27 April 2013

Summer di Metropole

Keinginan menonton film 9 Summers 10 Autums membawa saya ke bioscoop Metropool di daerah Cikini.  Metropool? Ya, itu nama pertama kali saat gedung ini dibangun, saat Indonesia masih bernama Hindia Belanda sebelum menjadi Metropole yang kita kenal sekarang.

Dari kantor saya di daerah Kebon Sirih sebenarnya lebih dekat ke TIM, namun Metropole terletak berseberangan dengan stasiun Cikini sehingga memudahkan saya untuk pulang.  Lagi pula arsitektur Art Deco di bioskop bersejarah ini memberikan nilai tambah tersendiri yang membuat saya kian bersemangat menumpang ojek melawan debu sisa timbal malam itu.



Fasad bangunan bioskop yang dibangun tahun 1932 ini kelihatan bersinar anggun di tengah pertigaan Cikini berkat lampu-lampu di sekelilingnya.  Saat era Soekarno nama Metropole dianggap kebarat-baratan sehingga diganti menjadi Megaria.  Sekarang nama Metropole kembali digunakan dan bioskop ini masuk dalam daftar bangunan bersejarah.


Di samping bioskop menyambung kios-kios kecil yang juga merupakan bangunan asli dan sekarang menjadi tempat makan, dan pos keamanan.  Sebelum masuk studio saya menyempatkan diri mengambil foto bangunan.

Niat untuk mampir ke kios pempek di situ terpaksa urung karena tidak ada lagi tempat duduk tersisa sedangkan film akan dimulai 10 menit lagi.



Saya memasuki bioskop dan membeli tiket.  Saat ini Iron Man 3 sedang diputar, tidak tanggung-tanggung 2 studio sekaligus. 

Hidup saya dikelilingi film-film Hollywood, TV berlangganan selalu menyajikan film-film Hollywood, jadi saat di bioskop tentu saja saya memilih film non-Hollywood dan di group 21 non-Hollywood berarti film Indonesia.  Jadilah saya menonton 9 Summers. 

Ifa Isfansyah yang cemerlang dalam menggarap Sang Penari kali ini menggarap novel laris, kisah nyata Iwan Setyawan tentang anak dari pedalaman Batu yang sukses berkarier di New York.

Saya belum pernah membaca novel tersebut, namun apabila tokoh yang ditafsirkan dalam celluloid oleh Ifa serupa novelnya, alangkah kesepiannya Iwan Setyawan dalam mengarungi hari-harinya.

Di sini sutradara banyak menyelipkan narasi yang merupakan suara batin Iwan, sang tokoh utama.  Alur cerita bergerak maju mundur.  Masa kini adalah saat Iwan hidup dan bekerja di New York dan selalu ada narasi sebelum bergerak mundur ke masa lalu, begitu seterusnya.

Tidak banyak bunga-bunga dalam keseharian hidup Iwan, atau setidaknya begitulah penafsiran Ifa.

Ihsan Tarore yang memerankan Iwan bermain standar saja, walaupun cukup pas.  Ihsan termasuk beruntung, begitu masuk dunia film langsung bermain di film-film yang disutradarai oleh Hanung dan kali ini Ifa Isfansyah.

Alex Komang seperti biasa bermain cemerlang sebagai seorang supir angkot/truk, ayah Iwan. Begitu pula dengan Dewi Irawan yang memerankan ibu Iwan.

Tidak ada gegap gempita dalam alur cerita ini, sayang datarnya ekspresi Iwan dalam menghadapi cobaan terbawa sampai akhir cerita, saat Iwan memutuskan berhenti dari kantornya dengan posisi terakhir sebagai direktur.

Apakah memang sedatar itu ekspresi seseorang saat memutuskan keluar dari karier cemerlang yang memberikannya banyak kesempatan dan uang yang dibutuhkan keluarganya.

Namun kekuatan kasih sayang keluarga yang menjadi jiwa film ini muncul cukup kuat.  Saat bapaknya Iwan tanpa berkata-kata memberikan kantong plastik yang ternyata berisi uang untuk biaya kuliah dan meninggalkan angkotnya di depan kios mobil bekas kemudian berjalan tanpa menoleh berhasil memberikan kesan mendalam.

Hidup Iwan Setyawan cukup luar biasa, mungkin seharusnya ekspresi wajah yang dikeluarkan dalam film tidaklah sesederhana itu.  Tapi mungkin Ifa mempunyai pertimbangan sendiri.

Film ini amatlah sederhana penuh renungan dari tokoh yang menurut saya adalah seorang penyendiri, bisa jadi tema yang diusung tidak akan kuat melawan jagoan laga Iron Man atau Java Heat yang full action.
Namun film ini cukup baik bagi orang-orang yang sudah letih dengan film-film action Hollywood yang kadang menafikan logika.

 Jam 21:10 film berakhir dan saya pun bergegas menuju stasiun Cikini untuk menanti kereta ke Depok.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Jadi inget dulu jadian ama mantan di sini hahahahaha

Perempuan Itu mengatakan...

hahaha..diputusinnya dimana setelah itu?