31 Maret 2011

207 hari

Agresi Belanda 1948, kota Yogya porak poranda. Henky, nama kecil HB IX dengan geram bergegas menemui Bung Karno dan Bung Hatta. Panglima Soedirman yang tengah tergolek akibat sakit paru paru parah seperti mendapat kekuatan gaib dapat bangkit. Hanya dengan mengenakan piyama berselubung mantel coklat, mantan guru Muhammadiyah tersebut bergegas menuju gedung agung.

Pembicaraan serius tengah terjadi. dengan tergesa gesa kawat berita segera dilayangkan. Bung Karno menemui Soedirman. ajakan gerilya disambut gelengan kepala oleh Bung Karno. "Tempatku bukan gerilya" demikian kata Bung Karno. Soedirman terpaku, seolah tak percaya. Bung Karno pernah berjanji untuk memimpin gerilya jika Belanda kembali menyerang.

Sementara kawat yang dilayangkan tidak pernah sampai. Isi kawat yang melimpahkan wewenang pembentukan pemerintahan darurat jika para pemimpin negara sampai ditahan Belanda.

Nun jauh di Sumatera, Kuding tersentak, berita yang sempat ditangkap mengatakan bahwa Yogya telah jatuh. Berita yang membuat para pemimpin seperti Kuding, nama panggilan Syafrudin Prawiranegara yang menjabat Menteri Keuangan sekaligus Kemakmuran, Teuku Muhammad Rashid atau Residen Rashid dan lain lain segera berunding. Membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Sejak saat itu ibu kota pindah ke Bidar Alam, perkebunan teh Halaban. Mandat sebagai Presiden dipegang oleh Kuding dengan wakil
Teuku Rashid.

Selama 207 hari PDRI berdiri, mengumandangkan pada dunia bahwa Republik masih ada. Sementara Soekarno, Hatta dan pemimpin lain diasingkan ke Bangka. penghujung hari Kuding dan kawan kawan tersentak bahwa pemimpin yang diasingkan di Bangka berunding dengan Belanda. Ada rasa marah dan kecewa, bukankah dengan mandat yang ada PDRI harusnya Bung Karno, Hatta dan Syahrir tidak berhak mengadakan perundingan apa pun yang mengatasnamakan bangsa Indonesia.

Soedirman yang sedang bergerilya pun mengirimkan surat bernada keras mempertanyakan wewenang para tracee Bangka tersebut.

Namun lagi lagi kebesaran jiwa para pemimpin yang menyelamatkan negara dari perpecahan. Kuding dengan jiwa besar mengembalikan mandat kepada Bung Karno. Soedirman akhirnya kembali dari gerilya dan disambut dengan segenap keharuan dari rakyat Yogya.

Benar benar 207 hari yang heroik.

27 Maret 2011

Maritime Security

Bagi yang kemarin sempat menyimak dialog tentang security defense dan national interest dengan narasumber Connie Rahakundini akan mendapat sedikit pencerahan tentang arah tujuan negara negara dunia dengan segala keterbatasan sumber daya alam yang ada.

Bahwa sebaiknya Indonesia mulai mengedepankan national interest, daripada menjadi anak manis di bawah selubung politik bebas aktif (ini sih kata kata saya). Harus diakui bahwa Indonesia belum punya visi yang jelas tentang konsep pertahanan untuk mengamankan perairan dan udaranya. Apalagi untuk bersifat agresif ke luar.

Sementara ada negara adidaya yang tanpa malu malu menginvasi negara lain, demi kepentingan nasional. Lihat Libya? terlepas dari apakah pemerintahan Qadafy tidak sesuai dengan ajaran demokrasi modern, cukup memalukan melihat gabungan negara Eropa dalam NATO serentak menyerbu Libya dengan alasan melindungi rakyat sipil. Banyak tudingan sinis diarahkan pada Amerika yang terlihat bernafsu menurunkan Qadafy. Tentu saja ada kepentingan yang lebih besar dibanding sekedar melindungi rakyat Libya,,dan itu adalah Minyak Bumi.

Kembali pada Indonesia, tentu saja Indonesia tidak akan mengalami situasi seperti Irak atau Libya. Bukan karena kita mempunyai kedaulatan penuh atas negara melainkan karena banyaknya perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Blok blok migas kita dikuasai oleh korporasi International seperti Freeport, Exon atau BP.

Libya atau Irak diacak acak oleh Barat karena penguasaan hasil bumi dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah Libya.

Sedangkan Indonesia, dengan kekayaan darat dan laut yang luar biasa malah membiarkan pihak asing mengambil manfaat dari situ. Bahkan ada yang mengatakan bahwa kapal kapal yang melintasi terusan Suez masih kalah dengan kapal asing yang melintas perairan Indonesia baik legal belum lagi yang ilegal.

Anehnya pemerintah Indonesia masih belum tergerak untuk memfokuskan perhatian kepada maritime security dan malah sibuk dengan terorism security. Angkatan Udara kita masih berkutat di wilayah Jawa dan Sumatera. Sementara angkatan laut tertatih tatih menjaga perairan yang begitu luas.

Malaysia dan Australia lebih serius dalam mengurus wilayah laut mereka. Begitu pula India. Indonesia akan terjepit di tengah 3 kekuatan.

Selama pemerintah tidak belajar dari beberapa pemerintahan sebelumnya dan tidak punya visi dalam mengusung national interest, maka tidak usah heran jika kita selamanya tetap menjadi mainan pihak barat.

23 Maret 2011

HOY ,,,BANJAR

Saya tidak tahu kenapa timbul ide untuk ke Banjarmasin, semula hanya pembicaraan iseng berlanjut dengan pemesanan tiket on-line. Tak ada salahnya, pikir saya, mumpung ada kesempatan cuti.

Pesawat mendarat di bandara Syamsudin Noor pukul 12:45 siang, Memasuki bandara saya mengedarkan pandangan, nyengir sekilas,,,tentu saja tidak ada mesin minuman otomatis seperti di bandara Soetta dimana saya cukup menyodorkan uang 5,000 perak dengan catatan uangnya masih layak, tidak lecek, sobek atau basah, pencet tombol,,keluarlah Milo panas.

Menyandang ransel lumayan berat, celingak celinguk dengan teman mencari penjemput, Kak Ijul

06 Maret 2011

Gerakan 30S

Dari beberapa buku tentang G30S (tidak boleh lagi mencantumkan kata PKI setelah kata G30S, karena banyak fakta yang meragukan gerakan itu adalah murni gerakan PKI) katakanlah buku Dalih Pembunuhan Masal dari John Rossa yang dilarang oleh Kejakgung, analisis dari Asvi Warman Adam, Pledoi Pembelaan Soebandrio, Menyingkap Kabut Halim, Cornell Paper-nya Ben Anderson (sayang, belum terbaca lengkap) atau kilasan analisa Harold Crouch, semua sepertinya sepakat bahwa gerakan itu mustahil dibuat oleh PKI secara bulat.

Mungkin disini saya tidak boleh memakai kata Kudeta, lebih tepat jika dipakai kata Putsch yang berarti sekelompok orang dari suatu bagian dari angkatan bersenjata (militer) yang bertujuan merebut kekuasaan.

Namun dari mana ide Putsch tersebut? apakah PKI berhasil membujuk para perwira yang menjadi simpatisannya untuk melakukan makar? Terlibatkah Soeharto dengan peristiwa tersebut mengingat dari Angkatan Darat sebagai pelaku utama berasal dari Divisi Diponegoro. Apa Soekarno mengetahui bahwa jenderal jenderal tersebut akan dihadapkan kepadanya namun tidak menyangka mereka akan dibunuh.

Dari beberapa buku diperoleh keterangan bahwa isyu tentang adanya gerakan tersebut telah beredar dan tidak hanya Soeharto yang memperoleh informasi tersebut, Ada Komodor Udara Leo Watimena, Jenderal Soetojo, bahkan Waperdam Chairul Saleh sempat menanyakan dokumen yang menyebutkan bahwa PKI akan melakukan makar, walaupun dibantah oleh Aidit. Namun informasi itu berlalu begitu saja, entah karena sudah sangat sering beredar informasi serupa atau bagi beberapa orang hal itu sengaja didiamkan untuk dapat bermain kemudian.

Apakah G30S sengaja disiapkan untuk gagal mengingat kacaunya koordinasi antar pasukan. bahkan menurut sebuah buku, tidak ada radio untuk berkomunikasi antar sesama pasukan di lapangan. Letkol Untung yang disebut sebut sebagai pimpinan gerakan ternyata tidak berada di hierarki paling atas, demikian pula dengan Aidit sebagai ketua CC PKI. Pusat komando justru berada di tangan Sjam Kamaruzaman.

Aneh jika Pasukan Tjakrabirawa yang terlatih ternyata bagaikan pasukan amatir malam itu. Di luar pertanyaan siapa dalang peristiwa itu, hampir semua tulisan dan buku sepakat bahwa Soeharto lah yang paling beruntung.

Soeharto, yang selama ini tersisih karena kasus penyelundupan tidak cocok dengan Ahmad Yani dan Nasution, peristiwa ini membawanya ke pucuk pimpinan Angkatan Darat. Bahkan ia berani menentang Soekarno yang menempatkan Jenderal Pranoto Reksosamudra sebagai caretaker di Angkatan Darat.

Sidang mahmilub yang menempatkan semua yang dituduh terlibat gerakan itu hanya memberikan pilihan hukuman mati atau seumur hidup tidak memberikan kesempatan bagi para tersangka untuk membela diri.

Bahkan Aidit yang harusnya ditangkap hidup hidup untuk dapat diproleh keterangan malah ditembak mati.

Kesaksian Kolonel Latief yang mengatakan bahwa Soeharto telah diberitahu menjelang gerakan, tidak digubris. Chairul Saleh yang dari awal menentang PKI ditangkap hanya karena ia seorang Soekarnois.

Tidak heran setelah Orde Baru banyak kecurigaan diajukan terbuka kepada Soeharto..

Dalam pledoi Sudisman, memang diakui elit PKI mengadakan gerakan, tapi itu ditujukan untuk membawa para Jenderal yang dianggap mbalelo ke hadapan Soekarno bukan untuk membunuh apalagi merebut kekuasaan. Sudisman dengan jantan meletakkan semua kesalahan para pimpinan PKI di pundaknya.

Tak ada tembak menembak antara pasukan AU dengan AD di daerah Halim seperti yang selalu diberitakan, bahkan pasukan AU bersikap aktif dan kooperatif, dibuktikan dengan bolak baliknya Kapten AURI Kundimang membawa pesan saat pasukan Sarwo Edhie berhadapan dengan pasukan AURI

Tak ada bukti penyiksaan dan tari tarian masal seperti yang digambarkan dalam diorama Lubang Buaya. Namun tentara tidak mencegah beredarnya berita palsu tersebut, apalagi Harian Berita Yudha dengan gencar bahkan terkesan memanasi keadaan dengan tulisannya.

Malam Jahanam yang menimbulkan akibat jauh lebih jahanam berupa pembunuhan masal dan diskriminasi puluhan tahun bahkan terhadap orang yang hanya dicurigai. Sebelumnya PKI memang telah bertindak jauh dengan aksi aksi masa mereka dalam melaksanakan land reform yang mengakibatkan terdesaknya para tuan tanah yang kebanyakan adalah para Kyai. Namun pembunuhan masal terhadap ratusan ribu simpatisan adalah tidak dapat dibenarkan. Tentara terlihat sekali mendiamkan kejadian ini.

Untunglah hari hari itu telah berlalu dengan jatuhnya Orde Baru.