03 Agustus 2018

Pemeliharaan Bangunan Tua dan Permasalahannya


SAMPAI DETIK INI

Pemeliharaan bangunan tua masih merupakan masalah di Indonesia.

Pemberian label sebagai bangunan cagar budaya tidak berarti semua masalah teratasi terutama bagi bangunan yang dimiliki oleh perorangan sebagai warisan dari leluhurnya karena tidak ada insentif dari pemerintah yang diberikan kepada pemilik bangunan, baik pengurangan pajak maupun bantuan dana perawatan.

Keluhan-keluhan semacam itu yang terungkap saat workshop mengenai pemanfaatan bangunan cagar budaya tanggal 30 Juni lalu.  Rudi, pemilik bangunan tua yang kini menjadi hotel Tiongkok Kecil di Lasem mempertanyakan partisipasi pemerintah daerah dalam pemeliharaan bangunan-bangunan tua di Lasem yang kini menjadi target pariwisata.

Para pengelola mesjid Langgar Tinggi di Pekojan yang merupakan bangunan cagar budaya juga memaparkan masalah kerusakan yang terjadi pada bangunan mesjid yang membutuhkan dana perbaikan tidak sedikit.  Masalah ini pernah diajukan ke dinas pariwisata dan kebudayaan dengan dokumen lengkap baik RAB, foto kerusakan dan design konstruksi namun terbentur oleh masalah biaya.  Dinas hanya sanggup membiayai maksimal Rp 200 juta sedangkan dana yang dibutuhkan mencapai dua milyar.  Masalah ini terkatung-katung hingga sekarang.


Kondisi bangunan cagar budaya yang rusak juga dihadapi oleh mesjid jami Kebun Jeruk di mana pengurusnya juga hadir dalam workshop dan menyampaikan permasalahan yang relatif hampir sama.

Hal yang lebih memprihatinkan dialami oleh SMPN 32, salah satu bangunan bersejarah yang dijadikan sebagai aula sekolah tersebut telah runtuh bulan Desember 2017 dan sampai kini masih belum ada tanda-tanda akan diperbaiki walaupun sebelumnya ramai diberitakan di media massa.  Pengurusnya datang dan mengeluhkan banyaknya orang datang untuk melihat, foto-foto dan meneliti tapi tidak ada tindakan apa pun untuk mengatasi masalah ini.

Soehardi Hartono, arsitek yang juga anggota ICOMOS, advisory board dari UNESCO membagikan pengalamannya saat menangani rumah bersejarah Tjong Afie di Medan.  Mendampingi perkembangan rumah tua tersebut sampai menjadi museum dari tahun 1999 membuatnya fasih menyampaikan presentasinya mengenai prinsip konservasi dalam merawat bangunan tua.  Konservasi sendiri diartikan sebagai tindakan untuk mencegah kerusakan dan memperpanjang usia bangunan tua.  Dalam prosesnya tindakan konservasi tidak boleh menambah kerusakan atau menghilangkan bukti sejarah.



Pengalaman berbeda disampaikan oleh Naniek Widayati yang memimpin konservasi gedung Candra Naya di Jakarta Barat.  Pemugaran gedung bersejarah ini dilakukan oleh PT Wismatama Propertindo pada tahun 2008.  Sebelumnya satu blok apartemen dibangun di sisi gedung sehingga bila dilihat sekarang gedung Candranaya seperti dipayungi oleh dinding-dinding tinggi bangunan apartemen dan hotel. Kini Candra Naya disewakan sebagai gedung pertemuan.

Arkeolog sekaligus anggota tim ahli cagar budaya (TACB) Candrian Attahiyat pada kesempatan itu mengemukakan tips konservasi sederhana untuk menjaga bangunan tua yaitu dengan tidak membiarkan genangan air berlama-lama dalam bangunan, begitu pula dengan debu yang harus rajin dienyahkan. Tapi memang yang menjadi permasalahan bukan sekedar kerusakan kecil, karena umumnya bangunan tua di Indonesia ditelantarkan dan mengalami kerusakan parah.

Dari hasil diskusi diketahui bahwa ada sekitar 18 pos dana kementerian yang dapat diakses untuk kebutuhan perbaikan cagar budaya.  Untuk itu dibutuhkan koordinasi dari berbagai pihak yang terkait dengan masalah ini.


Tidak ada komentar: