05 Maret 2013

Menengok Kelurahan

Kali ini ingin menuliskan pengalaman yang mungkin sekali sangat remeh + temeh bagi orang lain, hanya saja saya yakin semua orang pasti mempunyai kesan sendiri-sendiri tentang hal ini.

Tentang pengurusan KTP!!!.


teras depan
Sebenarnya ini masih rangkaian cerita dari kehilangan identitas di negeri orang.  Yang memaksa saya untuk berurusan dengan lembaga tertentu,.... birokrasi kelurahan salah satunya.


Sebenarnya setelah dipikir-pikir bisa saja menyuruh tukang ojek dekat rumah untuk sekedar menyerahkan dokumen ke kelurahan, tapi kali ini saya ingin melakukan sendiri mumpung sedang cuti.

Start awalnya saja sudah ngaco.  

Menumpang motor tetangga yang dengan yakin jalurnya akan melewati kelurahan.  Pengetahuan saya tentang letak kelurahan juga cukup parah.  Selama 12 tahun tinggal di komplek ini belum pernah sekali pun saya melihat dan tahu kelurahan itu dimana.

Jadilah berboncengan dan akhirnya berhenti di sebuah bangunan.  Loh, kok kecamatan?  rupanya tetangga saya itu juga gak ngeh kalo yang dikira kelurahan itu sebenarnya adalah kecamatan..:)


Standar kelurahan selalu ada papan kayak gini
Akhirnya saya balik lagi ke komplek dan minta tukang ojek membawa saya ke kelurahan, yang ini memang sudah rute pegangan dia kayaknya.  

Ternyata letak kelurahan itu di belakang komplek rumah, jadi tinggal melalui jalan belakang yang berkelok dan berbukit.  Sawangan memang daerah berbukit dan berlembah.

Singkat kata sampailah di Kelurahan, terletak di daerah perkampungan.  Bangunannya lusuh.  Di dalam juga gelap.  Saya mengamati sejenak, ternyata plafonnya bolong-bolong.

Plafonnya sudah bolong
Orang tua berseragam coklat khas pegawai negeri yang sedang duduk di teras depan segera bangkit menanyakan keperluan dan langsung mengantar saya ke ruang kecil kusam.  Seorang perempuan sedang menghadapi meja mirip meja guru, di hadapannya terhampar map-map jaman dulu, map pegawai negeri berwarna kuning dan merah.

Tidak ada komputer..... ehm bagaimana mereka memproses KTP yaaa,,,

Masih ada orang yang sedang berbicara di ruang itu...saya celingak celinguk, ini bagaimana.. masa sih belum orang lain belum selesai saya sudah disuruh masuk.

Sudah ada beberapa orang antri di ruang tamu., tidak ada nomer antrian,  tergantung keaktifan kita bertanya. 
Meja eksekusi

Sementara di teras depan, banyak ibu duduk lesehan karena tepat di depan kelurahan ada musholla yang mengadakan haul, pantesan  ibu-ibu pada berduyun-duyun sepanjang jalan menuju ke sini.

Akhirnya tidak berapa lama saya duduk juga di hadapan ibu itu, memeriksa dokumen-dokumen dan katanya harus ke kantor walikota setelah membayar denda sebelumnya sebesar 30 ribu.

Langsung si bapak tua berpakaian safari yang duduk diam-diam di meja belakang dengan tangkas menyambar,  biar saya yang bawa mbak, cukup bayar denda sama uang bensin.

Tentu saja saya mengangguk, tidak sanggup membayangkan harus mengantri berjam-jam di kantor walikota dimana ribuan KTP warga Depok sedang diproses.  Belum lagi ketidakjelasan jalur di sana.  Hanya orang-orang yang berpengalaman yang bisa menembus wilayah itu.
Berpapasan dengan Scooter Man di jalan kampung

Jadilah saya memberikan nomer telepon yang bisa dihubungi, si bapak menjanjikan satu hari kelar.

Yah, sampai kelas kelurahan saja saya sanggup menghadapi birokrasi kepemerintahan.

Di sisi lain saya mengurut dada, kualitas pegawai kelurahan sepertinya tidak berubah dari saya kecil dulu. 

Dengan jaman yang serba internet dan terkomputerisasi seperti ini, mampukah personilnya mengakomodasi keinginan warga yang makin lama semakin canggih pola berpikir maupun standar kehidupannya.

Akhirnya kita hanya bisa mengamini stereotype umum : 
maklum namanya juga kelurahan...jadi wajar kalo semua pelayanannya seperti itu, kualitas orangnya ya kayak gitu, sekedar tidak menganggur.

Jadi apakah reformasi birokrasi itu?...wes lah embuh...!!

Tidak ada komentar: