28 Maret 2009

Orang Atjeh

Apa yang dapat dipetik dari hasil penelitian Snouck Hurgronje yang berjudul De Atjeher? Belanda yang sekian lama dipusingkan oleh Atjeh Oorlog berhasil memecah belah Uleebalang dan Ulama dengan berbaik baik terhadap Uleebalang tapi bersikap keras pada Ulama karena para Ulamalah yang berada di balik perlawanan rakyat Aceh yang Militan. Di Aceh Ulama berperan penting dalam unsur agama dan sosial kemasyarakatan. Dengan adanya strategi yang digagas oleh Snouck itulah peranan Ulama dikurangi hanya boleh mengurusi soal soal agama saja.
Kedudukan kaum Uleebalang mungkin dapat disamakan dengan kaum Ningrat Aceh, dimana mereka cenderung berjiwa materialis sehingga taktik Belanda yang dianggap menguntungkan segera dimanfaatkan walaupun membahayakan perlawanan rakyatnya.
Sesuai petunjuk Snouck pula Belanda memanfaatkan para Uleebalang sebagai intel, mungkin strategi ini pula yang digunakan oleh TNI saat GAM dimana mata mata asal Aceh dinamakan dengan cuak.
Perpecahan di antara rakyat Aceh inilah yang berpuncak menjadi perang Cumbok di tahun 1946 dimana kaum Uleebalang dan Ulama beserta pendukungnya saling berhadapan sehingga memakan korban kurang lebih 1500 nyawa.
Ulama ulama Aceh memang berada di garis keras dalam perjuangan melawan Kolonial, mungkin berbeda dengan Ulama asal Jawa yang relatif lebih lunak sehingga tidak begitu berperan dalam perlawanan rakyat kecuali mungkin beberapa orang diantaranya.
Jika di Aceh Belanda harus bersusah payah mendatangkan seorang Snouck Hurgronje untuk meneliti perlawanan rakyat Aceh, sementara di Jawa Belanda dengan gampangnya merebut dan memecah mecah kerajaan Mataram karena para bangsawannya berlomba lomba menawarkan kerja sama yang menguntungkan demi sejengkal kekuasaan.
Bahkan Pakububuwono II telah menyerahkan kedaulatannya atas Mataram pada Belanda semata mata agar anak cucunya tetap menduduki tahta. Semenjak itulah Raja Raja Mataram yang akhirnya terpecah 4 dilantik oleh Belanda.

Membaca buku hasil penelitian Dennys Lombard tentang Kerajaan Aceh semakin membuka wawasan tentang si Anak Nakal Aceh, dengan kekayaan alam luar biasa yang berada dalam perutnya pantaslah jika para panglimanya menuntut suatu perlakuan sepatutnya.

Jika dulu Soekarno segera memberikan otonomi khusus kepada Aceh mungkin tidak akan ada Daud Beureh dengan DI/TII nya, mungkin beliau akan tetap menjadi Gubernur Aceh dan memberikan yang terbaik kepada republik, Hasan Tiro tidak perlu mengangkat senjata dengan GAM nya dan hijrah ke swedia, bisa jadi pula beliau akan menjadi salah satu diplomat andalan bersama dengan Ali Alatas.

Betapa yang seandainya itu dapat merubah sejarah kelam Aceh.

Tidak ada komentar: