31 Januari 2012

Membaca Darmogandul

Kiai Kalamwadi sedang memberikan wejangan kepada muridnya, Darmogandul.  Yang intinya menerangkan asal muasal kerusakan bangsa Jawa.

Membaca Serat Darmogandul buat saya cukup membingungkan.

Banyak nama yang sebenarnya lain dengan yang dimaksud.  Seperti Majapahit disebut Majalengka, padahal jika mau menggunakan nama lain Majapahit ada sebutan Wilwatikta.  Lalu penyebutan patih pendamping pada masa Brawijaya adalah Gajah Mada.

Serat Darmogandul tidak diketahui penulisnya dan disebut muncul sebelum perang Jawa pecah. Adapun jika menelaah isi serat ini mungkin seperti membaca ajaran Syech Siti Jenar hanya saja sangat campur aduk antara Islam, Kejawen dan sedikit Nasrani di sana sini.  Islam menjadi sebab musabab kehancuran Siwa Budha yang dianut oleh Majapahit.  

Ada penggambaran Syariat yang disebut sebagai Sarengat yaitu sare (tidur) sementara alat kelaminnya njengat (mengacung).  Mungkin penggambarannya mirip ajaran Tantra dimana persetubuhan dianggap sebagai ritual keagamaan, jika mengacu pada jaman Kertanegara pada masa Singasari.

Para Wali songo terutama Sunan Bonang dianggap sebagai sumber malapetaka karena mengipas ngipasi Raden Patah untuk merebut tahta Majapahit dari ayahandanya sendiri, Prabu Brawijaya.

Agak aneh, karena Sunan Bonang dan para Wali lainnya dikenal cukup akomodatif dengan budaya setempat.  Banyaknya suluk yang bermuatan tasawuf, akulturasi budaya yang tercermin dari tempat ibadah, seni pertunjukan sampai tembang,

Majapahit sendiri sudah sangat lemah karena perang saudara yang berlarut larut ditambah perselisihan keluarga setelahnya. Sangat wajar apabila kerajaan terkuat itu runtuh mengingat tiadanya figur kuat yang dapat mempersatukan wilayah kekuasaan seperti jaman kakeknya. Pun, keruntuhan itu bisa karena serbuan tentara Demak, atau daerah daerah yang melepaskan diri.

Dialog antara Sabda Palon dan Prabu Brawijaya menggambarkan ketidakrelaan abdi pemomong Raja tersebut ketika Sang Prabu berpindah memeluk agama Islam.

Lalu siapakah Sabda Palon dan Naya Genggong yang disebut sebagai abdi setia sang Prabu?  Disebutkan mereka sebagai mahluk halus, ada kesan Sabda Palon mewakili sosok Semar.

Hal ini juga sama membingungkan dengan kisah muksanya Prabu Brawijaya karena dalam Islam tidak dikenal istilah Muksa.  Muksa dikenal dalam agama Siwa dan Budha.

Penggunaan kata bestik untuk menyebut makanan berbahan daging juga mencerminkan pengaruh Belanda.

Lalu pembagian buah terlarang, seperti Budi untuk orang Jawa, Kaweruh untuk Nasrani dan Khuldi untuk Islam menunjukkan penulis serat ini lebih memihak Belanda. 

Memang terasa ada konflik kepercayaan terutama antara Kejawen (mungkin ini turunan dari agama Budi) dengan Islam.  Namun agak membingungkan karena dari adanya serapan kata kata asing, serat ini kemungkinan ditulis pada abad 19 dan Islam di Jawa adalah Islam hasil paduan dengan budaya setempat.

Membaca serat Darmogandul mungkin kita harus menempatkan diri sebagai pembaca prosa non sejarah dimana tokoh dan tempat bisa berada dimana saja tanpa terikat waktu dan lepas dari aturan aturan historis.

Namun, ungkapan ungkapan yang tertulis dapat diambil poin poin yang rasanya tidak rugi untuk diperhatikan dengan catatan jangan diambil unsur SARA-nya. Walau tidak tertutup kemungkinan isi serat ini dapat menyinggung perasaan umat Islam.


4 komentar:

Unknown mengatakan...

Pro kontra selalu ada dimana mana. Diri kita selalu pro kontra sering perang batin. Saya membaca komentator jadi ketawa sendiri.membenarkan atau menyalahkan yg semuanya belun tentu benar salahnya.

Unknown mengatakan...

Pro kontra selalu ada dimana mana. Diri kita selalu pro kontra sering perang batin. Saya membaca komentator jadi ketawa sendiri.membenarkan atau menyalahkan yg semuanya belun tentu benar salahnya.

aruqom mengatakan...

buto lu cayo :D

kouya mengatakan...

https://www.youtube.com/watch?v=A6aUtOMb2ZI