06 November 2012

OngHoKham - Anti Cina, Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina

Sebuah buku lama, bukan terbitan terbaru, sudah dibaca berulangkali namun tidak rugi untuk dibaca kembali.

Onghokham, seorang ahli sejarah yang kebetulan keturunan Cina menguraikan tentang peranan orang Tionghoa dalam sejarah keberadaan Indonesia.

Orang Cina memang mendapat peranan sebagai perantara dalam hubungan produsen dan konsumen, setelah sebelumnya warga Cina berbondong-bondong datang ke nusantara untuk berdagang.  Niat yang sama juga dipunyai oleh Belanda.

Setelah diotak-atik dengan picasa 3
Belanda memerlukan mitra maka jadilah orang Cina sebagai mitra untuk mendistribusikan barang-barang. Posisi yang sesuai dengan kemampuan dasar orang Cina.

Kedudukan sebagai pemungut pajak diberikan kepada orang Cina, sehingga makin memudahkan pergerakan mereka dalam ekonomi.  Kedudukan pemungut pajak seringkali dilelang dan berkat koneksi dengan para pejabat, Keluarga tertentu dapat meraih posisi tersebut dan sering berlanjut sampai keturunannya
.

Lambat laun, Cina perantauan semakin banyak dan berasimilasi dengan penduduk pribumi sehingga disebut Cina peranakan.  Pada keturunan ketiga mereka sudah mulai melupakan bahasa dan mulai memilah-milah adat tradisi mana yang masih bisa diterapkan dalam kehidupan harian.

Tidak semua para Cina pendatang berhasil mendapat kehidupan yang lebih baik.  Para pendatang yang lebih dulu tiba satu generasi sebelumnya, telah hidup mapan dan membangun relasi yang baik dengan para pejabat.

Membludaknya para Cina pendatang memaksa VOC menerapkan kebijakan lebih keras dalam hal pembatasan gerak.  Penerapan batasan untuk bepergian ke luar daerah membuat mereka sulit untuk meluaskan jaringan bisnis ke seluruh Jawa.

Puncak kesulitan hidup orang Cina di Jawa berpuncak pada pemberontakan yang kemudian disebut Geger Pecinan  di tahun 1740.  Seorang Raja Jawa, Pakubuwono II bahkan memanfaatkan kebencian orang Cina terhadap Belanda dengan mengadakan pemberontakan yang kemudian dapat digagalkan.

Sebagai akibatnya pemerintah Belanda menerapkan passentelsel dan pengelompokkan tempat tinggal berdasarkan ras. Sentimen anti Cina juga dimiliki oleh pejabat Belanda yang menganggap pribumi harus dilindungi dari kelicikan orang Cina.

Di sisi lain kekayaan keluarga Cina yang melimpah membuat mereka mencoba memasuki dunia pemerintahan.  Seperti Han Tik-Ko yang membeli tanah Banyuwangi yang berupa perkebunan pada masa pemerintahan Raffles.

Han Tik-ko bahkan bertindak lebih jauh dengan mengangkat diri sebagai penguasa Banyuwangi dengan gelar Tumenggung.  Ia mencoba mendapatkan kembali harga yang dikeluarkan untuk pembelian tanah tersebut dengan mengenakan pajak tinggi terhadap para petani.  Hasilnya adalah pemberontakan yang menyebabkan keluarga Han Tik-Ko melarikan diri ke Pasuruan.

Akhirnya keluarga-keluarga elite Cina juga mengalami penderitaan pada abad 20.  Krisis ekonomi menghantam dunia usaha tanpa ampun.  Namun di antara mereka juga ada yang meraih kesuksesan pada masa sulit tersebut.  Sebutlah nama Oey Tiong Ham, orang pada masa itu menggelarinya Raja Gula dari Asia Tenggara.

Tidak bisa tidak kapitalisme pada keturunan Cina di Indonesia telah ada sejak jaman kolonial dan berkembang pesat pada masa Orde Baru sebagai bagian dari kebijakan pembangunan ekonomi yang juga diikuti oleh represi terhadap kebudayaan Cina.

Kalau ditengok daftar orang terkaya Indonesia, posisi 10 besar hampir bisa dipastikan mayoritas berasal dari etnis Cina.

Menurut Gordon Redding, warga Cina di ASEAN telah menciptakan salah satu budaya bisnis yang paling tinggi di dunia walaupun kini negara Cina sendiri telah tumbuh menjadi salah satu raksasa ekonomi bersaing dengan Jepang.

Pada akhirnya kita harus mengakui peranan orang Cina dalam memperkaya budaya di tanah air.  Etos kerja yang ditularkan melalui para perantau berhasil menggerakkan ekonomi setempat.  Dan, setelah melalui beragam konflik selama puluhan tahun, sanggupkah kita sebagai pribumi mengakui para Cina keturunan atau keturunan Cina sebagai bagian dari warga negara Indonesia.

Tidak ada komentar: