01 Oktober 2012

Menginjak Tanah Siger



Lampung sebenarnya menjadi semacam ketidaksengajaan, gara-gara suami yang ditugaskan ke Lampung menawarkan untuk ikut, jika setuju tiket pesawat yang akan disediakan kantornya akan dicancel dan berangkat sekeluarga melalui laut.  Menarik, karena air  belum pernah naik kapal laut.  Sekaligus memberi Asyar pengalaman baru.

Sempat terpikir mau ke teluk Kiluan, namun ternyata dengan akses jalan yang buruk, bisa 4 jam sekali pergi..berarti gak akan sempat,...Coret!!!!

OK!!!!, walaupun Asyar hari Seninnya ulangan, tapi selalu ada cara, tetap jalan-jalan juga tetap belajar.

Kamis malam berangkat dengan mobil menuju Merak, jalanan Jakarta macet sinting... seperti biasa supir cadangan siap sedia jika diperintahkan.  Pintu tol Cilegon telah dilalui,,,menuju pintu tol Merak, merinding sedikit karena jalan tol berkelok, gelap dan sepi,,,,saya lirik 2 penumpang sebelah...pada tidur...

Lepas pintu tol Merak, saya kebingungan arah pelabuhan kemana ya...? nah, ada warung, segera saya parkir, keluar mobil dan bertanya.  Ternyata masih 3 kilo lagi.


Setelah sempat salah masuk terminal khusus jalan kaki, akhirnya masuk terminal yang benar..bayar tiket.  Harga mobil sekaligus penumpangnya adalah Rp 232 ribu.  Antri sebentar, dan beruntung bisa langsung naik dan ternyata merupakan mobil terakhir untuk kapal ini.  Mobil di belakang saya harus menunggu giliran kapal lainnya.

Kapal Jatra yang kita tumpangi cukup penuh, parkiran atas padat dengan mobil pribadi.  Duduk di buritan belakang, menyaksikan dangdutan..berbaur dengan para supir bus dan penumpang lainnya.  Ehm, memang kondisi kapal tidak wangi,,,karena baunya campur baur, kondisi kamar mandi, ya harap maklum ya..Bahkan di beberapa tempat tercium bau pesing.  Padahal menurut kenalan di Lampung, Jatra termasuk kapal yang paling bagus.  Namun jadi pengalaman yang menyenangkan melihat kehidupan di kapal sejenak selama penyeberangan.



Sempat berkeliaran ke dalam, menyaksikan peragaan keselamatan kapal oleh ABK.

Ombak tidak begitu besar, jam sudah menunjukkan pukul 12 malam,..Ternyata di tengah selat, sinyal 3G tetap ada,,heibatttt!!!!..

Teringat, saya sengaja tidak memberitahukan ibu tentang kepergian kami bertiga ke Lampung mengingat masih hangatnya musibah KM Bahuga yang tenggelam tertabrak tanker tidak jauh dari Merak.

Setelah 2 jam berlayar membelah Selat Sunda, akhirnya tiba juga di Pelabuhan Bakauheni.  Mobil segera menuju Bandar Lampung, sekitar 97 kilo dari pelabuhan.

Mobil dikebut, melalui jalanan berkelok untuk sampai di Hotel.  Kebetulan dapat jatah di Sheraton, jadi ke sanalah kita menuju.

Sampai di hotel jam 2.30 pagi..mandi sebentar langsung pulas.

Bangun, sarapan, sementara menunggu suami yang mengikuti training kantornya sambil mendampingi anak belajar.

Kelar training singkat, segera bertemu teman sebentar sambil makan siang.  Bang Fiki menyarankan pergi ke pantai Mutun, daripada pantai Pasir Putih di Lampung Selatan, arah Bakauheni.

Saya tetap membandel ke Pasir Putih...dan pilihan yang tepat ternyata.  Walaupun pintu masuknya tidak representatif, di pinggir jalan raya, pantainya ternyata sangat menawan.  Saat itu air laut sedang surut hampir 50 meter dari garis pantai, meninggalkan pasir lunak, genangan air laut.  Beberapa kapal seperti berada di daratan.

Airnya yang dangkal dan sebening kaca terlihat berkilauan...Surgaaaaa..!!!!!.....

Pantai ini sepi, hampir tidak ada orang...ini yang saya cari.

Mata saya bersinar melihat beberapa kano warna warni tergeletak di pasir.

Seorang bapak menghampiri saya menawarkan berperahu ke Pulau Condong dengan harga Rp 150 ribu..."Disana airnya lebih jernih lagi mbak.." katanya..

Tergoda dengan tawaran itu, saya setuju dengan syarat harga itu sudah berikut kano.  Sempat alot, sampai akhirnya si bapak setuju, mungkin karena pantai yang sepi.

Menuju pulau Condong yang tidak jauh, tak lama segera terlihat daratan pasir putih dengan air laut bergradasi bening, biru kehijauan.  Tidak ada manusia yang terlihat di pulau itu kecuali seorang bapak penunggu Pulau yang segera memberikan karcis begitu kami menginjak pantai, 3 ribu perak per orang.  Di belakang kami ternyata ada perahu lagi yang searah.

Sebelah kiri pulau Condong adalah pulau milik Tommy Winata.

Ada terowongan batu di sisi lain pulau itu.  Puas melihat terowongan, saya segera melepas tambatan kano.  Asyar melonjak kegirangan, segera menaiki kano dan berdayung melawan ombak,,,lucu melihatnya terombang ambing menjaga kestabilan kano agar tidak terbalik..

Lalu giliran saya, penuh semangat mendayung kiri kanan, menuju tengah...hei, ternyata saya fasih sekali mendayung bersama ombak...jangan sampai nyasar ke pulaunya TW ya...yang pernah saya baca, ada yang keasyikan berkano sampai terbawa ombak ke pantai pulau itu, lalu para penjaga di sana merampas dayungnya dan menyuruh orang sial itu berkano tanpa dayung....Capek banget kan....

Terbahak bahak melihat suami saya terbalik berkali-kali ketika mencoba berkano sebelum akhirnya menyerah dan mengakui sulitnya menjaga keseimbangan badan.

Mau rasanya mendayung kano seharian kalau tidak berpikir kulit akan melepuh karena matahari sangat terik.

Akhirnya meninggalkan pulau Condong.

Kekurangan pantai Pasir Putih adalah tidak adanya tempat sampah, mungkin tidak begitu terasa karena jarang dikunjungi, tapi bagaimanapun sampah yang sedikit itu akan sangat mengganggu.

Setelah itu pantai Mutun, yang ternyata kalah jauh dari Pasir Putih baik dari kejernihan air dan keunikan pantainya.  Pantai Mutun memang lebih lengkap sarana permainan anaknya, pondok untuk berteduh juga banyak,,,namun ya itulah,,,pantai perawan memang selalu lebih indah.  Pantai Mutun lebih mirip Anyer, minus ombak besarnya

Hanya Asyar yang bermain main di pantai, tawaran untuk berlayar ke pulau Tangkil kami tolak.  Saya, suami dan bang Fiki hanya berdiri mengobrol di tepi pantai.

Setelah matahari menyurut kami segera menuju Lampung atas, melihat pemandangan Lampung dari atas bukit di sebuah resto sebelum akhirnya balik ke Hotel.

Hari terakhir esoknya diisi dengan mencoba pempek 123 yang terkenal itu dan memang enak banget...

Pukul 3 sore bertolak menuju Bakauheni.  Jalan ternyata penuh truk...mau nyalip gimana,,,jalur sempit,,selesai menyalip truk, eh di depan saya ada 5 truk lagi berderet, lajur sebaliknya padat.  Namun akhirnya sampai juga di pelabuhan walaupun makan waktu lebih lama.  Dari atas jalan segera terlihat Teluk Lampung yang indah.

Ternyata sedang ada pemeriksaan di Bakauheni, semua mobil digeledah.  Pas giliran mobil kami, saya menurunkan kaca mobil dan disambut pandangan heran petugas, saya balas memandang tak kalah heran.

Si Petugas melongok dalam mobil, melihat anak saya yang sedang tiduran santai di belakang.  Setelah bertanya dari mana, mobil kami melenggang mulus meninggalkan loket.

Hahahahh...untung karena jadi supir kebetulan perempuan, ada anak pula...jadi mobil tidak akan diacak-acak...lagi apa pula yang bisa dilihat selain tumpukan pakaian kotor dan oleh-oleh.

Mobil diarahkan ke dermaga 2 dan petugas segera mengarahkan ke barisan paling depan,,,HOREEEE..!,,

Di belakang berderet truk antri, mobil kami menjadi mobil pribadi yang pertama sampai.

Kali ini kapalnya adalah Munic Line. Lay out buritan belakang berbeda dengan Jatra yang bergaya kafe pinggir jalan.



Lagi-lagi musik dangdut yang bergema, penyanyinya berlenggak lenggok menawarkan lagu pada para penumpang.

Mobil pribadi yang ikut naik hanya sedikit, saya hitung hanya ada 3 mobil pribadi plus 1 travel.  Kalau truk mah penuh di bawah.

Ombak saat pulang ternyata sangat tenang lebih tenang dari perginya.  Saya sangka sampai Merak akan lebih cepat, ternyata salah.  Beberapa kilo dari Merak kapal buang jangkar karena mengantri untuk masuk pelabuhan,,,hampir 1 jam...eghhhh.....

Saya nyaris bersumpah serapah melihat botol aqua kosong dilempar ke laut...itu ada tempat sampah, males amat yah.....plastik itu kan tidak dapat hancur dalam waktu singkat.

Sempat parno, gimana kalau ada kapal yang tahu-tahu nyelonong nabrak...masa sih kapal ferry segede dan seterang ini gak kelihatan

Akhirnya berlabuh juga...mengasyikan melihat kapal digeret-geret supaya pas dengan dock, mendengar besi bergesekan...

Sampai juga di Merak..Tinggal merayapi jalan menuju Sawangan


Tidak ada komentar: