11 Desember 2008

Ibu Bangsa yang terlupakan

Seorang perempuan cantik bertubuh mungil dengan sanggul dihiasi bunga merah. Berkilauan dibawah cahaya senja.

Itulah yang tampak oleh Kusno, Soekarno muda saat pertama kali melihat sosok Inggit Garnasih ibu kostnya di rumah Haji Sanusi di Bandung.

Saat itu Soekarno masih terikat perkawinan dengan Oetari, anak dari HOS Cokroaminoto, Inggit pun adalah istri Sanusi.

Tapi siapa yang kuasa mencegah asmara, Soekarno yang tidak merasa cocok dengan Oetari serta perkawinan Inggit dan Sanusi yang memburuk semakin menggelorakan niat dua insan ini untuk bersatu.

Oetari dikembalikan ke rumah orang tuanya, kini Soekarno adalah duda belia yang mempesona. Hubungan dengan Inggit pun semakin menggelora walaupun umur keduanya bertaut jauh. Inggit berumur 35 tahun sedangkan Soekarno baru 20 tahun.

Tak kuat memendam cinta akhirnya Soekarno melamar Inggit kepada suaminya, Kang Uci. Sanusi yang merasa perkawinannya tidak dapat dipertahankan lagi, rela menceraikan Inggit dan kemudian menjadi saksi pada pernikahan Soekarno dan mantan istrinya.

Kepada Sanusi pulalah Inggit dikembalikan, tatkala Soekarno kesengsem pada Fatmawati.

Di kemudian hari Inggit membuktikan bahwa ialah rekan seperjuangan Soekarno yang paling tangguh dan setia. Ia rela mengikuti Kusno-nya ke pembuangan, merelakan harta bendanya habis untuk perjuangan. Ia pula yang membiayai kuliah kesayangannya itu sampai lulus.

Inggit telah berperan menjadi kekasih sekaligus Ibu bagi Soekarno.

Tapi Inggit juga yang akhirnya menjadi kartu mati bagi Soekarno, saat usianya makin menua sedangkan Soekarno adalah seorang pria yang sedang berada di usia puncak penuh dengan kharisma yang memukau lawan jenis.

Hukum alam pun tak dapat ditolak, Singa podium itu terpikat pada mawar yang masih ranum, Fatmawati.

Saat itulah Inggit merasa tugasnya hampir usai, Ia cukup mengantarkan Soekarno sampai ke gerbang. Selanjutnya menjadi tugas Fatmawati untuk mendampingi Soekarno di tempat terhormat…sebagai First Lady.

Jadilah Fatmawati Ibu Negara yang kita kenal, sementara Inggit terlupakan dan menjadi kenangan yang kian mengabur.

Ia kembali berjualan bedak dan lulur dingin Kasai untuk menyambung hidupnya di Astana Anyar Bandung.

Sesaat sebelum berpisah jalan dengan Soekarno, ia sempat memanjatkan doa “Selamat Jalan, semoga selamat sampai ke tujuan”.

Doa yang tulus itu menjadi kenyataan, Indonesia merdeka dan Kusno-nya menjadi Presiden pertama Republik Indonesia.

Tidak ada komentar: