28 Agustus 2012

Menjenguk Matahari dari Sikunir

Tempat terbaik menyambut matahari terbit adalah dari Bukit Sikunir yang terletak di desa Sembungan.  Semula berencana naik ojek, tapi mengingat udara yang luar biasa dingin, akhirnya diputuskan naik mobil karena katanya ada tempat parkir sebelum mendaki.

Selepas sahur sekitar jam 4:30 pagi mobil menyusuri kegelapan Dieng.  Ternyata makin lama jalan makin sempit dan curam sampai akhirnya hanya cukup untuk satu mobil,..ngtepas dengan jurang di bawah.  Sedan masih bisa kok, selama supirnya handal.

Sebelum memulai jalur curam tersebut ternyata ada komplek perumahan sebagai batas tanjakan..glek,,ternyata ada juga yang tinggal terpencil begini.
Disela perjalanan mendaki

Dan benar saja selepas jalur curam dan sempit terdapat tempat parkir lumayan luas...sudah ada beberapa mobil terparkir di sana.  Dan, mulailah pendakian....berbeda dengan Bromo yang langsung diserbu pemilik kuda, di sini sepi, tidak ada keroyokan seperti itu. Desa Sembungan dengan ketinggian sekitar 2300 dpl

Jalur mendaki ternyata curam, sempit dan belum tertata seperti di pananjakan.  Para pendaki terpaksa harus berpegang pada pepohonan di kiri kanan untuk menjaga keseimbangan...paru paru seperti mau pecah.

Dari puncak Sikunir
Butuh waktu hampir setengah jam berjuang menuju puncak Sikunir...sempat sangsi bisa sampai ke atas, mengingat rute yang sulit..bagi saya loh yang bukan anggota mapala.

Tapi akhirnya sampai juga, walaupun sempat berhenti beberapa kali,,,dan mataharinya ternyata tertutup kabut :)...walaupun akhirnya muncul juga malu malu.  Puncak bukit Sikunir berupa dataran yang tidak begitu luas dan begelombang.  Ada sekelompok orang yang membawa bendera merah putih mengingat hari ini adalah tanggal 17 Agustus.  Melihat gunung Sindoro dan Sumbing di kejauhan dan memandang ke bawah yang diselimuti awan, persis Bromo,
matahari malu malu


Telaga Cebong
Puas di sana, akhirnya semua berangsur angsur turun,  perjalanan turun sih gampang.  Ternyata di sebelah tempat parkir ada Telaga Cebong.  Tadi pas mendaki mah gak keliatan saking gelapnya.  

Jadi teringat dengan acara picnicholic yang kabarnya gak sukses itu....dimana pesertanya naik bis ke Dieng tapi jalurnya jelek, panitia dan supir gak tau jalan,,,kok bisa ya? kita mah lancar lancar aja.
Kawah mini

Mengingat loket Telaga Warna belum dibuka, akhirnya menuju Kawah Sikidang.,tidak jauh dari Sikunir.

Lokasi kawah
Seperti biasa lokasi kawah pasti panas, sarung tangan tidak diperlukan lagi, walau terasa angin sepoi sepoi.

Kawah Sikidang
Banyak kawah kecil bertebaran di sekitar kawah utama...Sambil mencium bau belerang, kita berjalan kaki menyusuri jalan berbatu.

Kata Andi, anak bu Sunarti yang mengantar kita, dulu kawah Sikidang lokasinya bukan di tempat sekarang ini melainkan beberapa meter sebelumnya. 
Cukup memandangi kawah, akhirnya pindah ke Telaga Warna.  Setelah membayar di loket, kita menyusuri semacam hutan kecil mengelilingi telaga, cukup terawat.  Foto telaga warna yang ngetop adalah gambar telaga dengan batang pohon menjorok ke tengah.  Makanya saya langsung mengenali landscape itu...untung pohonnya belum rubuh :)...Jadi saya juga mengambil gambar mirip dengan gambar yang telah terpampang di berbagai situs :)..

Menyusuri hutan kecil di seputar Telaga, ternyata ada gua gua kecil..arca Hindu, sayang gambarnya ada kamera Lumix  Nikon saya satu lagi dan belum terbaca di memori komputer sampai sekarang
Telaga Warna, versi kamera saya



SetelahTelaga Warna, kita menuju sumur Jalatunda,,Whoaa,,,ternyata hanya lubang besar, berisi air hujan mungkin....tapi emang mirip sumur sih kalau dari atas...hahahah.

Selesai jalan-jalan kembali ke penginapan dan bersiap siap melanjutkan perjalanan.

Sempat sarapan sebentar, sarapan?..iya saya ternyata datang bulan :)...jadinya sempat merasakan kentang goreng Dieng yang terkenal itu...memang terasa lebih manis dibanding kentang biasa.  

Well,,,Good bye Dieng, sampai  bertemu lagi.

Tidak ada komentar: