22 Juli 2012

Kendaraan Umum

Menggunakan bis trans jakarta koridor VI dari Mampang dan Deptan memang mengirit waktu, karena ada jalur yang lumayan steril.  Lumayan, karena toh selalu ada motor-motor yang leluasa memacu kendaraan di jalur tersebut.  

Jika memandang ke arah Kuningan sana, bis umum dan mobil pribadi pun kerap mencuri-curi kesempatan memasuki lajur trans Jakarta.

Walaupun bis penuh dengan para pegawai yang bergelantungan, batas tempat antara wanita dan pria kadang sudah gak jelas.  Fasilitas tali pegangan tangan sudah banyak yang putus saya lihat dan belum diganti, celaka jika semua pegangan sudah putus...badan dengan tinggi nge-pas kayak saya akan gampang terpelanting jika bis di rem mendadak.

Tapi semua itu masih lumayan, selama interval kedatangan trans Jakarta tidak lama, katakanlah tiap 5-10 menit.  Tapi akhir akhir ini intervalnya makin parah, 30 menit belum tentu nongol, yang ada saya lebih sering naik bis metromini dari pada membuang waktu berdesak desakan di halte yang sempit dan panas.

Perilaku para pengguna trans Jakarta pun banyak yang ajaib, sudah menggunakan alat komunikasi canggih tapi kelakuan yang kurang pada tempatnya seperti menyerbu masuk  ke dalam bis tanpa memberikan kesempatan penumpang yang di dalam untuk keluar lebih dulu, cukup membuat orang ingin mendorong mereka kembali ke luar bis.  Belum lagi kelakuan penumpang wanita yang sering berdecak "ck..ck", kelihatan bete jika harus berdesak desakan..."halah bu, kalau ingin lega ya naik mobil pribadi aja ya.."

Sering petugas polisi memasukkan kendaraan pribadi di lajur trans Jakarta dengan alasan mengurangi macet, alasan yang bodoh sih menurut saya.  Macet sih resiko pakai kendaraan pribadi, dan untuk orang orang yang telah patuh menggunakan trans Jakarta harusnya ada kompensasi kan?  seperti bebas macet itulah.

Saya pribadi lebih senang menggunakan kendaraan umum, lebih praktis. banyak hal menarik yang bisa dilihat sepanjang jalan, tak masalah cuaca panas atau kadang kadang ada penumpang yang berbau kurang sedap, dinamika kehidupan terlihat jelas di situ.  

Menyeberang jalan dari halte Deptan biasanya ada penjual peyek kampung, langganan saya.  lalu dalam perjalanan menuju rumah di Sawangan, ada penjual pisang goreng Pontianak yang garing. manis dan renyah kesukaan saya yang mangkal di depan UPN Pondok Labu.

Banyaknya angkot memudahkan saya dalam perjalanan pergi pulang rumah dan kantor.  Tapi memang sarana transportasi publik yang terkoneksi sangat dibutuhkan bagi para komuter.  Menuju halte Trans Jakarta di Ragunan bagi penduduk sawangan terasa cukup jauh dan tidak praktis, bisa menggunakan ojek dari pasar Pondok Labu, tapi juga lumayan mahal jika dilakukan tiap hari, kalau tidak ya menyambung angkot yang ujung ujungnya juga butuh ojek.

Dengan kereta api,dijamin tidak ada macet, tapi sering ada kerusakan karena peralatan yang sudah tua dan rel yang itu itu saja.

Siapapun yang mimpin Jakarta, di luar banjir yang rajin berkunjung, ada persoalan transportasi yang sangat mendesak untuk diselesaikan.  Jika ini dapat dibereskan, kemacetan juga akan berkurang secara signifikan.

Jumlah mobil yang beredar mungkin juga harus dibatasi, karena percuma semua sarana dibangun sementara kendaraan bertambah lebih cepat dari semua sarana tersebut.

Mungkin Gubernur yang baru kelak berani mengandangkan mobil dinas dan pergi kemana mana ber-bis ria, siapa tahu.

Tidak ada komentar: