31 Maret 2009

Rayuan Maut Le Grand Seducteur

Banyak hal hal yang menarik tentang Bung Karno, walaupun aku bukan pengagumnya...tapi tidak bisa dipungkiri secara fisik dan intelektual beliau sangat menarik begitu pula kegemarannya akan keindahan wanita

Dari buku berjudul Istri Istri Soekarno ada banyak rayuan maut kelas tinggi yang sangat memikat bagi saya :

"Lak, tahukah engkau bakal istriku kelak? ...orangnya tidak jauh dari sini, kau ingin tau? boleh..Orangnya dekat sini kau tak usah beranjak, karena orangnya ada di sebelahku" (Soekarno kepada Utari Tjokroaminoto, istri pertamanya)


"Aku kembali ke Bandung..dan kepada tjintaku yang sesungguhnya." (Soekarno kepada Inggit Garnasih, istri kedua)





"Engkau menjadi terang dimataku. Kau yang akan memungkinkan aku melanjutkan perdjuanganku yang maha dahsyat." ("rayuan yang mematikan", kenang Fatmawati di kemudian hari - istri ketiga)






"Tien, I can't work without you. Meski kamu istri kedua (setelah Fatmawati-red), kamu tetap istri saya yang sah. Biarpun kamu tidak tinggal di Istana Negara, kamu tetap mejadi ratu. Kamu akan menjadi ratu yang tidak bermahkota di Istana Bogor." (saat meminta Hartini menjadi istrinya - yang keempat)




"Aku mencintai kamu, aku ingin kau membalas cintaku....sekarang juga saya minta kepastian darimu ya atau tidak" (kepda Kartini Manoppo - istri kelima)


"Kalau aku mati, kuburlah aku di bawah pohon yang rindang. Aku mempunyai istri yang aku cintai dengan segenap jiwaku. Namanya Ratna Sari Dewi. Kalau ia meninggal kuburlah ia dalam kuburku. Aku menghendaki ia selalu bersama aku." (kepada Naoko Nemoto yang kelak berganti nama menjadi Ratna Sari Dewi - yang keenam. Pernyataan ini membikin geger rakyat Indonesia masa itu)




Yatie adiku wong aju,

Iki lho alrodji sing berkarat kae. Kuliknakna nganggo, mengko sawise sasasi rak weruh endi sing kok pilih: sing ir
eng, apa sing dek mau kae, apa sing karo karone? Dus; mengko sesasi engkas matura aku. (dadi senadjan karo karone kok senengi, aku ja seneng wae).

Masa ora aku seneng! Lha wong sing mundhut wanodja palenging atiku kok! Adja maneh sakados alrodji, lha mbok apa apa ja bakal tak wenehke

(surat kepada istrinya yang ketujuh - Haryati)




Yury,
I came to you today,
but were out (to Wisma School)
I came only to say "I love you"

Yours,
Soekarno

(kepada Yurike Sanger, yang saat itu masih berstatus pelajar SMA - istri kedelapan)


Dear dik Heldy,
I am sending you some dollars,
Miss Dior, Diorissimo, Diorama
of course also my love,
Mas

(kepada Heldy Jafar, istri kesembilan - saat itu kekuasaan Soekarno mulai pudar)


(foto : Google)

29 Maret 2009

Situ Gintung

Baru saja mendatangi Situ Gintung untuk menyerahkan bantuan yang dikumpulkan dari warga Bukit Rivaria. Perjalanan menuju ke sana macet berat, walaupun jaraknya tidak begitu jauh dari Sawangan.

Perasaan tidak nyaman menyergap begitu sampai di lokasi karena harus melihat orang orang yang datang hanya untuk berwisata sehingga menghambat mobil mobil bantuan.

Sebenarnya aku sudah ingin meninggalkan lokasi setelah bantuan tadi diserahkan kepada relawan, tapi ibu ibu yang yang bersamaku ingin melihat lokasi bencana; Secara pribadi aku yakin para ibu tersebut tidak bermaksud berwisata, namun mengingat evakuasi yang masih berlangsung rasanya kurang bijaksana memaksakan diri ke lokasi tanpa bisa melakukan apa apa selain hanya untuk melihat walaupun sebelumnya kita membawa bantuan. Kehadiran orang orang yang tidak berkompeten malah hanya akan mengganggu proses evakuasi.

Sempat tercetus dari mulutku kalau seharusnya lokasi benar benar steril dari warga yang berdatangan tanpa kepentingan, tapi seorang ibu langsung menukas bahwa itu hak orang. Setidaknya sampai proses evakuasi selesai, sahutku agak kesal sambil menunjuk mobil ambulance dan beberapa mobil tangki pembawa pasokan air bersih yang terhambat tugasnya karena warga yang berjubel menonton, barulah Ibu temanku itu terdiam.

Seakan menjawab kekesalanku tadi ternyata jalan masuk ke tempat kejadian sudah diblokir sehingga setidaknya lokasi aman dari kunjungan wisatawan lokal.

Candi

Benarkah ada candi yang jauh lebih besar dari Borobudur?

Informasi itu tetap terngiang ngiang sewaktu membaca Candi Murca tahun lalu, mengingat latar belakangnya tidak mungkin penulis buku ini sekedar berfantasi. Kabar yang sama terdengar saat kunjungan ke Magelang tahun lalu, kuping terasa gatal karena tidak mendapat jawaban yang memuaskan.

Baru hari ini ada titik terang, setelah berkunjung ke web pak Langit, dalam salah satu threadnya ada nama candi Kajangkoso di kecamatan Dukun, Magelang. Ternyata setelah searching sebentar, ada laporan Kompas tahun 2001 tentang keberadaan candi itu yang diduga lebih besar dari Borobudur dan masih terpendam di dalam tanah. Sayangnya hanya itu informasi yang lumayan lengkap, belum ketemu informasi yang lebih update lagi.

Luar biasa,,nampaknya jika perut Jawa Tengah digali akan ketemu ribuan candi lagi...jika itu terjadi maka mungkin akan terdapat kota kuno yang sangat luas seperti halnya situs Trowulan.

28 Maret 2009

Orang Atjeh

Apa yang dapat dipetik dari hasil penelitian Snouck Hurgronje yang berjudul De Atjeher? Belanda yang sekian lama dipusingkan oleh Atjeh Oorlog berhasil memecah belah Uleebalang dan Ulama dengan berbaik baik terhadap Uleebalang tapi bersikap keras pada Ulama karena para Ulamalah yang berada di balik perlawanan rakyat Aceh yang Militan. Di Aceh Ulama berperan penting dalam unsur agama dan sosial kemasyarakatan. Dengan adanya strategi yang digagas oleh Snouck itulah peranan Ulama dikurangi hanya boleh mengurusi soal soal agama saja.
Kedudukan kaum Uleebalang mungkin dapat disamakan dengan kaum Ningrat Aceh, dimana mereka cenderung berjiwa materialis sehingga taktik Belanda yang dianggap menguntungkan segera dimanfaatkan walaupun membahayakan perlawanan rakyatnya.
Sesuai petunjuk Snouck pula Belanda memanfaatkan para Uleebalang sebagai intel, mungkin strategi ini pula yang digunakan oleh TNI saat GAM dimana mata mata asal Aceh dinamakan dengan cuak.
Perpecahan di antara rakyat Aceh inilah yang berpuncak menjadi perang Cumbok di tahun 1946 dimana kaum Uleebalang dan Ulama beserta pendukungnya saling berhadapan sehingga memakan korban kurang lebih 1500 nyawa.
Ulama ulama Aceh memang berada di garis keras dalam perjuangan melawan Kolonial, mungkin berbeda dengan Ulama asal Jawa yang relatif lebih lunak sehingga tidak begitu berperan dalam perlawanan rakyat kecuali mungkin beberapa orang diantaranya.
Jika di Aceh Belanda harus bersusah payah mendatangkan seorang Snouck Hurgronje untuk meneliti perlawanan rakyat Aceh, sementara di Jawa Belanda dengan gampangnya merebut dan memecah mecah kerajaan Mataram karena para bangsawannya berlomba lomba menawarkan kerja sama yang menguntungkan demi sejengkal kekuasaan.
Bahkan Pakububuwono II telah menyerahkan kedaulatannya atas Mataram pada Belanda semata mata agar anak cucunya tetap menduduki tahta. Semenjak itulah Raja Raja Mataram yang akhirnya terpecah 4 dilantik oleh Belanda.

Membaca buku hasil penelitian Dennys Lombard tentang Kerajaan Aceh semakin membuka wawasan tentang si Anak Nakal Aceh, dengan kekayaan alam luar biasa yang berada dalam perutnya pantaslah jika para panglimanya menuntut suatu perlakuan sepatutnya.

Jika dulu Soekarno segera memberikan otonomi khusus kepada Aceh mungkin tidak akan ada Daud Beureh dengan DI/TII nya, mungkin beliau akan tetap menjadi Gubernur Aceh dan memberikan yang terbaik kepada republik, Hasan Tiro tidak perlu mengangkat senjata dengan GAM nya dan hijrah ke swedia, bisa jadi pula beliau akan menjadi salah satu diplomat andalan bersama dengan Ali Alatas.

Betapa yang seandainya itu dapat merubah sejarah kelam Aceh.

25 Maret 2009

Fenomena AROK

Sisi gelap selalu berkisar pada diri Ken Arok, pemuda desa Pangkur. Lahir dari seorang wanita tanpa diketahui siapa ayahnya menjadikan Arok terbuang dan akhirnya menjadi seorang begal.

Walaupun demikian nampaknya sejarah memang berpihak padanya, walaupun dari kalangan tidak jelas namun dari Aroklah wangsa Rajasa lahir, kisahnya meloncat melampaui abad menorehkan sejarah yang sambung menyambung di tanah Jawa.

Beragam pujangga melukiskan Arok menurut versi masing masing, ada yang melukiskan sebagai manusia licik dan sadis, banyak pula yang menganggapnya "Robin Hood" tanah Jawi.

Tapi ada satu persamaan dari beragam kisah tentangnya, Arok telah membunuh Tunggul Ametung dengan meminjam tangan Kebo Ijo lalu menikahi Ken Dedes, perempuan yang dianggap sebagai ardhanareswari, wanita utama yang kelak akan menurunkan para Raja dan menguasai Tumapel sebelum akhirnya menjadikan Kediri karang abang.

Entah terinspirasi oleh kisah Arok, ada desas desus yang mengatakan Soeharto meminjam tangan PKI untuk "membunuh" bung Karno sehingga kursi penguasa jatuh ke tangannya. Kalau Ken Arok adalah senopati kepercayaan Tunggul Ametung, Soeharto adalah panglima Kostrad pada waktu itu sementara istrinya Siti Hartinah dipercayai sebagai pemegang wahyu kekuasaan sedangkan Kolonel Untung mirip dengan nasib Kebo Ijo.

Mungkin Arok sendiri tidak akan menyangka bahwa namanya akan menggaung sampai beratus tahun kemudian, mungkin pula ia bersedih karena kelakuannya ditiru oleh orang orang yang hidup setelah jamannya. Karena ia menyadari bahwa Singasari akhirnya tak lebih menjadi ladang pembantaian antara trah Tumapel dan trah Rajasa.

Akankah Indonesia mengulang sejarah kelamnya, setelah banjir darah tahun 1965 dan 1998, bukan tidak mungkin kutukan Mpu Gandring akan muncul lagi karena telah bermunculan Arok Arok modern.

22 Maret 2009

Republik yang baru lahir

Saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diumumkan, Temon baru menerima kabar itu seminggu setelahnya. Ia bersama laskar tentara baru saja kembali dari hutan setelah berbulan bulan mengikuti Pak Dirman, Panglima tertinggi gerilyawan.
 
Sejenak ia tenggelam dalam haru, terbayang peperangan yang telah dilakukannya selama ini dan Irah kekasihnya yang ditinggalkan dalam tempat pengungsian jauh di Boyolali sana. 


Setelah sekian lama akhirnya tercapai juga kemerdekaan yang diimpi impikan. Ia akan memulai hidup baru bersama Irah, membangun rumah keluarganya yang hancur dibakar oleh Jepang.

Namun ia tersentak, setelah ini apa yang bisa dikerjakan,,ia tidak mempunyai sawah sepetak pun, tidak ada simpanan harta benda; jika selama ini ia bersama laskarnya bisa makan dari hutan atau sumbangan para penduduk tidak demikian halnya setelah ia menikahi Irah dan membangun keluarga.
 
Temon adalah satu dari ribuan tentara yang gamang dalam menghadapi situasi baru. Di tingkat yang lebih tinggi para komandan batalyon tentara rakyat juga dicengkam oleh masalah yang sama, apakah yang dapat mereka lakukan setelah perang usai. Banyak di antara mereka yang hanya sempat mengecap pendidikan setingkat Kokumin Gakko atau Sekolah Dasar jaman Jepang.

 
Di negara yang baru memperoleh kemerdekaannya ini dimana seluruh infrastruktur hancur lebur, administrasi kacau balau dan tingkat keamanan yang rawan dimana peperangan masih sering terjadi semua orang merasa gamang akan masa depannya sementara Soekarno, Hatta, Syahrir dan para elit politik lainnya sibuk mempertahankan proklamasi melalui diplomasi.

 
Bagi para elit politik waktu itu hanya Jawa yang ada dalam pikiran mereka, luar Jawa masih ada dalam prioritas terakhir. Daud Beureuh, Kahar Muzakar mengangkat senjata untuk memisahkan diri.

 
Dengan tingkat kemelaratan dan buta huruf yang tinggi bagaimana bayi republik ini bisa berkembang. Dari bangsa jajahan yang hanya menerima perintah mendadak harus menentukan hidupnya sendiri. 


Selama berabad abad bangsa ini menjadi budak Portugis, Belanda dan Jepang sedangkan di abad sebelumnya giliran para Raja yang menentukan nasib rakyatnya tanpa menumbuhkan kesadaran akan haknya sebagai manusia.
 
Bagaimana ribuan tentara rakyat kebingungan mencari penghidupan setelah perang, sedangkan tentara profesional sendiri terbelah antara didikan Jepang (Heiho, PETA dll) dan ex didikan Belanda, masing masing berusaha berebut pengaruh, begitu pula dengan para politikus.

 
Mereka berlomba membentuk partai walau pada akhirnya hanya ada 4 partai besar : PNI, Masyumi, Murba dan PKI. Perebutan kekuasaan itu berimbas pada kabinet yang hampir selalu jatuh bangun.

 
Di sisi lain para politisi ini tidak cakap dalam administrasi negara, Soekarno selalu merasa dikejar kejar oleh revolusi yang dianggapnya belum selesai, Hatta seorang ekonom yang lebih realistis tapi tidak berdaya untuk mencegah partnernya. Tidak heran jika terjadi pengangkatan Presiden seumur hidup dimana TNI mendukung dengan harapan pengaruh PKI dapat dihambat. Nasution dan Ahmad Yani bersitegang mengenai kebijakan Angkatan Darat, sementara Marsekal Omar Dhani mulai dapat dipengaruhi oleh Aidit.

 
Para budayawan tidak mau kalah, LEKRA dan Manikebu saling caci di koran. Harian Rakjat sebagai koran LEKRA dan Indonesia Raja pendukung Manikebu.
Dengan UUD yang tidak menjelaskan secara khusus batas jangka waktu jabatan Presiden, label Presiden seumur hidup nyaris terjadi pada penerusnya Soeharto sehingga harus diturunkan paksa melalui peristiwa Mei 1998.

 
Peristiwa demi peristiwa nyaris meluluhlantakkan negeri ini, tidak dapat disangkal bangsa ini membutuhkan seorang administrator handal agar salah urus tidak berlarut larut.

17 Maret 2009

Jalan Sunyi

"Hmmmm..." suatu dengusan terdengar dari Kembangrum, Ia berjalan hilir mudik di dalam biliknya.

Benaknya hampir pecah dengan banyaknya peristiwa yang terjadi lantaran Gajah Narpati.

Hampir meledak rasanya, saat ia terpaksa menahan diri agar keadaan tidak menjadi semakin buram,,,

"Apakah aku harus merendahkan diri lagi,,atau sebaiknya kusudahi saja,,toh aku tidak akan mendapat apa apa" keluhnya tertahan...

Betapa ia merasa kesepian, tidak ada yang dapat diajaknya bicara tentang bebannya, tentang takdir yang membelitnya.

Betapa pun tabahnya,,,tetap ia tak sanggup menahan gigilan perasaan yang kian mencengkam.

16 Maret 2009

Ramalan SYAHRIR


Suatu ketidaksengajaan yang menyenangkan saat membaca edisi khusus tentang Sutan Syahrir. Bulan Maret ini adalah hari jadi Bung Kecil yang ke 100 tahun jika beliau masih hidup.

Syahrir adalah Perdana Menteri pertama Indonesia sekaligus yang termuda, beliau masih berusia 36 tahun saat dilantik menjadi Perdana Menteri.

Sebagai seorang penganut sosialis, Syahrir adalah juga seorang demokrat dan juga pemegang teguh humanisme. Baginya nasionalisme jika kebablasan akan jatuh kepada totaliter, untuk itu harus ada penghormatan terhadap hak hak individu.

Namun Syahrir juga seorang pemuja wanita. Seorang putri jelita, anak dari Sultan HB VII, Nurul Qamaril sempat membuatnya terpesona walaupun harus bersaing dengan Soekarno dan Sultan HB IX. Sayang hubungan ini tidak berlanjut.

Berbeda dengan Tan Malaka yang frontal dan radikal dalam sikapnya terhadap bangsa asing, Sutan Syahrir bagaikan bisa membaca masa depan, lebih percaya bahwa diplomasi akan melancarkan tujuan bangsa Indonesia untuk mendapatkan pengakuan dunia Internasional baik de facto maupun de jure. Untuk itulah ia tekun menapaki tangga diplomasi dengan pihak Belanda.

Pertemuan di Linggarjati, walaupun banyak ditentang namun harus diakui berhasil membuat PBB mengakui keberadaan Indonesia.

Pada akhir hidupnya, Syahrir harus rela tersingkir. Pembubaran Partai Sosialis Indonesia yang dipimpinnya oleh Bung Karno dan tuduhan atas keterlibatannya dalam gerakan Permesta untuk menggulingkan pemerintahan yang sah walaupun tidak pernah dapat dibuktikan membuatnya tersisih dan mendekam dalam penjara.

Sampai akhirnya takdir memanggilnya di Zurich, Swiss pada tahun 1966. Syahrir wafat dalam keterasingan.

Ternyata ramalan Syahrir menjadi kenyataan. Indonesia jatuh ke dalam pemerintahan diktator absolut atas nama nasionalisme.

12 Maret 2009

Piece of Me

Belakangan ini sering dikuasai perasaan sentimentil,,,,,berkaca kaca tanpa sebab yang jelas. Berusaha memandang jauh ke depan, mengira ngira berapa banyak tikungan yang harus dilewati.

