29 Maret 2014

Societeit Concordia Kini

Jalan Asia Afrika, Bandung.  Mungkin orang mengenalnya karena merupakan jalan utama yang terletak di kawasan mahal dan bersilangan dengan jalan Braga yang ngetop.  Lalu lintas yang padat dengan pengendara yang tidak sabaran membuat para pejalan kaki tidak nyaman untuk menikmati sepotong sejarah di jalan  ini.




Tapi mungkin orang luar Bandung jarang memperhatikan bahwa apa yang ada di jalan itu selain dua bangunan bersejarah hotel Savoy Homan dan hotel Preanger di jalan Asia Afrika, terdapat bangunan bercorak art deco lain yang terpelihara dengan baik di antaranya bekas bangunan NV Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank yang menjadi Bank NISP dan setelah diakuisisi OCBC menjadi OCBC NISP, satu lagi adalah Gedung Merdeka yang dulunya bernama Societeit Concordia.

Gedung Merdeka dikenali dari jejeran tiang bendera yang memajang bendera dari berbagai macam negara yang menjadi anggota Konferensi Asia Afrika (KAA).  Memang dibandingkan dengan penampilan gedung-gedung yang disebutkan di atas, penampilan Gedung Merdeka tidak terlalu mencolok

Padahal antara Gedung Merdeka, Hotel Savoy dan Hotel Preanger terdapat jalinan cerita sejarah yang menarik sehubungan dengan sejarah diadakannya Konferensi Asia Afrika yang pertama yang akhirnya menjadi cikal bakal KTT Non-Blok.  Dalam konferensi yang diselenggarakan tahun 1955 Gedung Concordia sebelum berubah menjadi Gedung Merdeka menjadi tempat meeting para delegasi yang menginap di Hotel Savoy dan Preanger sehingga mereka cukup berjalan kaki menuju tempat konferensi.

Gedung Concordia sendiri dipilih karena memang awalnya merupakan tempat pertemuan bagi para elit kota Bandung yang dirancang oleh dua guru besar ITB yang dulu bernama Technische Hoogeschool te Bandung, Van Galen dan Wolff Schoemaker.  Schoemaker sendiri adalah pembimbing Soekarno saat masih menjadi mahasiswa bahkan pernah menawarkan posisi sebagai arsitek padanya.

Mata dunia seolah tertuju pada Bandung, terutama pada sepotong jalan yang semula bernama jalan Groote Post.  Gedung Merdeka menjadi salah satu saksi bisu bangkitnya kekuatan dunia ketiga yang sering disebut sebagai New Emerging Force yang digagas oleh Soekarno, U Nu, Nehru, Gamal Abdul Naser dan Mohamad Ali Jinah.

Lepas dari gegap gempita 58 tahun lampau, saat ini Gedung Merdeka difungsikan sebagai Museum KAA.  Sehari-hari gedung ini nampak sunyi walaupun cukup sering dikunjungi oleh para pelajar.


Dari puluhan kali saya menginjak Bandung, baru kali ini saya tergerak untuk menuntaskan rasa penasaran akan isi gedung ini.  Saya bergegas menuju pintu yang tertutup, namun kata akang yang sedang mengecat dinding museum saat ini adalah jam istirahat.  Saya melirik arloji yang menunjukkan pukul 12:30.  Museum akan buka kembali sekitar jam 13:30.  Waktu satu jam saya pakai makan siang dahulu di belakang museum, di sebuah kedai ramen bernama Mayashi.

Kelihatannya di gedung ini akan diadakan acara, terlihat kesibukan sekelompok orang sedang membawa-bawa bendera, deklarasi apa lagi yang akan diluncurkan di sini mengingat sekarang ini sedang musim kampanye legislatif.

Bulan April yang merupakan bulan lahirnya KAA tinggal sebentar lagi, terlihat museum ini sedang berbenah menyambut hari bersejarah itu.

Sekitar pukul dua siang kurang sedikit saya dan anak saya kembali ke museum.  Mengisi buku tamu dan mulai berkeliling.  Rupanya para pengunjung diarahkan untuk memasuki ruang besar yang ternyata adalah ruang konferensi.  Kursi-kursi tempat duduk para delegasi KAA masih asli dan terawat baik, bahkan pengunjung dipersilakan duduk sambil mendengarkan penjelasan seputar KAA dari guide museum.

Selesai mendengarkan kami keluar dan kembali ke lobby utama dimana foto-foto para delegasi dan para pembesar negeri terpampang.  Foto-foto itu diatur sedemikian rupa sehingga para pengunjung seakan ditarik ke masa lalu ditambah pencahayaan yang redup.  Ada barang-barang kuno seperti mesin tik tua.  Ah, saya ingat pernah mempunyai mesin tik gaya kuno begini peninggalan Mbah, merknya saya lupa, Brother atau Oliveti.

Museum KAA ini memang tidak besar, karena memang berfungsi sebagai tempat konferensi namun tidak rugi mengunjungi tempat ini, tidak ditarik biaya pula.

Jadi, ke Bandung jangan cuma cari makanan, banyak peninggalan bersejarah yang layak dikunjungi.  Anak muda yang keren jaman sekarang adalah anak muda yang melek sejarah.





Tidak ada komentar: