Banyak waktu untuk bersyukur.
Oey Bowo menyalakan lilin di atas meja
altar dan membuat gerakan pai pai, membungkuk. Ia mengenakan pakaian
tradisional khas Tionghoa berwarna biru gelap. Ia memanjatkan doa yang
ditujukan pada Dewa Langit (Kong Ti Kong), Dewa Bumi (Hot Tek Ceng Sin) dan
Dewa Dapur (kong Bun Kong)
Manusia pada dasarnya selalu membutuhkan
spirituaritalitas. Jejak spiritual tersebar di berbagai kegiatan
masyarakat termasuk dalam berbagai jenis perayaan.
Masyarakat Tionghoa sebagai suku
perantauan mengenal perayaan Onde atau di luar negeri dikenal sebagai Dong zhi
festival sebagai pernyataan syukur dalam keluarga yang diadakan setiap bulan
Desember; di mana keluarga membuat onde dari tepung ketan lalu direbus dan
disajikan dengan kuah manis yang hangat terbuat dari air gula. Di
Tiongkok sana kuah onde yang hangat cocok sekali dihirup pada musim dingin yang
menggigit
Waradiyah, seorang pegiat
pendokumentasian bangunan tua Tionghoa sekaligus ketua dari komunitas Kecapi
Batara, suatu komunitas yang menaruh perhatian pada bangunan Tionghoa
menceritakan awal mula perayaan onde yang dimulai pada masa dinasti Han yang
memerintah mulai abad 3 SM dan terus berlanjut sampai dinasti Tang dan Song.
Pada masa dinasti Song inilah dimulai
sembahyang yang ditujukan kepada arwah leluhur dan lima unsur bumi yaitu Kim
(logam), Hwee (api), Tho (tanah), Sui (air) dan Bok (kayu)
Perayaan onde menjadi salah satu event
penting pada masa dinasti Qing di abad 17 di mana keluarga berkumpul membuat
dan menikmati onde sebagai bentuk syukur dan berharap yang terbaik di tahun
mendatang.
Yang unik jumlah onde yang terdapat di
tiap mangkok disesuaikan dengan jumlah umur anggota keluarga. Jadi makin bertambah
umur, makin banyak onde yang harus dihabiskan di dalam mangkok.
Bentuk onde yang bulat melambangkan
keutuhan, persatuan dan harmonisasi keluarga. Onde yang lengket
melambangkan eratnya ikatan pesaudaraan sedangkan air gula melambangkan manisnya
hubungan antar anggota keluarga.
Komunitas Kecapi Batara mengangkat
tradisi keluarga Tionghoa yang biasa dilakukan di rumah menjadi suatu acara
yang dapat diikuti oleh berbagai kalangan termasuk non-Tionghoa. Sebuah kedai teh di kawasan Glodok menjadi
tempat sekaligus tuan rumah acara tersebut.
Beberapa gadis dengan jilbab warna-warni
terlihat sabar menunggu acara dimulai.
Bukan cuma sembahyang Onde yang dikenalkan, tapi juga tradisi minum teh
yang dibawakan dengan gemulai salah satu pengisi acara.
kuah Onde yang disajikan bukan cuma air gula hangat tapi sudah dicampur dengan jahe, mengingatkan pada minuman khas Jawa Tengah, wedang ronde. Dan memang, akulturasi budaya Tionghoa dengan Jawa menghasilkan minuman wedang ronde yang ondenya diisi oleh kacang hijau sementara kuah ondenya menjadi lebih hangat dan harum berkat tambahan jahe.
Warna warni budaya inilah yang diharapkan selalu
dijaga. Seperti juga doa yang
dipanjatkan oleh Oey Bowo, tak cuma soal rejeki dan kesejahteraan keluarga
namun juga untuk keselamatan dan ketenteraman negara.
Hio |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar