toh kenyataannya para ulama dengan tenangnya melewati jalan haram tersebut.

Anak anak kita memang menghadapi banyak bahaya dalam kehidupan ini, dari hal sehari hari seperti tontonan, pergaulan belum lagi penggunaan teknologi internet. Semakin modern kehidupan akan muncul bahaya bahaya lain yang dulunya tidak terbayangkan.

Tidak usah jauh jauh,,,polusi akibat asap kendaraan bermotor di Jakarta juga sangat berbahaya dan memicu penyakit pada anak dan orang dewasa, tapi apakah untuk itu harus ada fatwa haram bagi pemilik kendaraan bermotor.

Mustahil dengan sekedar fatwa haram, kehidupan akan aman dan terkendali. Dibutuhkan usaha dan niat baik dari berbagai pihak untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi manusia.

Para produsen rokok pun telah mematuhi ketentuan yang digariskan oleh pemerintah seperti membayar cukai dan memasang peringatan tentang bahaya merokok.

Saya kira penerapan larangan merokok di tempat umum sudah cukup tepat…tidak perlulah MUI membuang buang fatwa sembarangan. Adapun saya hanya an occasional smoker, tidak merokok pun tidak ada masalah.

Ada analogi lain, bahwa merokok sama dengan makan gorengan pinggir jalan; sama sama menimbulkan kanker. Jadi apakah makan gorengan di pinggir jalan juga akan difatwa haram?...

21 Januari 2009

DIASPORA : India - Indonesia

Sanjay, seorang expatriate asal India yang bekerja di Indonesia berjalan memasuki ruangan. Ia memegang posisi Head of Marketing and Research untuk Astro Indonesia dan Malaysia. Caranya berbicara membuat kita ingin menggoyang goyangkan kepala ala bollywood.

Sanjay adalah satu dari orang India terdidik yang bekerja di luar negerinya.

Menurut kompas, ada sekitar 22 juta tenaga kerja asal India yang bekerja di Amerika, eropa, Australia dan Asia Tenggara dan 48% nya adalah tenaga ahli dan profesional seperti Dokter dan IT. Belum lagi yang bekerja sebagai dosen dan ilmuwan.

Indian diaspora masih kalah dari Chinese tapi devisa yang dihasilkan oleh perantau etnis India tujuh kali lipat lebih besar.

Pada tahun 1985-2000 tenaga profesional asal India mendominasi USA. Pendapatan per kapita etnis india di Amerika rata USD60,000/tahun atau dua kali lipat nya penduduk AS.

Berkat banyaknya orang India yang merantau pula menyebabkan pada tahun 2003 cadangan devisa negara ini menembus angka USD 100 milyar sehingga menjadi salah satu negara yang mempunyai cadangan devisa terkuat di dunia.

Bila dibandingkan dengan tenaga kerja Indonesia yang kebanyakan bekerja di sektor informal dan illegal tentu akan timpang. Tidak ada data yang jelas berapa jumlah buruh migran asal Indonesia. Menurut Antara sekitar 700 ribu orang yang terdaftar pada tahun 2008. Sedangkan devisa yang dihasilkan mencapai 5 trilyun rupiah sampai September 2008 ini.

India saat ini menjadi tujuan investasi perusahaan IT besar di dunia, dan ini semakin meningkatkan nilai jualnya. Banyak pula perusahaan besar yang menyerahkan outsourcing nya kepada India.

Begitu pula dengan industri filmnya...Bollywood sebagai pusat industri film India dapat bertahan dari gempuran film film asal Amerika. Penduduk India cukup fanatik dengan film film negerinya.

Saya teringat dengan film American Daylight yang mengisahkan sebuah perusahaan di India yang merupakan outsourcing sebuah bank besar Amerika, semua keluhan konsumen dari seluruh dunia disambungkan ke India dimana perusahaan itu berdomisili.

Tapi bukankah memang orang India sudah ada dimana mana sejak jaman dulu. Jika kita ingat, bukankah bahasa sanskrit yang tercantum pada prasasti kuno Indonesia berasal dari India.

Bukankah agama Islam yang tersebar ke Indonesia juga ada yang berasal dari pedagang asal Gujarat India.

Saat ini dengan tingkat pertumbuhan ekonomi (dihitung dengan GDP pada th 2007) sekitar 8.3% per tahun berkat hasil kerja otak dan bukan cuma mengeksploitasi sumber daya alam, India mampu menarik para tenaga ahlinya yang tersebar di berbagai negara untuk kembali dan membangun negaranya.

Bandingkan dengan Indonesia, dimana para profesor dan ilmuwannya masih tetap bertahan di luar negeri karena pemerintah tidak dapat mengakomodasi ilmu ilmu yang mereka punya. Tidak ada dana untuk riset dan tingkat kesejahteraan para pendidik yang rendah.

Seperti halnya Profesor Nelson Tansu asal Medan, Sumatera Utara yang meraih gelar profesor dalam bidang semi conductor dari University of Wisconsin of Madison pada usia 25 tahun dan kini mengajar S3 bahkan post doctoral di departemen teknik elektro dan komputer di Lehigh University, Pensylvania.

Ia tetap bertahan di tempatnya sekarang karena belum ada tempat di Indonesia yang dapat memakai keahliannya...bagaimana Ristek kita?...

20 Januari 2009

Freelance Monoteis


Karen Armstrong menyebut dirinya "a freelance monoteism". Penganut monoteis yang tidak terikat dalam suatu bungkus atau label tertentu. Seperti kita yang diberikan label Islam, Kristiani, Budha, dll.

Benar, Karen Armstrong adalah mantan biarawati yang akhirnya mengundurkan diri dari kaulnya. Semangat pencarian menuntunnya untuk mencari jalan diluar tembok biara.

Semangat itu menuntunnya untuk singgah di tiap pos agama guna mendapatkan jawaban. Seperti layaknya musafir, para pengem
bara yang singgah tidak perlu harus mendapatkan permanent resident bukan?

Jika saat ini Karen singgah di pos persinggahan umat Islam, maka tidak perlu berpindah keyakinan menjadi Islam untuk meyakini adanya Tuhan. Mungkin dari persinggahan ini ia akan melanjutkan pengembaraannya untuk bertemu dengan bermacam jalan dan persimpangan. Mungkin pula ia akan berhenti di pos tertentu jika ia merasa disitulah semua pencarian terjawab.

Saya rasa tidak penting mempertanyakan mengapa Karen yang sudah menulis buku tentang Muhammad tidak menjadi mualaf. Sama tidak pentingnya dengan menanyakan agama yang ia anut sekarang. Sebab bukankah ia dalam perjalanan mencari sumber "aku" dalam dirinya.

Bukankah jika kau mendekati Tuhan dengan selangkah, maka Tuhan akan mendekatimu 10 langkah. Jika kau berjalan mendekati-Nya, Tuhan akan mendekatimu dengan berlari.

Jika seorang Karen Armstrong begitu aktif dalam pencarian spiritualnya, bayangkan betapa dekat Tuhan dengannya. Betapa kayanya pengalaman batin seorang pengembara dibandingkan dengan kita yang pasif menerima label agama sedari lahir.

Jika kita tidak pernah mempertanyakan, maka tidak akan pernah ada jawaban. Jika kita tidak berani beranjak maka kebenaran tidak akan menyapa.

PAUS YOHANA, First woman in Vatican



Pope Joan atau Paus Yohana, sempat saya tertegun mendengar nama itu,,,rasanya tidak asing,,,somewhere and somehow, it’s sound familiar.

Memang sang penulis cenderung mengatakan buku ini adalah fiksi, namun nama Pope Joan diperoleh dari salinan kuno Liber pontificalis (kronik para Paus?). Entry itu disisipkan ke dalam teks kronik tersebut. Tentang siapa yang menyisipkan, dan kapan itu ditulis masih tetap menjadi pertanyaan.


Lagi, menurut sang penulis, selama beratus tahun sampai pertengahan abad 17, keberadaan Paus Yohana diakui secara universal. Diperkirakan Paus perempuan itu menduduki tahta Vatikan antara jaman Paus Leo IV dan Benediktus III. Sebelum ditahbiskan dengan nama Paus Yohanes VIII sekitar tahun 855, Joan menjadi biarawan di Fulda dengan nama John Anglicus.

Namun pada abad ke 17, Gereja Katolik mendapat serangan yang semakin gencar dari gerakan Protestanisme, mulai menjalankan upaya sistematis untuk menghancurkan berbagai catatan historis tentang Joan dengan penyitaan ratusan manuskrip dan buku oleh Vatikan.

Dalam buku itu disebutkan bahwa John Burcardt, Uskup Horta dan pembawa acara dalam upacara upacara Kepausan yang memberinya pengetahuan yang mendalam mengenai kehidupan dalam istana Kepausan menulis dalam jurnalnya alasan kenapa prosesi Kepausan tidak lagi mengunakan Via Sacra, Ia menyebutkan bahwa John Anglicus melahirkan anaknya saat arak arakan di jalan tersebut dan oleh karena itu rute prosesi Kepausan diubah.

Kisah Joan juga termuat di dalam buku petunjuk peziarah ke Roma yang resmi dan digunakan oleh para peziarah selama lebih dari 300 tahun. Hanya sayang tidak dijelaskan tahun berapa.

Mungkin buku ini mempunyai posisi sama dengan Da Vinci Code yaitu mengambil posisi berlawanan dengan apa yang sudah menjadi sikap resmi Gereja Katolik

Para sejarahwan yang harus mengambil inisiatif terbebas dari campur tangan berbagai pihak untuk meneliti. Dongeng atau cerita lisan bisa jadi berasal dari suatu kejadian

Buat saya sebagai non kristiani, keberadaan Pope Joan dengan segala kondisinya pada saat itu bukanlah sebuah aib. Jika memang keberadaan Pope Joan itu benar, maka mungkin itu merupakan sebuah teriakan dari suatu kaum yang pada dark age itu diperlakukan sebagai warga kelas dua. Walaupun salah satu pendahulunya dikenal sebagai The Holly Virgin.


Tidak kurang pula perempuan pendahulu yaitu Maria Magdalena dianggap sebagian orang sebagai salah satu murid terkasih Yesus Kristus
.

Pemahaman bahwa pada masa abad itu agama benar benar dipahami secara literal dan dimana Gereja menguasai seluruh sendi sendi kehidupan dalam masyarakat.

Sama seperti saudara kandungnya, Islam. Agama Katolik pun juga mengalami pasang surut dan tidak lepas dari kondisi sosial yang juga berpengaruh terhadap pemahaman ayat ayat dalam kitab suci.

17 Januari 2009

Dunia Film Indonesia

Ada yang bilang film itu adalah cerminan kultur suatu bangsa...setuju banget.

Masih ingat era tahun 1990-an dimana bioskop Indonesia penuh dengan film bertema sex. Nama nama seperti Inneke Koesherawati, Malvin Shayna, Ibra Azhari dan Sally Marcellina kerap muncul di poster poster seronok.

Setelah itu film Indonesia mati suri selama kurang lebih 10 tahun...hampir satu generasi kalau boleh
dibilang.

Dunia film negeri ini kembali menggeliat saat sekelompok anak muda membuat film Kuldesak (Riri Riza, Mira Lesmana, cs) dan bermunculan sineas sineas muda. Pelan-pelan mulai ada Bintang Jatuh, Petualangan Sherina, AADC dsb. Tema cinta remaja yang booming seperti AADC, Eiffel I'm in Love, tema horror yang dimotori oleh Jalangkung.

Tahun 2008 film Indonesia benar benar mencapai puncaknya. Ayat Ayat Cinta dengan 3 juta penonton yang ditembus oleh Laskar Pelangi dengan jumlah penonton lebih dari 4 juta dan belum lagi dari layar tancapnya. Saking boomingnya sampai pernah 5 layar bioskop 21 di Citos semuanya berisi film kita. Sekali lagi film nasional menjadi mesin uang.

Dari sekian banyak film lokal yang beredar bisa dilihat sutradara dan produser mana yang memperlakukan film layaknya seperti bayi mereka, dimana mereka sangat berhati-hati dengan konsep cerita, akting, tema, gambar, soundtrack dan post production serta mana sutradara maupun produser yang membuat film semata mata demi keuntungan.

Film film seperti Soe Hok Gie, Laskar Pelangi, 3 Doa 3 Cinta dan Under the Tree tentulah dibuat dengan penuh kehati-hatian. Coba bandingkan dengan Setan Budeg, Tiren, Tali Pocong Perawan, Genderuwo dll. Memang tidak semua film horror dibuat asal asalan; film Jalangkung (pertama) misalnya. Saya juga menyukai film Legenda Sundel Bolong, konsepnya terencana dengan baik begitu pula dengan setting pemainnya.

Tapi memang dengan mati surinya perfilman kita begitu lama, tidak heran kalau banyak sutradara yang membuat film dengan Hollywood taste, semua berada dalam 1 garis. Malah ada yang dengan cukup ngawur membuat film Indonesia dengan suasana seperti di luar negeri seperti Oh Baby yang minta ampun...saya keberatan meluangkan waktu untuk menonton film seperti itu.

Saya lebih memilih menonton premiere 3 Doa 3 Cinta dibandingkan Twilight atau Quantum of Solace. film Hollywood mulai terasa membosankan dengan alur yang seragam.

Mungkin bagi yang terbiasa dengan film ala Hollywood, cukup sulit bila harus menonton film yang berbeda dengan mainstream yang sudah ada, film Iran misalnya. Seperti film The Play yang mengisahkan seorang gadis cilik yang ingin bermain di luar rumah tapi tidak diijinkan oleh Ibunya. Setting hanya berkisar di ruang tamu dan halaman depan dengan fokus gadis cilik sepanjang film atau Traffic Signal, film dari India yang mengisah kehidupan kumuh di sekitar wilayah lampu merah.

Saya pernah menonton film berjudul Bo Ba Bu, dari Uzbekistan dimana sepanjang film diisi 3 pemeran yang dialognya hanya Bo Ba Bu..:).

Film film non mainstream memang berlawanan dengan Hollywood, mereka berpegang pada konsep cerita yang lebih kepada kehidupan sehari hari dan miskin effect,,,tapi memang terasa lebih segar. Mungkin bagi penggemar karya sutradara Zhang Yimou bisa membandingkan filmnya yang belum tersentuh oleh selera Amerika seperti Raise of the Red Lantern yang sangat dalam dengan karyanya yang terbaru Curse of the Golden Flower dimana kostum pemain dalam film terakhir ini "sintrelep" alias gemerlapan.. kata teman saya.

Film yang dibuat dalam bahasa asli memang lebih terasa "nendang", film Passion of Christ yang berbahasa aramaic akan lebih menyentuh dibanding The last temptation of Christ by Martin Scorsese. Itulah keseriusan yang berbuah penghargaan.

Dalam setahun ini sudah 80 film Indonesia beredar dimana tema horror masih mendominasi, bandingkan dengan India yang bisa memproduksi sekitar 800 film dalam setahun . Ada kekhawatiran jika kuantitas tidak sebanding dengan kualitas maka kondisi silam akan terulang, film Indonesia akan mati suri kembali. Apalagi pemerintah sama sekali tidak memberikan keringanan pajak untuk pengadaan mesin mesin post production.

Saat ini jika ada film Indonesia yang diputar di bioskop 21, maka sharing pendapatan yang diterapkan oleh 21 Group adalah 50:50, kata Nan T. Achnas - "kita yang kerja setengah mati, mereka yang cuma menyediakan tempat pemutaran bisa dapat 50% dari revenue". Dilema yang besar bagi para produser dan sutradara.

Pun pajak tontonan yang besarnya 10%-30% juga tidak pernah kembali dalam bentuk pengadaan sekolah film dan alat alat.

Nampaknya memang belum ada perhatian dari pemerintah untuk masyarakat film Indonesia
.

16 Januari 2009

Perempuan Penjaga Wangsa

Siapakah perempuan yang paling merana nasibnya dalam perselisihan para putra keturunan bangsa Kuru?....dialah Gandhari.

Permaisuri Dasarata yang buta itu harus kehilangan 99 orang putranya, para Kurawa yang tumpas tapis dalam perang di padang Kuru setra.

Gandhari bukanlah Kunti, nasib buruk seakan telah menjadi takdir saat Pandu, pewaris tahta Hastinapura menyerahkannya untuk diperistri sang kakak yang tunanetra, Dasarata. Seakan belum cukup malang, sang adik, Sangkuni yang culas juga mati mengenaskan dalam perang besar tersebut.

Sedangkan Kunti, walaupun sempat berpisah selama 12 tahun dengan Pandawa, sang putra agung; dialah perempuan bersama Madrim yang melahirkan 6 ksatria utama; Pandawa lima dan Karna. Ia hanya kehilangan Karna, putra sulung yang tidak pernah diakui secara terbuka. Karna lebih memilih sikap seorang Kumbakarna yang memilih membela negaranya saat diserang.

Pandu Dewanatha tidaklah dapat memberikan keturunan, akibat sumpah seorang resi ia tidak akan dapat berhubungan dengan istrinya. Melalui rapalan mantra untuk mengundang Dewa, Kunti dan Madrim dapat memperoleh 5 orang putra.

Keturunan Bharata tidak bisa lepas dari peran para perempuan di sekitar mereka.

Siapa menyangka, Bhisma sang pewaris tahta Hastina rela hidup selibat dan menyerahkan haknya untuk memenuhi permintaan Setyawati dan demi kebahagiaan Sentanu, ayahnya. Kelak, Pandu; keturunan Abyasa anak Setyawatilah yang akan menduduki tahta

Saat Bhisma Dewabharata, benteng terakhir Hastinapura harus melepaskan nyawanya di tangan Srikandi akibat kutukan Amba, runtuh pulalah kekuatan Kurawa.

Drupadi pun bersumpah bahwa Dursasana harus membayar perbuatan kejinya dengan nyawa. Ia juga harus kehilangan ayah, kakak dan anaknya.

13 Januari 2009

Sinar yang padam

Kunjungan terakhir ke Gramedia menghasilkan buku Islam Andalusia : sejarah kebangkitan dan keruntuhan. Suatu kebetulan, mengingat minggu2 terakhir ini saya sibuk browsing sana sini mencari sedikit pencerahan,,,informasi tersaji bagai potongan puzzle sehingga cukup melelahkan jika harus mencocokkan sumber satu dengan lainnya.

Contohnya soal pengangkatan Khalifah pertama yaitu Abu Bakar as Shiddiq, Kaum Syiah dan Sunni mempunyai pandangan yang berbeda. Jika ditanyakan kapan Islam terpecah; bisa dikatakan saat nabi Muhammad Saw wafat, saat itulah timbul bibit perpecahan soal pengangkatan Khalifah. Kaum yang kelak dikenal sebagai Syiah berpandangan Ali bin Abi Thalib sebagai menantu Nabi lah yang pantas sebagai pengganti, berbeda dengan kaum Sunni yang memilih Abu Bakar as Shiddiq. Pertentangan inilah yang akhirnya memisahkan aliran Sunni - Syiah.

Sebenarnya Syiah sendiri berarti pengikut dan pada waktu itu lebih bersifat politis. Seiring berjalannya waktu Syiah berkembang menjadi aqidah. Berbeda dengan Sunni yang disebut juga sebagai Ahlus Sunnah yaitu menegakkan Islam berdasarkan Al Quran dan hadits sesuai dengan pemahaman para sahabat Nabi, Aliran Syiah tidaklah mengakui sahabat Nabi.

Pertentangan ini masih dapat diredam sampai dengan khalifah ke empat, Sayyidina Ali yang selain sahabat juga menantu Nabi. Setelah itu dimulailah sistem dinasti.

Nampak poin penting dalam pemilihan Khalifah mulai dilupakan, yaitu orang yang paling zuhud, paling tinggi pemahamannya mengenai Islam dan tidak berpamrih. Pada akhirnya kekhalifahan tidak lebih dari pada sistem monarki yang absolut.

Peta dunia Islam terpecah,saat dinasti Abbasiyah merebut kekuasaan dari dinasti Umayyah di Baghdad. Dinasti Umayyah menyingkir ke Andalusia dan membangun kerajaannya sendiri yang kekuasaannya sempat mencapai Sicilia.

Manusia rentan terhadap nafsunya sendiri, begitu pula nafsu terhadap kekuasaan. Seiring waktu, bermunculan kekuasaan kekuasaan gurem para Sultan yang saling berperang sehingga menggerogoti kekuatan kekhalifahan. Bahkan mereka tidak segan segan membayar upeti kepada kaum Kristen Trinitarian untuk melanggengkan kekuasaan.

Sampai akhirnya kecemerlangan Baghdad luluh lantak ditangan Hulagu Khan pemimpin bangsa Mongol di tahun 1258. Begitu pula sinar Islam di Andalusia meredup dan akhirnya benar benar padam saat dua kerajaan Eropa; Castilla dan Aragon bersatu dan merebut benteng Al Hambra di abad 15.

Sistem kekhalifahan walaupun lemah masih bertahan di Turki sampai tahun 1924. Di tahun itu muncul revolusi besar besaran dipelopori oleh apa yang disebut Gerakan Turki Muda dan dipimpin oleh Mustafa Kemal Pasha dan kelak dikenal sebagai "Ataturk" (Bapak orang Turki).

Khalifah terakhir yaitu Abdul Majid II, diusir bersama keluarganya sedangkan isi harem nya diminta angkat kaki.

Sejak saat itu Turki menjadi negara sekuler yang lepas dari jejak keislaman.

Mustafa Kemal sendiri menjadi sosok yang penuh dengan kontroversi.

Sekilas dari buku buku yang beredar, sama sekali tidak ada yang meninggalkan kesan baik tentangnya.

Tapi perlu dicatat, bahwa Kekhalifahan Turki mungkin sudah sedemikian bobroknya sehingga menyengsarakan rakyatnya sendiri. Perubahan ideologi juga tidak membawa ke arah perbaikan.

Saat ini muncul keinginan di kalangan Islam agar Indonesia menggunakan sistem Khilafah, hmm..harus diingat, sistem Khilafah mana yang mereka jadikan acuan? Jika mereka mengacu pada sistem khilafah pertama di Madinah, maka orang yang ditunjuk menjadi khalifah harus bersiap siap menjadi melarat.

Keempat khalifah pertama : Abu Bakar ash Siddiq, Umar bin Khatab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, hidup sebagai fakir walaupun mereka memegang kunci Baitul Mal. Mereka tidak ingin lebih diatas kekurangan rakyatnya.

Kekhalifahan pasca empat sahabat berubah menjadi dinasti penuh dengan nepotisme, dimana setiap Khalifah hidup mewah dan lupa akan tanggung jawabnya. Hal itulah yang lama lama menggerogoti Daulah Islam.

Jika kita mendengar kisah tentang kemegahan maka kita juga harus tahu sebab kehancurannya.

04 Januari 2009

Sebuah PROSES



Betapa pentingnya mengetahui sebuah proses. Itu saya sadari belakangan ini.....Maksudnya proses menghadirkan makanan di meja makan.

Kalau jaman membujang dulu,,,saya cukup memberikan sejumlah uang kepada ibu untuk kemudian menjadi persediaan makanan selama sebulan....terserah mau masak apa dan bagaimana,,,yang penting ada sudah ada di meja makan...tidak pernah ambil pusing dan saya juga tidak pernah cerewet tentang menu yang terhidang,,,suka ya dimakan,,,gak suka ya keluar rumah cari makanan....

Tapi bukan berarti saya buta banget terhadap kegiatan dapur...saya cuma gak hobby dan gak tertarik....jadi kalo MPP (masa persiapan perkawinan) biasanya diisi dengan belajar masak, saya malah sibuk keluyuran seperti biasa,,,dan gak ada hubungannya dengan persiapan perkawinan...ibu saya ribut dengan masalah cendera mata dan tetek bengek lainnya,,,saya tetap saja acuh tak acuh dan datar,,,,tampaknya saya takut kehilangan kebebasan saya,,,,aneh,,,biasanya laki laki yang seperti ini,,,apa saya dulunya laki laki?..ha..ha..

Teman teman saya mengatakan bahwa saya cuma tinggal bersama secara sah bukan menikah,,,he,,he lucu juga...tampaknya kebiasaan menyendiri masih terekam kuat.

Beberapa tahun belakangan ini saya mulai menaruh perhatian terhadap makanan...iya dong...kalo gak tau proses bisa dikibulin terus sama pembantu....enak juga belanja di tukang sayur..tau harga tahu putih berapa se plastik, harga bawang, cabe.....dll.

Begitu juga dengan proses pemasakan,,,,walaupun saya punya pembantu,,,tapi entah kenapa lebih senang memasak sendiri di hari hari libur....Yah,,saya cuma mengandalkan logika utk bumbu bumbu,....tapi menarik,,,ternyata ada banyak ibu rumah tangga yang gak bekerja tapi malah mengandalkan pembantu untuk masak,,,berarti tidak perlu putus asa kalo saya gak jago jago amat. Tangan saya beberapa kali terluka terkena percikan minyak panas,,tapi toh gak kapok,,,,

Sepertinya saya ditakdirkan untuk melakukan apa2 serba sendiri dan learning by doing,,,,he,,he...contoh waktu anak saya lahir melalui bedah caesar...kalau orang lain ada ibu yang membantu mengurus anak pertama kali,,,e lah pas saya kok ibu mendadak kena stroke saat saya melahirkan,,,akhirnya saya cuma berbekal petunjuk kilat cara memandikan bayi dari suster rumah sakit...belum tau juga cara mengurus bayi gimana,,,wong belum selesai baca buku petunjuk,,,lebih tertarik baca buku sejarah,,he,,,he....

