24 Juni 2013

Jakarta Berpesta

Di bawah sinar bulan Purnama, hati susah tak dirasa, 
Gitar berbunyi riang gembira
Jauh malam dari petang.

Suara biduan Keroncong Tugu mendayu-dayu, mengajak siapa pun yang lewat ikut merasakan elusan suara biola dan bas yang dibunyikan secara ritmis.




Bukan Jakarta kalo tidak ada pesta Hut yang meriah. Demikian juga hari ini, Sabtu bertepatan dengan Hut ke 486 bila dihitung sejak penaklukan oleh Fatahillah di tahun 1527.

Serentetan acara diadakan. Dari pagi panggung-panggung disiapkan di sepanjang Thamrin, dari Imam Bonjol sampai Monas.



17 Juni 2013

Melacak Cina Benteng di Tangerang

Anda tahu bahwa hampir 90% Cina Benteng adalah warga miskin?

Begitulah Udaya Halim membangunkan kami yang terkantuk-kantuk gara-gara hidangan peranakan lezat yang disajikan susul menyusul.

Kota Tangerang menyimpan banyak peninggalan budaya yang mencengangkan.  Kota yang terlihat gersang dan kumuh di satu sisi namun gemerlap di sisi lain (jika kita bicara seputaran BSD) sesungguhnya penuh dengan jejak peradaban yang tidak dapat disepelekan begitu saja.



Kali kedua saya mengikuti heritage walk yang diselenggarakan oleh GELAR, sebuah perkumpulan yang sejak tahun 1999 mengkhususkan diri untuk mengenalkan dan menggali budaya Indonesia. Tangerang menjadi pilihan kali ini.

14 Juni 2013

Jumpa Nasi Tim

Saat melirik makanan teman di sebelah lebih dari 20 tahun yang lalu,  penampilannya tidak menarik.

Nasi lembek berbentuk mangkok terbalik, di atasnya bertebaran ayam kukus berwarna coklat basah. Menu yang amat tidak merangsang selera sehingga tidak pernah berniat memesannya selama lebih dari separuh umur saat ini.

Sekarang pun masih ada keraguan saat memutuskan menu apa dari sekian banyak makanan yang tertulis dalam fotokopi kertas menu ini.

Akhirnya, saya memutuskan kalau tidak sekarang kapan lagi,,mengingat mood makan yang sering turun naik tak karuan.

 Dan ini lah dia...NASI TIM AYAM

02 Juni 2013

Antara Depok dan Cikini

Matahari menyorot ubun-ubun dengan garang.  Peluh mulai menitik di kening, perlahan mengalir. Punggung saya pun telah kuyup.

Berdiri tegak menghadap makam tua, dengan nisan bertuliskan bahasa Belanda.  Membaca nama yang terukir di situ : Cor De Graaf