10 Desember 2017

BADUY JAMAN NOW

"Kami tidak mungkin mencegah pengaruh luar, makanan-makanan itu biarpun kami larang masuk kampung namun warga kami tetap bisa membelinya di luar; maka sekarang tinggal tergantung tamu yang masuk"

Bertemu Jaro
Demikian kata Jaro yang merupakan semacam kepala desa di perkampungan Baduy luar di Kanekes.

Masuknya tamu dari luar yang ingin mengetahui kehidupan warga Baduy diakuinya membawa keuntungan secara ekonomi bagi masyarakatnya.  Namun keuntungan ekonomi tersebut bagaikan pisau bermata dua.  Jaro mengatakan dahulu masyarakat Baduy tidak mengenal obat-obatan kimia untuk meyembuhkan penyakit, kini mereka terbiasa membeli parasetamol di minimarket waralaba di Ciboleger, tak jauh dari dari tempat tinggal mereka. 

Anak-anak Baduy terbiasa mengunyah makanan ber-msg, walaupun tidak meninggalkan makanan tradisional mereka.  Seorang ibu muda di Baduy luar memberikan bubur "SUN" untuk anak balitanya.

Ayu, istri Sarka yang menjual kain-kain tenun Baduy


Mengajarkan life skill
Larangan penggunaan listrik masih dipatuhi oleh warga Baduy luar, namun Sarka dan beberapa pemuda warga Kanekes lainnya terbiasa menggunakan handphone.  Ayu, istrinya bahkan mempunyai instagram yang khusus menjual barang-barang kerajinan khas buatan suku Baduy.  Ada petugas JNE yang kerap datang ke perkampungan untuk mengambil barang-barang pesanan hasil transaksi online.
Bila handphone butuh di-charge maka tepat di ujung perkampungan terdapat kios jahit yang juga menjalankan bisnis wc umum untuk para pengunjung kampung, tentu saja di kios itu telah tersambung listrik.  Dari rumah Sarka jaraknya tidak sampai 100 meter.

Sarka sudah mempunyai akun tabungan di BRI walaupun masih berupa akun bersama.  Walaupun anak-anak Baduy tidak bersekolah tapi tampaknya Sarka dan Ayu sangat familiar dengan angka.

Pernikahan usia muda memang umum dilakukan oleh warga.  Sarka dan Ayu di usia mereka yang 21 tahun dan 19 tahun telah mempunyai anak perempuan, Karnila yang berusia 1.5 tahun.

Interaksi suku Baduy dalam dengan tamu.  Baduy dalam dikenali dengan selalu mengenakan ikat kepala putih dan baju hitam

Dadang, seorang fotografer yang telah amat akrab dengan kehidupan suku Baduy menceritakan  kondisi masyarakat adat ini dari tahun 2002 - 2006 dimana pada masa itu lampu-lampu yang menggunakan baterai belum diperbolehkan di lingkungan mereka.  Lepas tahun 2006 mulailah teknologi handphone dan lampu senter diperkenankan dalam lingkungan Baduy luar..

Dadang memperkirakan paling tidak Baduy luar  akan bertahan dengan adatnya yang makin tergerus sekitar 25 tahun lagi sebelum budaya mereka kian kabur dilahap oleh modernisasi.
Jika ada acara Seba semacam rakyat sowan ke pemerintahan yaitu di Serang, suku Baduy luar diperbolehkan naik kendaraan, walaupun rata-rata masih tetap berjalan kaki.



Dalam merayakan hari besar mereka yang dinamakan Kawalu masih tetap berpegang pada aturan.  Orang luar dilarang mengunjungi Baduy dalam saat Kawalu.  Pada saat itu tamu hanya boleh datang ke Baduy luar sampai kampung Gajeboh yang merupakan batas dunia luar dan dunia dalam.
Dalam perjalanan ke Cibeo tempat Baduy dalam yang berjarak 13 km, di sepanjang jalur yang berbukit pun sudah banyak pedagang asongan yang menjual Pop mie dan minuman ringan, kebanyakan para pengasong itu berasal dari luar Baduy.  Para pejalan kaki yang terengah-engah setelah mendaki perbukitan dengan kemiringan yang cukup tajam dapat sejenak melepas lelah dan menghilangkan haus dengan membeli jualan mereka.

Kaum Baduy dalam juga menjadi porter yang membawa tas-tas para tamu

Sampai di Cibeo yang cukup terpencil pun dapat ditemui pedagang kopi sachetan.  Sudah sampai sebegitu dalam memang pengaruh luar yang dibawa tamu pendatang.

Larangan memakai bahan kimia tampaknya hanya berlaku untuk mandi dan mencuci.  Untuk makanan, makanan seperti Indomie, bebas-bebas saja dimasak untuk para tamu, begitu pula dengan minuman ringan.  Tidak tahu mengenai minuman beralkohol, namun saat baru sampai di Cibeo, ada beberapa anak muda yang sedang bersiap meninggalkan perkampungan.  Saya sempat melirik minuman kaleng telah mereka minum, Bir Bintang, untungnya yang zero alkohol.  Barang elektronik seperti handphone dan kamera juga dilarang.  Sinyal telepon juga tidak ada jadi memang tidak ada gunanya menyalakan telepon genggam.

Jembatan perbatasan antara Baduy luar dan Baduy dalam

Sistem pertanian yang umum dipakai adalah padi ladang.  Mereka merasa cukup dengan waktu panen yang setahun sekali dan tidak ingin mengeksploitasi tanah secara berlebihan.  

Rumah-rumah yang umumnya serupa bentuk dan luasnya sekilas mengingatkan konsep sama rata sama rasa, begitu juga dengan kondisi ekonomi yang dipastikan hampir sama di masing-masing keluarga.  Tapi  berhubung saya bukan peneliti sosial ekonomi dan kemasyarakatan, jadi bukan ranah saya juga membuat kesimpulan.

Di desa yang terdekat dengan desa Kadug Keter, Baduy luar sudah masuk tukang bakso keliling yang berasal dari luar Baduy.  Topografi jalan batu yang terjal tidak menghalangi masuknya warga luar yang mencari nafkah di perkampungan Baduy

Tentu saja sebagai orang luar kita tidak berhak mengatur cara orang Baduy menjalankan kehidupannya.  Biarkan mereka yang memilih sendiri cara terbaik untuk mempertahankan eksistensinya kala  bertarung dengan jaman yang selalu berputar kencang ke depan.

1 komentar:

Baktiar77 mengatakan...

Interaksi dengan dunia luar mau gak mau pasti akan melahap mereka.. kemudahan2 dari dunia luar suka gak suka akan lebih diterima kaum mudanya daripada mempertahankan adat...