Di rumah cuma ada pembantu yang masih kecil,,,gak ngerti cara ngurus bayi merah...ya sudah,,,bayinya sudah keburu lahir,,masa mau dimasukkin lagi,,,

Akhirnya berbekal petunjuk praktis dari suster rumah sakit dan contekan buku buku,,,saya mengurus bayi tersebut dari saat pulang dari rumah sakit...kebayang dong abis operasi,,,jahitan belum kering,,langsung cancut taliwanda ngurus anggota baru,,,sebelumnya boro2,,,denger bayi tetangga nangis aja udah pusing ditambah gak tertarik dengan anak anak,,,,he,,he...

Tuhan memang maha Bijaksana,,,,,setelah mengalami baby blues, depresi berminggu minggu bahkan bulanan akibat kelelahan,,,perlahan-lahan saya memahami pelajaran yang diberikan tanpa peringatan itu. Betapa dengan melalui proses tersebut saya terbiasa mengurus anak sendiri tanpa bantuan orang lain,,dan tidak tergantung dengan baby sitter,,,akhirnya pelan pelan membentuk pola pikir saya tentang seorang anak,

Ibu saya pun kelihatan takjub melihat saya mampu mengurus bayi itu tanpa bantuan,,,yang menyebalkan sering terucap dari beliau,,,"gak nyangka si Asyar bisa hidup, padahal kamu sendirian" ...grghhh!..disangkanya aku tukang jagal anak kali,,,ha,,ha

03 Januari 2009

Hakikat

Agama Hindu dan Budha pada perkembangan selanjutnya bersinkretis menjadi Syiwa Budha. Ajaran ini dasarnya sangat mirip dengan Islam seperti larangan memakan daging babi, minum minuman keras, dan membungakan uang.
Hakikat ajaran Syiwa Budha hanya berbeda dalam penamaan. Jika Syiwa sbg pangkal penciptaan mahluk yang diciptakan-Nya disebut dengan nama Brahma, maka dalam Islam Allah sbg pangkal penciptaan disebut dengan nama al-Khaliq.
Syiwa sebagai Maha Pemurah dan Maha Pengasih disebut dengan Sankara, Allah yang Maha Pengasih dan Pemurah disebut ar-Rahman ar-Rahim.
Lambang Lingga yang dijadikan sarana bantu bagi pemujaan terhadap Syiwa hampir sama dengan Ka'bah sebagai kiblat oleh orang Islam. Mungkin perbedaannya jika Ka'bah berada di satu tempat dimana kiblat umat Islam dunia diarahkan ke situ, sedangkan Lingga bisa berada di tiap tempat yang dijadikan pemujaan.
Surga dalam Syiwa Budha ada 7 tingkatan (Bhurloka, Bhuwarloka, Swarloka, Maharloka, Janarloka, Tapoloka dan Satyaloka) sama seperti dalam Islam (Ala'Iliyyin, al-Firdaus, al-'Adn, an-Na'im, al-Khuld, al-Ma'wah dan Darussalam).
Bahkan kalau diperhatikan tulisan Allah dalam huruf Arab mirip sekali dengan gambar trisula bercadik lambang Syiwa, Mahadewa yang bersenjatakan trisula.
Namun Syiwa Budha lebih banyak dianut oleh para pendeta dan kalangan elit istana, sedangkan penduduk asli saat itu banyak menganut Kapitayan, itupun telah campur baur dengan animisme.
Ajaran Kapitayan murni juga sangat mirip dengan Islam, yaitu memuja Sang Hyang Taya (hampa, suwung) tidak dilahirkan, tidak berawal tidak berakhir.
Istilah sholat pun dikenal dengan nama sembahyang.
Adapun tradisi peringatan kematian selama 7, 40, 100 dan 1000 hari yang umumnya dilakukan oleh orang di nusantara bukanlah berasal dari agama Hindu dan bukan juga merupakan adat kejawen. Tradisi ini dibawa oleh umat Islam yang mengungsi dari Campa yang beraliran Syiah. Tradisi Suro pun juga berasal dari Syiah dimana pada bulan tsb Sayyidina Husein cucu nabi Muhammad Saw terbunuh.
Agama Hindu hanya mengenal peringatan kematian 12 tahun sekali.