08 Januari 2012

Matahari Padam di Mataram

Pekik, sang  pangeran tua itu menghela napas, di hadapannya menantu sekaligus rajanya, Amangkurat I memandang dengan penuh kemarahan.

"Mataram sudah habis" Pekik bergumam dalam hati.  Ia memandang lurus mata menantunya, kini ia adalah tawanan, namun pangeran tua itu tidak gentar. Amangkurat I baginya adalah seorang raja lemah namun ia tak henti mengutuki ketidakberdayaannya sepanjang hayat saat membiarkan putrinya menikah dengan Amangkurat.

"Darah petani itu yang kini nampak jelas" Pekik tersenyum samar.  Menantunya itu adalah anak dari Mas Rangsang, Sultan Agung, keturunan Pemanahan, seorang petani. Tidak heran Mas Rangsang bernafsu mencaplok daerah timur yang merupakan kedudukan para Wali.

Matahari makin meninggi dan perlahan melangkah menuju barat. "Seperti Surabaya", desis Pekik.  Ia adalah putra dari Jayalengkara, Raja Surabaya, keturunan Sunan Ampel.  Surabaya kini hanya bawahan, begitu pula dengan Giri Kedaton..

Bagi seseorang yang awas akan sesuatu di depan, Pekik bukan tidak tahu apa yang kelak menimpanya, saat cucu kesayangannya Mas Rahmat, menginginkan calon selir ayahnya, Oyi.  Ia bukan tidak tahu sifat Mas Rahmat setali tiga uang dengan ayahnya, namun Pekik sudah siap.  

Bagi Pekik, biarlah Mataram yang busuk ini tenggelam, tak sanggup ia menyaksikan orang orang dari negeri seberang dengan bebas melenggang menginjak tanah ini. Menantunya tidak lebih dari seorang idiot berjiwa hewan.

Mas Rahmat diampuni, dengan mata kepala sendiri Pekik melihat Oyi, perempuan jelata itu menubrukan diri ke arah keris yang digenggam Mas Rahmat. "Astagfirullah!, mulutnya hanya bisa berkomat kamit menyebut asma Allah, berharap Oyi melakukan hal yang sama saat menghadap ajal, walaupun sia sia karena Oyi seperti halnya kawula mataram lain tidak kenal dengan lafal doa yang telah diakrabinya sejak kecil di pesantren Surabaya.

Pekik hanya bisa memandang geram terhadap cucunya, "Laki laki pinjungan!" umpatnya.
 
"Sayidin.." Pekik memanggil menantunya, Amangkurat I dengan nama kecilnya.  "Hei, Sayidin,,camkan lah, Mataram akan jatuh dalam kehinaan besar dan tidak pernah bangkit lagi. Raja rajanya hanya akan menjadi pejantan dengan puluhan selir !"

Sunyi makin membahana, matahari sempurna di peraduan.  Tubuh Pekik teronggok berlumur darah, namun kepala yang terpenggal itu sempurna membawa kembali harga dirinya yang pernah tergadai.


Tidak ada komentar: