26 November 2008

POLIGAMI ?

Poligami,,,kata kata itu sangat menakutkan bagi para istri,,,,,Dunia seperti kiamat,,,jika tiba tiba sang suami,,,mengikuti prosedur dari UU yang mengatur pernikahan..dengan santun meminta ijin untuk menikah lagi.

Saya mencoba mereka reka apa yang berkecamuk di benak para istri jika mengalami kejadian itu, terkumpulah beberapa response spontan sbb :

- “Kenapa harus kawin lagi?...emang gue kurang apa?????....
- “Udah berapa lama kalian pacaran di belakang saya?”
- “Kalau alasannya cuma karena pengen nolong, kenapa harus dinikahin?.....
- “Ceraikan saya dulu…!
- “Gimana Anak anak?, apa kata orang nanti?”

Sementara para suami berkelit,,,daripada berzinah..(yee,,,ngapain juga dikawin,,,,kan harus nanggung seumur hidup)…para istri diam diam lebih senang suaminya serong daripada menikah resmi….lah iyalah,,,,gak perlu apa apa dibagi dua dengan istri muda.

Tak heran waktu AA Gym menikah lagi dengan perempuan muda yang cantik response penolakan dari para ibu sedemikian dahsyatnya, sementara para pendukung poligami berseru seru bahwa itu adalah Sunnah Rasul.

Sementara Teh Ninih, sang istri mungkin menghadapi dilema, tidak diijinkan berarti tidak mengikuti sunnah dan menunjukkan perasaan egois, sementara dalam ajaran Islam tidaklah dilarang untuk berpoligami dan tidak harus meminta ijin dari istri. Bila diijinkan, tetap saja sebagai manusia biasa terlepas dari beriman atau tidak, ada perasaan tidak rela suaminya menikah lagi dengan perempuan yang cantik, dan jika boleh memilih, kenapa tidak menikahi perempuan tua aja? Lebih afdol kan ibadahnya.

Itulah manusia, seorang AA Gym yang tingkat kesalehannya lebih tinggi dari kita saja lebih memilih wanita cantik untuk dipoligami, bagaimana orang lain.

Poligami adalah masalah pelik dan menurut saya masuk dalam ranah privat. Ada baiknya niat berpoligami dibicarakan serius, dan bukan sekedar pemberitahuan dari suami ke istri.

Tidak, saya tidak mendukung atau menolak poligami, seperti yang saya sebutkan sebelumnya…poligami adalah masalah privat.masing masing orang.. Ada baiknya untuk penentang dan pendukung tidak berteriak teriak di ranah publik,,,biarkan pasangan itu yang menyelesaikan secara internal…Apapun keputusan yang keluar haruslah dihormati oleh kita sebagai pihak luar, apalagi yang tidak berkepentingan sama sekali.

Kalau terjadi dengan saya ?,,,,hmmmm..sudah pasti saya tidak langsung bereaksi seperti 5 point diatas?...pertama, wasting time….menanyakan hal-hal yang sudah terjadi sebelumnya, kedua : lebih baik berhitung, langkah mana yang paling bijaksana…

Seperti kata-kata seorang penulis…hidup manusia ada masa kadaluwarsa, begitu juga dengan hubungan…tidak peduli hubungan itu telah diikat oleh perkawinan sekalipun lengkap dengan UU dan sumpah. Bukankah manusia memang gemar bersumpah?

Apabila anak yang dijadikan alasan untuk bersatu, alangkah kasihannya nasib sang Anak,,,dirinya harus menanggung beban demi perkawinan orang tuanya.

Diri kitalah yang harus menjadikan anak kita berbahagia, bukan bergantung pada status perkawinan.

Poligami belum tentu buruk bagi anak, jika para istri bersikap bijaksana,,,sementara dalam monogami banyak juga yang terus menerus mengalami konflik….Poligami bisa pula menjadi neraka, apabila para istri saling bersaing dan suami tidak bisa berlaku adil.

Dimanakah ukuran adil itu,,,apakah harta? Mungkin saja…perhatian? Bisa jadi…Semua tergantung dari mana kita ingin mengukur dan siapa yang merasakan. Tidak ada ukuran yang baku. Itulah susahnya.

Sekali lagi berhitung secara cermat, di usia matang tidaklah berguna menuruti emosi semata, lebih baik memikirkan kebahagiaan kita daripada sibuk memikirkan cara mempertahankan kapal yang karam .

Tidak ada komentar: