01 Januari 2013

Penerbangan Indonesia

Di balik hiruk pikuk kalau tidak bisa dibilang carut marut dunia penerbangan Indonesia tersembunyi jejak sejarah yang cukup luar biasa untuk ditelaah. 


Sementara ini kita cukup terbiasa dengan tragedi-tragedi yang terjadi di seputar penerbangan kita; seperti larangan terbang ke Eropa, navigasi pesawat yang rusak, pesawat terperosok di landasan, radar ATC yang mendadak mati sampai yang lebih fatal, pesawat jatuh.

Namun ada masanya kisah penerbangan kita menjadi cerita heroik yang mestinya tak pernah bosan diceritakan kepada generasi selanjutnya.

Hanya tujuh tahun setelah Wright bersaudara menerbangkan pesawat mereka, penduduk Surabaya dikenalkan dengan
Jenis transportasi udara tersebut.  Dengan menggunakan lapangan Pasar Turi sebagai landasan, Monoplane Antoinette VII mengangkasa dengan dipiloti Gijs Kulller.

Pangkalan udara Kalijati menjadi yang pertama di Indonesia.  Bahkan Angkatan Udara Indonesia lebih dulu ada dibanding Angkatan Udara Amerika yang lahir tahun 1947.

Jaman dulu lazimnya pesawat komersial berbadan besar diterbangkan oleh 3-5 orang dalam cockpit pesawat.  Adalah Wiweko Soepono yang menggagas ide untuk menerbangkan pesawat berukuran jumbo hanya dengan 2 orang crew dalam cockpit.

Wiwekolah yang merancang Forward Facing Crew Cockpit pada  Airbus A300-B4, pesawat komersial pertama dengan cockpit canggih dan cukup dioperasikan oleh 2 orang.

Garuda Indonesian Airways memesan 9 pesawat Airbus tipe tersebut.  Airbus menjadi perusahaan penerbangan pertama yang menerapkan teknologi Two-man Forward Facing Crew Cockpit sedangkan Garuda adalah maskapai penerbangan pertama di dunia yang mengoperasikan pesawat berbadan lebar yang hanya diawaki dua pilot.

Langkah berani ini sempat menggemparkan dunia penerbangan saat itu, namun akhirnya tidak lama semua pabrikan pesawat terbang mengadopsi teknologi ini.  Saingan terkuat Airbus, Boeing memodifikasi cockpitnya yang semula 3 awak menjadi 2 awak saja, seperti yang kita temukan hari ini.

Ik Ben Garoeda Vishnoe's Vogel......
Aku adalah Garuda, burung milik Wisnu yang sayapnya membentang menjulang tinggi di atas kepulauan-mu.  

Demikian kutipan puisi Noto Soeroto, pujangga jaman kolonial.  Bait inilah yang dijadikan landasan bagi Soekarno untuk menamakan pesawat Dakota KLM-IIB sebagai Garuda Indonesian Airways.

Pesawat milik pemerintah kolonial Belanda ini terburu-buru dicat dengan tulisan dan logo Garuda Indonesian Airways saat diserahkan pada pemerintah RIS dengan seluruh crew pesawat masih berkebangsaan Belanda.
Cat itu pun belum kering saat Presiden Soekarno turun dari pesawat tersebut pada tanggal 28 Desember 1949.

logo Garuda

De facto, tanggal tersebut menjadi lahirnya flag carrier Garuda Indonesian Airways.

Namun sebelumnya masih ada cerita tentang penerbangan komersial Indonesia..

Cerita tentang Seulawah yang berarti Gunung Emas, sebuah pesawat Dakota yang dibeli dari hasil saweran para saudagar Aceh senilai 20 kg emas.

Seulawah ditahbiskan menjadi RI-001.

Rupanya nama Seulawah dan kode RI-001 menjadi simbol kekeramatan tersendiri.

Pesawat ini lolos dari agresi militer II karena sedang berada di Kalkutta untuk menjalani perawatan.  Bersama 4 perwira AURI saat itu, pesawat kenegaraan tersebut akhirnya disewakan menjadi pesawat komersial dengan nama Indonesian Airways.

Penerbangan pertama adalah dari Kalkutta ke Rangoon tanggal 26 Januari 1949.

Dana hasil penerbangan-penerbangan komersial tersebut dipakai untuk menyokong Pemerintah Darurat RI, membiayai kuliah Nurtanio, membiayai pendidikan Captaincy untuk crew Indonesian Airways dan menambah armada.

Pasca KMB, dengan diserahkannya aset maskapai KLM Inter Insulair Bedrijf berdirilah maskapai nasional Garuda.

Seiring dengan pasang surut ekonomi dunia, kelahiran Garuda diikuti dengan maskapai Merpati Nusantara yang dimaksudkan awalnya membuka keterisolasian wilayah Kalimantan.  Proyek yang dinamakan Jembatan Udara Kalimantan.

Akhirnya bermunculanlah maskapai penerbangan swasta dengan beragam kisah kesuksesan dan kepailitan.


Tidak ada komentar: