29 Juli 2009

Apa kabarmu Belahan Jiwa?
Sudah lama kita tak bertemu.
Tampaknya pengembaraan panjang membuat jalan kita tak bersinggungan.
Angin yang bertiup hanya membawa kabar samar.

Tapi jangan kuatir,
Setengah jiwamu masih bersamaku, tersembunyi aman di dalam relung, hanya aku yang tahu.
Bagaimana dengan kepingan hati yang kutitipkan padamu?
Semoga ia tetap utuh dan menemanimu dalam perjalanan hidup.

Sekilas kita saling menyapa di suatu persimpangan, menceritakan pahit manisnya kehidupan
dan bersiap kembali melanjutkan takdir menuju arah yang berbeda.
Saling melambaikan tangan, tak lupa mengguratkan jejak untuk dapat dibaca antara kita.

19 Juli 2009

Teror Itu Bernama Militer

Ada ungkapan ungkapan jahil tapi mendekati kebenaran jika kita membandingkan pemerintahan Soeharto dengan pemerintahan pasca beliau berkenaan dengan teror bom yang marak di Jakarta.

Pada jaman Orba Jakarta sangat aman, ingat petrus? jangan harap bisa membuat kekacauan di Jawa jika masih ingin melihat anak keturunan, masa masa di mana stabilitas politik adalah harga mati. Iklim ekonomi yes politik no. Ali Moertopo dengan Opsusnya mempunyai kekuasaan hampir tak terbatas, setelah Soeharto tentunya. Pembunuhan masal oleh milisi dan tentara berlangsung aman di Timor Timur dan Aceh, jauh dari Jakarta. Tentara terutama AD menguasai segi segi kehidupan dari hilir sampai hulu.

Tidak ada yang abadi di dunia ini, rezim Soeharto tumbang, beberapa Presiden telah memimpin Indonesia. Mulailah teror bom marak di Indonesia. Indonesia pasca Soeharto telah menjadi negara bebas dalam banyak arti. Bebas mengeluarkan pendapat, bebas berdemonstrasi, bebas menebar teror.

Entah apa karena dana militer yang hampir habis dipangkas membuat aparat keamanan dan BIN loyo atau memang militer sendiri yang bermain.

Siapa yang bisa membantah peran militer saat penerapan DOM yang berkepanjangan di Aceh. GAM justru memperoleh suply senjata dari TNI. Mungkin saja ada bantahan itu adalah oknum tentara, tapi jika ratusan unit senjata bisa diperjualbelikan maka yang terlibat bisa jadi institusi. Perang Aceh menjadi lahan bisnis tentara. Kita tentu masih ingat pembantaian pesantren Tengku Bantaqiah. Tengku Bantaqiah adalah seorang ulama yang disegani di Aceh. Tuduhan sebagai salah satu Menteri GAM membuatnya divonis penjara selama 20 tahun. Saat Habibie menjabat sebagai Presiden ia dibebaskan. Namun nampaknya militer tidak puas akan keputusan Panglima tertingginya itu dan membuat perhitungan sendiri. Pada tanggal 22 Juli sepasukan tentara menyerbu pesantren Bantaqiah dan tanpa ampun membunuh Tengku Bantaqiah berikut santri santrinya yang sama sekali tidak bersenjata.

Adapun situasi Aceh yang kian membaik membuat TNI kehilangan lahan bisnisnya. Masa paceklik bagi TNI sudah dimulai dengan lepasnya Tim Tim melalui jajak pendapat tanggal 30 Agustus 1999

Timor Timur adalah contoh pahit invasi militer sebuah negara, dimana negara tersebut justru mengingkari salah satu ayat dalam pembukaan UUD nya sendiri "Kemerdekaan itu adalah hak setiap bangsa......".

Jika Fretilin mengumumkan kemerdekaan Timor Timur pada 28 November 1975, hak apakah yang dipunyai oleh Indonesia untuk melancarkan operasi Seroja dengan menerjunkan ribuan prajurit pada tanggal 7 Desember 1975? Apakah dasarnya adalah Deklarasi Balibo tanggal 30 November yang ditandatangani partai partai seperti UDT, Apodeti dan KOTA untuk berintegrasi dengan Indonesia. Aneh karena sebelumnya pada bulan Juni 1974, Adam Malik sebagai Menlu telah mengirimkan surat kepada Ramos Horta yang isinya mendukung perjuangan Timor Timur untuk merdeka.

Perintah PBB agar pasukan Indonesia meninggalkan Timor Timur tidak diacuhkan.

Pada akhirnya diketahui bahwa deklarasi Balibo adalah akal akalan militer Indonesia untuk mensahkan invasi tersebut. Penguasaan Timor Timur telah direncanakan jauh hari sebelumnya dengan dukungan Amerika.

Yang terjadi setelah invasi itu bisa ditebak, Timor Timur menjadi ladang bermain bagi TNI. Dana APBN untuk militer dikucurkan hampir tanpa batas. Pembentukan milisi pro integrasi, pam swakarsa, dan pasokan senjata. Bukan tidak mungkin konflik bersenjata justru dipelihara oleh para pimpinan TNI sendiri, teringat pembicaraan dengan seseorang beberapa waktu yang lalu, bahwa tanah tanah yang dimiliki oleh para Jenderal di Tim Tim justru dijaga oleh Fretilin.
Ribuan prajurit dan rakyat Timor Timur mati sia sia karena permainan ini. Infrastruktur yang dibangun tidak sebanding dengan tumbal yang diberikan.

Insiden Santa Cruz di tahun 1991 pun akhirnya hampir pasti menggambarkan adanya persaingan internal di kalangan militer sendiri antara LB Moerdani dan Prabowo yang berakibat pencopotan Sintong Panjaitan sebagai Panglima Komando Udayana. Walaupun hal ini dibantah habis habisan oleh Militer. Insiden ini mengambil nyawa puluhan demonstran.

Peristiwa ini coba ditutup tutupi oleh tentara namun sialnya sebuah rekaman peristiwa tersebut sempat lolos dan ditayangkan di luar negeri. Rekaman yang akhirnya semakin memojokkan posisi Indonesia.

Rantai pembunuhan yang mengerikan itu akhirnya diputuskan oleh seorang sipil bernama BJ Habibie yang secara mendadak terpaksa harus maju memimpin Indonesia yang porak poranda akibat kerusuhan Mei 1998. Hasil referendum yang diumumkan tanggal 4 September 1999 menghasilkan keputusan Timor Timur lepas dari Indonesia.

Tidak semua orang puas dengan hasil tersebut; para veteran perang, keluarga yang ditinggalkan, milisi pro integrasi bereaksi keras. Eurico Guterres seorang pimpinan milisi pro Integrasi bahkan diseret ke Cipinang akibat pelanggaran HAM. Guterres mungkin adalah salah satu tumbal bagi pro integrasi, entah apa ia menyadari bahwa dukungan murninya bagi pro integrasi justru dimanfaatkan militer demi melanggengkan cengkeramannya di daerah konflik tersebut.

Satu hal yang bisa dipetik, militer memang tidak boleh dibiarkan menguasai segala aspek kehidupan. Dengan senjata, strategi dan rekayasa politik serta hierarki yang ketat mereka bisa berbuat apa saja.

Rakyat Sipil harus bekerja keras mengejar ketertinggalan dalam bidang strategi politik yang sudah sangat matang dikuasai oleh militer.

(berbagai sumber)

08 Juli 2009

Bhisma Dewabrata

Matahari baru saja terbenam sempurna di padang Kuru.

Malam ini adalah hari penghabisan dari perang maut tersebut. Esok segalanya akan ditentukan.

Bhisma Dewabrata menghembuskan nafas perlahan, ia melangkah keluar memandang cakrawala hitam terbentang. Terdengar lengkingan burung pemakan bangkai berpesta mayat korban barata yudha.

"Hampir tiba waktunya, Amba"....ia berdesis. Ia memejamkan mata, lintasan kenangan hampir 50 puluh tahun silam berpendaran. Masih tercium jelas wangi tubuh yang lunglai di pangkuannya, Sekar Kedaton keraton Kasi.

Mata indah Sang Dewi sayu memandangnya, "Aku menunggumu, Kakang...kelak sukmaku akan menjemputmu."

Bhisma membuka matanya, kembali ia menengadah dan berbisik "Maafkan aku Amba, aku terlalu bangga dengan sumpahku untuk wadat seumur hidup sehingga aku tidak mau menerima kenyataan bahwa kau sudah mengguncangkan gairahku. Panah itu terlepas tanpa sengaja, karena keangkuhanku."

Perlahan ia pun kembali ke perkemahan, sekali sekali matanya menjelajah langit seakan mencari sosok yang selalu dirindukannya sebelum kembali larut dalam semadi.

Menjelang tengah malam ia terjaga, terlintas senyum dibibirnya. "Dewiku..." bisiknya, teringat pertemuan dalam semadi. Bhisma yang selama ini teguh menjaga kewadatan, mengikat angan angannya kini luruh. Ia kembali menjadi manusia dalam semadinya, membiarkan hasratnya bertemu dengan Amba menjelang akhir tugasnya sebagai senopati pamungkas dalam perang suci ini.

Lelaki itu bersiap lahir batin, telah berkeramas dan digelungnya rambut dengan rapi. Fajar pun menyingsing, dengan kereta perang dan dada tengadah ia memimpin pasukan Hastinapura menuju kurusetra.

Bhisma Dewabrata, ksatria istimewa pilihan dewata itu mendongak sekali lagi dan tersenyum ya,..Amba, kekasihnya tersenyum, menunggu di pintu gerbang Nirwana. Sementara dari kejauhan Srikandi memandangnya dengan tajam.

"Sebentar lagi..Amba.." bisiknya pasti.

07 Juli 2009

Harta Karun Soekarno

Mistis......itu yang tercermin jika muncul pembicaran tentang harta karun Soekarno. Topik yang sengaja atau tidak telah berkembang menjadi komoditas sensasi belaka.

Hari ini saya kedatangan seorang kerabat. Seperti biasa koleksi buku buku saya dibongkar untuk dibaca sambil menonton TV. Menjelang sore beliau pun pamit pulang, sebelum pulang saya sempat melirik sebundel laporan yang dijilid berbahasa Inggris, sekilas judulnya mengenai investigasi perburuan emas dunia yang tentu saja membuat saya gatal bertanya.

Tanpa sengaja pembicaraan tentang emas menyinggung tentang harta Soekarno. Ketika saya iseng bertanya benarkah ada harta karun Soekarno, beliau hanya mengangguk pendek. Penasaran, karena saya tahu pasti orang ini bukanlah tipikal manusia yang percaya mistis, bahkan cenderung teramat rasional.

Sambil tersenyum, seakan menguji pengetahuan sejarah saya. "Masih ingat tentang New Emerging Forces? " tanyanya. Spontan kepala saya mengangguk, tentu saja itu adalah gerakan negara negara baru merdeka yang dipelopori Soekarno pada tahun 60-an untuk menghadapi kekuatan kapitalis Amerika dan sekutunya.

Kembali beliau mengangguk ngangguk dan menambahkan "Nefo atau New Emerging Forces -nya bung Karno memang untuk melawan kapitalis barat, bahkan lebih jauh lagi ingin membuat gabungan mata uang sendiri melawan dollar seperti halnya Euro pada masa kini."

Melihat saya ternganga, kembali meluncur pertanyaan "jadi apa yang dibutuhkan untuk mata uang baru itu?"................."cadangan emas yang besar..." jawab saya lemah.

"Tapi itu berarti bukan harta Soekarno, karena cadangan emas itu didapat dari negara negara dalam Nefo..yang berarti para kepala negara waktu itu seperti Norodom Sihanouk juga terlibat dalam pengumpulan." tambah saya ngotot.

"Memang bukan, tapi emas itu memang ada, dokumennya tersimpan rapat di Union Bank of Switzerland. Entah siapa yang telah ditunjuk sebagai yang berwenang untuk membukanya, tidak ada yang tahu." kata lawan bicara saya tersebut.

Tentu saja kening saya makin berkerut...Nefo adalah forum resmi yang didirikan oleh para pemimpin terkemuka Asia pada masa itu. Jadi jika ada pengumpulan cadangan emas yang besar sudah tentu didokumentasikan resmi oleh masing masing negara donor. Aneh rasanya jika hal sebesar itu hanya dipegang oleh satu orang misterius. Lagi pula seberapa kaya negara negara dunia ke 3 pada masa itu, Indonesia jelas sedang melarat, Kamboja masih merangkak, Nehru masih menghadapi pergolakan di India, sementara Josip Broz Tito masih harus menjaga Yugoslavia agar tidak terlalu menjadi pengikut Stalin

Tapi nampaknya pertanyaan itu harus saya telan sendiri karena lawan bicara saya tergesa gesa pamit setelah tertunda karena pembicaraan ini.

"Berkunjunglah ke rumah kalo ingin melihat dokumen hasil penyelidikan sementara ini, memang masih banyak hal hal yang jadi pertanyaan,,," kata beliau lagi.

Tentu saja saya akan segera berkunjung, bukan hartanya yang menjadi fokus perhatian tapi latar belakang penyimpanan dan kemisteriusannya yang menjadi pertanyaan. Tapi tanpa bisa dicegah benak saya tiba tiba teringat dengan para pemimpi yang keblinger seperti Soenuso Goroyo dan Said Agil Al Munawar yang dengan gilanya menggali situs batutulis demi harta Soekarno.