Sekelam apa masa yang harus dijalani. Dengan sifat pemurung ini, aku adalah orang yang sangat menjemukan bagi orang lain.

Lamat terngiang A Love so Beautiful

We were too young
To understand
To ever know
The lovers drift apart
And that's the way love goes

And when I think of you
I fall in love again
A Love so beautiful
In every way

11 Maret 2009

Sekilas dalam Perjalanan

Ada yang menarik sepanjang perjalanan pulang kantor hari ini....di jalur warung buncit tiba tiba muncul 2 orang pengamen, membawa gitar dan biola.

Sudah lama juga pengamen ini tidak muncul, mungkin berselisih jalan. Cuma lain dengan group satunya yang memainkan lagu instrumental dengan biola. Yang ini menyanyikan lagu pop dengan iringan biola.

Syahdu sekali, mungkin karena jarang pengamen dengan biola,,,,,tiba tiba menjadi sentimentil, sedikit larut dalam perasaan sendu.

Mudah mudahan besok bertemu lagi.

09 Maret 2009

Posisi Belanda di Mata Indonesia

Bila kita membaca buku buku sejarah, barangkali terbersit pertanyaan bagaimana tanah yang pernah melahirkan kerajaan masyur seperti sriwijaya dan majapahit dapat ditundukan dengan mudah oleh VOC yang hanya merupakan suatu perusahaan dagang.

Jawabannya adalah karena kerajaan kerajaan di Indonesia tidak mempunyai cara pandang jauh ke depan sebagai bagian dari suatu negara besar bernama nusantara. Pandangan mereka hanya terbatas pada sekitar Jawa atau bahkan lebih sempit Yogyakarta, Surakarta, Bali atau Aceh saja.
Keadaan ini diperparah dengan saling memerangi antara mereka dan melibatkan VOC untuk mendukung gerakannya.

Coba simak laporan ini; tahun 1905 penduduk asli Indonesia diperkirakan berjumlah 37 juta jiwa. Seluruh orang Eropa yang bertugas di angkatan darat dan laut kolonial di Indonesia waktu itu hanya berjumlah 15.866 orang, tetapi orang Indonesia yang bertempur di pihak mereka berjumlah 26.276 orang dimana 68% nya adalah orang Jawa, 21% orang Ambon dan sisanya adalah orang Sunda, Madura, Bugis dan Melayu.

Apakah para Raja, Sultan ataupun Sunan pernah berpikir untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi rakyatnya; jawabannya pun meragukan.

Betapapun pahitnya namun harus diakui pemerintah kolonial lah yang menghapuskan kanibalisme, feodalisme dan pembakaran janda (bali).

Kedatangan bangsa asing dengan segala konsekuensinya memaksa bangsa ini berkenalan dengan teknologi yang lebih modern.

Politik Etis pun berasal dari pemikiran Van Deventer berkat adanya buku Max Havelaar. Berkat politik etis pula mulai berkembang paradigma baru diantara para pegawai kolonial. Sekolah dasar dan sekolah tinggi dibuka. AdalahTechnischee Hoogeschool di Bandung yang kelak dikenal sebagai ITB.

Anak anak priyayi disekolahkan. Salah satunya adalah Kartini, putri Raden Mas Aria Sasraningrat. Jika pemerintah Belanda membuka kesempatan luas terhadap anak para priyayi untuk mendapatkan pendidikan Eropa lalu siapa yang menghalangi perempuan ini untuk meraih pendidikan tinggi? tidak lain adalah keluarganya, bangsanya sendiri, bangsa Indonesia.

Kisah kartini menjadi terkenal, tidak lain akibat publikasi surat suratnya oleh J.H. Abendanon, Direktur pendidikan "Etis" yang pertama.

Pun, saat dibuka sekolah sekolah rendah untuk rakyat kebanyakan, hampir tidak ada penduduk pribumi yang tergerak untuk memasukkan anak mereka yang mungkin disebabkan oleh kemiskinan yang mencekik.

Para pemimpin yang akhirnya tersadar dari tidur panjang ini bukanlah berasal dari priyayi tinggi kalangan keraton, mereka adalah priyayi rendah yang memandang pendidikan sebagai kunci menuju kemajuan.

05 Maret 2009

Seputar KMB

Ada artikel menarik dari koran Suara Merdeka di tahun 2003 mengenai sejumlah besar uang yang dibayarkan Indonesia pada Belanda dan ternyata itu adalah uang ganti rugi atas dinasionalisasinya sejumlah perusahaan Belanda pada tahun 1956. Total yang dibayarkan sekitar 600 juta gulden. Yang menarik ternyata uang itu dikeluarkan bukan di jaman Soekarno sebagai pelaku nasionalisasi tersebut tapi justru di jaman Soeharto di tahun 1969 dan baru lunas tahun 2003 silam.

Tentu bukan baru kali itu Belanda menuntut pembayaran dari bekas negara jajahannya. Situasi aneh ini juga pernah dialami saat Indonesia baru memperoleh pengakuan kedaulatan.

Jika kita kilas balik saat perjanjian KMB di Riderzaal, Den Haag pada bulan Desember 1949, salah satu poin dalam perjanjian itu adalah Republik Indonesia Serikat harus mengambil alih hutang Hindia Belanda. Aneh karena Indonesia harus membayar biaya yang dikeluarkan Belanda untuk menindas dirinya.

Walaupun perjanjian itu telah dibatalkan karena RIS membubarkan diri dan kembali kepada negara kesatuan, namun kabarnya Indonesia telah menyetor 4 milyar gulden. Entah apakah uang tersebut dikembalikan atau bisa dibatalkan, tidak pernah ada konfirmasi. Tapi mengingat keadaan saat itu apakah mungkin Indonesia mempunyai dana 4 milyar gulden tersebut.

Tapi besar kemungkinan uang tersebut memang tidak diserahkan mengingat RIS hanya bertahan 7 bulan dengan demikian kepakatan KMB bisa dianggap batal.

Bila pernah membaca Rahasia Medee nya Es Ito, klausul ganti rugi itulah yang menjadi pembuka dalam fiksi tersebut. Misteri kenapa delegasi Indonesia bersedia menandatangani KMB walaupun merugikan dikembangkan menjadi kisah penelusuran emas VOC yang berawal dari persekutuan antara Arung Palaka, Spelman dan Jonker.

Kenyataannya memang ada persekutan di antara ketiganya untuk menghancurkan Kerajaan Gowa, tapi tidak ada harta karun VOC untuk membayar hutang.

Bukan berarti dengan kembalinya Indonesia menjadi negara kesatuan maka segala permasalahan selesai. Konsep negara federasi yang pernah diusung dalam KMB sempat menjadi wacana hangat dimana sejumlah daerah merasa pemerintah pusat terlalu otoriter dalam menerapan kebijaksanaan.

Konsep NKRI mulai dipertanyakan, selain Aceh yang ingin merdeka masih ada Papua yang tak kalah gencar ingin meniru jejak Timor Timor.

Namun sepertinya terlalu ekstrim jika ingin mengubah konsep menjadi negara federasi; terlalu mahal harga yang harus dibayar. Yang paling mungkin adalah menata kembali konsep NKRI yang masih bersifat otokratik dengan pemberian otonomi yang luas kepada tiap daerah untuk mengelola wilayahnya.

01 Maret 2009

Rumitnya sejarah


Membaca tentang sejarah Indonesia bagaikan mendulang emas di sungai, maksud saya sejarah Indonesia sebelum abad 15. Banyak informasi simpang siur yang harus dipilah pilah membingungkan untuk saya yang bukan ahli sejarah.


Berbicara tentang Indonesia atau Nusantara tentu saja bukan hanya tentang Jawa, namun harus diakui pulau ini memang memegang peranan penting dalam setiap pergerakan politik dari masa ke masa. Dinasti kerajaan yang berada di pulau ini masih tetap memegang peranan walaupun lebih cenderung ke sosial budaya.


Bila dibandingkan antara Sejarah Nusantara nya Bernard M Vleckke dengan Sejarah Indonesia Modern (1200-2008) karangan M.C. Ricklefs, keduanya mengandung beberapa persamaan pandangan. Keduanya banyak membahas pulau jawa sebagai pusat perubahan. Namun Ricklefs juga membahas perkembangan Islam di Jawa. Kabar baiknya kedua buku ini berusaha menampilkan perkembangan Nusantara seobyektif mungkin berdasarkan dokumen sahih yang tersebar dan tidak semata mata menyandarkan pada babad atau Negarakertagama.


Ada sekian banyak pertanyaan yang menggayuti selama ini; Demak, sepanjang pengetahuan kita didirikan oleh Raden Patah yang katanya adalah putra dari Raja Majapahit dengan putri Cina, namun dalam buku ini dan buku lain yang pernah saya baca dikatakan adalah seorang asing asal Cina yang bernama Cek Ko Po. Apakah maksudnya karena Raden Patah tidak berdarah murni Majapahit sehingga dikatakan sebagai orang asing.


Sama halnya dengan penobatan Kalagemet atau Jayanegara sebagai Raja Majapahit yang kabarnya tidak bisa diterima oleh kalangan istana karena darah melayu dari Ibunya, Dara Jingga.


Jika para keturunan Majapahit berebut pengaruh atas kerajaan itu, mengapa hal tersebut tidak terjadi atas Demak?...Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya setelah mengalahkan Arya Penangsang lebih suka tetap bertahta di Pajang bukan di Demak,,sehingga kerajaan itu lenyap.


Sutawijaya pun tampaknya lebih suka mendirikan kerajaan Mataram dan memutus sejarah dengan Demak dan Pajang. Bahkan terlihat Mataram lebih cenderung mengafiliasikan dirinya dengan Majapahit, kerajaan Hindu.


Apakah benar Ki Gede Pamanahan adalah keturunan Majapahit? Nampaknya legitimasi dari kerajaan kuno Majapahit memang diperlukan baik secara sah ataupun tidak.


Persekutuan Senopati dengan Nyi Rara Kidul, penguasa lelembut laut selatan pun lebih cenderung ke arah sinkretik Islam Hindu dibandingkan dengan Islam murni.


Islam memang mengajarkan keegaliteran bila dibandingkan dengan Hindu yang berkasta kasta, namun tetap tidak bisa merombak total sistem kerajaan Jawa Hindu yang cenderung menempatkan Raja sebagai pusat semesta.


Ajaran Islam pun tersinkretis dengan ajaran Hindu. Hal yang berbeda apabila kita bandingkan dengan Islam di Sumatera.


Sayang jika memang Sutawijaya ingin melegitimasikan Mataram Islamnya dengan Majapahit, ia melupakan bahwa Majapahit adalah negara maritim dengan angkatan laut yang kuat. Sementara ia mendirikan Mataram di bekas alas mentaok yang berada di pedalaman. Posisi inilah yang menyulitkan Mataram untuk mendapatkan dukungan dari para Adipati di Pesisir. Dengan hal itu Mataram harus melepaskan cengkeramannya atas daerah pesisir Jawa



Pun kegagalan serangan Sultan Agung ke Batavia sebagian besar disebabkan tidak adanya dukungan dari penguasa pesisir.


Namun letak yang berada di pedalaman bukan berarti melulu kerugian. Mataram relatif ajeg dan bisa bertahan menghadapi serangan budaya dari luar. Dalam hal ini pengaruh Islam yang relatif lebih lunak dalam menerima mistisme yang pada akhirnya menimbulkan aliran kejawen atau Islam yang kehindu hinduan.


Kebanggaan atas budaya leluhur membuat filter alami atas pengaruh asing.