24 Agustus 2016

Bingkisan 71th Revolusi

Revolusi kerap diidentikkan sebagai perubahan radikal dan total.  Sebuah revolusi diharapkan mampu memberikan perubahan dengan cepat, menggulung yang lama dan mengeluarkan yang baru.  Seakan dengan revolusi semua masalah tidak akan ada lagi.



Tan Malaka meyakini bahwa revolusi itu adalah suatu keadaan yang sudah matang dengan sendirinya.  Revolusi tidak dapat diciptakan.  Sementara buat Soekarno, revolusi itu harus punya arah, punya teori.  Jadi tak heran jika ia kerap berteriak "Revolusi belum selesai".  Di tangan Soekarno revolusi adalah hal yang berkelanjutan.

Nama ANTARA termasuk dalam jaman revolusi itu sendiri.  Jaman revolusi, jaman dimana harapan bangsa terjajah berusaha menjadi kenyataan. Para pendiri Antara yang merupakan kantor berita milik Indonesia adalah tokoh-tokoh penting dalam revolusi kemerdekaan.  Ada Adam Malik, Soemanang dan Pandu Kartawiguna.

Untuk mengingat revolusi yang belum selesai itulah maka malam ini Galeri Antara menyuguhkan rekaman gambar-gambar masa revolusi dengan nama Bingkisan 71th Revolusi.  Foto-foto yang ditampilkan adalah foto masa revolusi fisik 1945 - 1950 yang selama ini jarang disaksikan oleh publik.


Pada malam pembukaannya tentu tidak sah apabila tidak mengundang keluarga Soekarno yang diwakili oleh sang cucu, Puti Guntur, keluarga Mohammad Hatta yang diwakili oleh Meutia Hatta serta keluarga Latief Hendraningrat yang mengibarkan bendera saat proklamasi kemerdekaan, diwakili oleh Tuning dan Citroseno.

Pameran ini merupakan kerjasama antara galeri Antara, ANRI dan museum Bronbeek di Belanda. Sang kurator , Oscar Motuloh memerlukan pergi ke Belanda untuk meneliti arsip foto di museum tersebut.  Hasilnya menarik.


Dari foto-foto yang ditampilkan kita mendapatkan gambaran bahwa masa revolusi juga mempunyai sisi humanis. Bahwa baju tentara pada masa itu tidak selalu robek-robek bahkan salah seorang tentara terlihat keren dengan seragam tentara plus kaca mata hitam bertengger di wajahnya.  Rombongan laskar rakyat dengan berdesakan menaiki truk lebih menampilkan semangat.  Namun suasana perang jadi terasa saat melihat foto sosok tubuh tergeletak dalam kubangan darah, lalu di sudut lain ada foto seorang anak muda yang kurus kering.

Ternyata RIS-Republik Indonesia Serikat telah mengeluarkan perangko bergambar wanita yang sedang membatik.  Cukup mengagumkan, dimana situasi saat itu sangat genting pemerintah RIS masih sempat memikirkan kepentingan pos dan telekomunikasi.

Tampilan komik Wiro membawa kembali suasana penuh kehati-hatian khas keadaan perang dengan menampilkan halaman yang menggambarkan penindasan oleh Jepang.  Pada bagian depan terlihat tokoh Wiro sedang memiting leher serdadu Jepang.


Bagi para pengunjung yang lahir jauh setelah masa revolusi fisik, foto-foto ini menjadi pintu waktu untuk mengetahui apa yang terjadi di masa lalu.  Seperti kata Puti Guntur bahwa ia mengenal sang kakek justru dari foto-foto yang disimpan oleh ayah ibunya.

Kebanyakan yang hadir di acara ini adalah anak-anak muda, seakan menegaskan revolusi memang belum selesai sehingga anak-anak muda inilah yang harus melanjutkan estafet untuk mencapai tujuan akhir dari revolusi dan Galeri Antara malam ini menjalankan perannya sebagai media pengingat. 

Tidak ada komentar: