29 Juni 2014

Catatan dari KTCF 2014

Kota Tua kian sekarat,

Selama ini kawasan kota tua memang semarak, namun siapa yang peduli dengan wajahnya yang kian lusuh.  Semua yang berhubungan dengan kota tua selalu dipandang dari sisi ekonomi.
Mungkin itu yang membuat event Kota Tua Creative Festival (KTCF), bertema Ideas for the future of our past digagas tahun 2014 ini.  Acara yang berlokasi di kawasan kota tua itu berlangsung selama 2 hari, 21 dan 22 Juni dan sukses menarik ribuan pengunjung tumpah ruah di lapangan Fatahillah sebagai center point.  Apa saja yang ada di sana dan yang terpenting apakah tujuan panitia untuk mengusik kepedulian masyarakat terhadap nasib kota tua ini berhasil?

17 Juni 2014

Soetartinah : Bangsawan Hati dan Perbuatan

Wajah anak perempuan pribumi itu memerah menahan geram.  Bibirnya bergerak-gerak sementara tangannya terkepal.  Sementara di depannya seorang bocah Belanda totok, Karel namanya terus mengejek. Yang membikin Tinah murka, bocah Belanda pirang itu mengejek ayahnya.

Dan..Plaaak, kepala Karel pun tersentak ke belakang.  Tangan Tinah tanpa ampun menghantam bibir bocah itu hingga berdarah. Beberapa anak Belanda yang sedang menonton keributan itu pun terdiam, melongo.  Tak percaya jika gadis kecil itu berani menampar Karel.  Mana ada ceritanya anak pribumi berani melawan Sinyo.  Anak perempuan lagi.

Tinah memandang Karel dengan tajam, sementara dari sudut matanya ia melihat guru-guru berdatangan melerai.
dari Troppen Museum

Sore itu Tinah menghadap sang ayah. Surat dari direktur ELS tentang kejadian tadi pagi pasti telah sampai ke tangan ayahnya.  Debaran jantungnya sontak mereda begitu melihat wajah ayahnya yang serius namun tidak nampak tanda amarah di situ.

Tinah melangkah ringan keluar dari kamar.  "Keturunan Brandal Diponegoro".  Terngiang-ngiang di kepalanya saat sang ayah mengucapkan kalimat itu dengan sorot mata berbinar penuh kebanggaan.

08 Juni 2014

Sawahlunto: Laku Tandang Kuli Tambang


Sumatera Barat bukan hanya terkenal dengan para cerdik pandai yang hasil pemikirannya melesat melampaui generasi setelahnya tapi sebagian besar dari infrastrukturnya pun dibangun dari cucuran keringat para kuli tak bernama.

Tak  berbeda dengan daerah terpencil di hulu sungai Ombilin, Sawahlunto ternyata menyimpan kekayaan tambang tiada tara.  Jutaan ton batu bara sudah menunggu untuk diekplorasi dan itu butuh tenaga manusia yang tidak sedikit untuk dipekerjakan.

Para pejabat di Batavia tak kekurangan akal, didatangkanlah orang-orang dari Jawa, mereka adalah para narapidana, tahanan yang kehilangan hak-haknya sehingga mudah saja bagi pemerintah kolonial menjebloskan mereka ke dalam tambang, tak peduli latar belakang mereka sebagai petani yang belum pernah berurusan dengan dunia bawah tanah yang gelap. Ke depannya tidak hanya tahanan dari Jawa yang dilempar ke tambang, tahanan dari wilayah lain seperti Sulawesi pun diikutsertakan.

Sisi lain dari Goedang Ransoem

05 Juni 2014

Sawahlunto: Mengenang Kota Tambang

"Ini Silungkang".

Demikian Pak Indra, driver kami selama di Sumatera Barat membangunkan saya yang sedang terkantuk-kantuk menikmati perjalanan panjang dari bandara ke Sawahlunto.

Silungkang, dengan mata setengah terpicing saya memperhatikan tepian jalan raya.  Inikah Silungkang yang dahulu pernah sohor dengan pemberontakan Silungkang tahun 1927? sekarang adalah daerah sepi di ruas jalur lintas Sumatera.

Ketika saya menyebut tentang pemberontakan Silungkang dan Sumatera Tawalib, raut muka pak Indra datar-datar saja demikian juga ketika kata Tambo terucap dari mulut saya.  Dengan tampang bingung ia bertanya "Tambo? apa itu".


Stasiun kereta yang sekarang jadi museum