24 Agustus 2008

Buku ke Buku


Minjem sebagian judul karangan P. Swantoro pemilik Rumah Tembi "Dari Buku ke Buku" saat melihat rak buku yg sudah penuh lagi...padahal baru aja menggusur komik2 dan beberapa novel ke dalam dus, kecuali novel2 Langit Kresna Hadi dan Remy Sylado.

Jadi apalagi yg harus ditarik dari rak ya...Atau hrs bikin rak baru setinggi langit2.


Bicara tentang buku, jadi teringat kegiatan Kompas dalam memperingati hari Kemerdekaan,,,Napak Tilas Anyer Panarukan melalui jalan raya pos yg dibangun oleh Herman Willem Daendels. Ada buku karangan Pramudya Ananta Toer yg berjudul
"Jalan Raya Pos, Jalan Daendels". Syukurlah buku ini ketemu, setelah bongkaran Rak...sepertinya harus dibaca ulang nih.


Baru teringat, jalan raya pos juga melalui Ps. Minggu Lenteng Agung smp Depok menyambung ke Bogor.
Sebalnya aku nemu lagi edisi khusus Tempo bulan Mei, ttg Kebangkitan Nasional yg juga menarik utk dibaca ulang, sekedar mengingatkan otak yg mulai berkurang kemampuannya.

Menurut sebuah artikel, kegiatan membaca sangat baik utk mencegah pikun dan melatih otak utk tetap jernih, tidak heran para budayawan kebanyakan anti pikun, mungkin krn terlatih utk membaca dan menulis sampai mrk meninggal.


Kembali ke buku "Jalan Raya Pos...." ada kutipan yg menarik dalam buku itu


"Indonesia adalah negeri budak. Budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain"

Menarik, karena sekelam itukah kesannya ttg bangsa Indonesia yang notabene adalah bangsanya sendiri.

Pramudya dikenal sebagai sosok yg sinis terhadap pemerintah, dan juga berselisih dg sejawatnya sesama sastrawan seperti Mochtar Lubis. Mungkin krn adanya perbedaan prinsip. Pramudya adalah aktivis Lekra, suatu aktivitas kebudayaan yg disokong oleh komunis.. Sedangkan Mochtar Lubis adalah bagian dr Manikebu.

Lekra dan Manikebu bersengketa, saling serang melalui surat kabar.
Perselisihan ini berakhir dg dibubarkannya PKI dan ditangkapinya aktivis Lekra termasuk Pramudya yg dibuang ke Pulau Buru.

Sejak itu buku2nya dilarang, tapi tulisannya yg inspiratif namun sinis telanjur mempesona banyak kalangan.
Seperti jg tetraloginya yg mengugat feodalisme Jawa (tengah), buku Jalan pos ini jg mengisahkan daerah2 yg dilalui oleh jalan itu, berikut penderitaan para Jelata yg dipaksa utk membangun ambisi Daendels.

Bukan hanya kulit putih, para pembesar pribumi pun tidak segan2 mengorbankan rakyatnya sendiri. Para pembesar yang bermental budak, budak bagi tuannya si Bangsa bermata biru yang semakin menguatkan cermin sebagai sebagai bangsa yang mempunyai kekayaan besar tp selalu kalah dalam berbagai hal.


Setidaknya sinisme yg tersirat dari karya2 Pramudya dapat menjadi cermin bagi kita, sudahkah kita menengadah thd bangsa lain,,,,dan berkata "Inilah aku, putra sang Pertiwi"

1 komentar:

andreas iswinarto mengatakan...

Silah simak, semoga bermanfaat
http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2008/09/belajar-dari-sejarah-sebuah-jalan-200.html

Kompilasi Liputan Khusus Kompas (40 artikel berita-feature dan opini)
: Ekspedisi 200 Tahun Anjer-Panaroekan (Anyer-Panarukan)

Bacaan penting untuk refleksi 100 tahun kebangkitan nasional, 10 tahun reformasi

Tak mungkin orang dapat mencintai negeri dan bangsanya,
kalau orang tak mengenal kertas-kertas tentangnya.
Kalau dia tak mengenal sejarahnya.
Apalagi kalau tak pernah berbuat sesuatu kebajikan untuknya,”
-Minke, dalam Novel Jejak Langkah karya Pramoedya Ananta Toer-
dikutip oleh Redaksi Kompas untuk pengantar edisi khusus ini

salam hangat
andreas iswinarto