24 Desember 2012

Petak 9, sebuah pentas budaya

Matahari bersinar tidak begitu terik saat kami tiba di Petak 9.

Memasuki vihara Petak 9, tampak warga-warga pribumi yang tergolong fakir miskin sedang duduk duduk di pelataran menanti angpao.


Kawasan Petak 9 ini dikenal sebagai wilayah Pecinan, merupakan satu mata rantai dengan kawasan Glodok.  Dari Petak 9 berjalanlah menyusuri pasar yang dipenuhi dengan barang-barang khas budaya Tion

11 Desember 2012

Pergulatan Tionghoa Muslim


Jika masih teringat pasca kerusuhan tahun 1998, banyak toko, warung atau ruko yang ditempeli tulisan "100% milik pribumi dan Islam".  Hal-hal yang mendasari pikiran si pemilik usaha untuk menuliskan hal tersebut tak lepas dari kondisi psikologis masyarakat terutama dari etnis Tionghoa yang menjadi sasaran amuk masa.

Menjadi Tionghoa di Indonesia sebelum tahun 1998 harus diakui penuh dengan diskriminasi politik.  Negara beserta aparatnya justru menjadi agen utama yang secara sadar merumuskan sejumlah peraturan yang mengebiri hak warga negara dari etnis tersebut.  Larangan menjadi pegawai negeri dan berpartisipasi aktif dalam politik diterapkan selama puluhan tahun.

Asimilasi yang dipaksakan menjadi keharusan.  Mereka bahkan diharuskan memilih satu dari lima agama yang diakui oleh pemerintah dengan mengabaikan budaya asal.  Tidak peduli mereka telah tinggal di Indonesia ratusan tahun sehingga tidak mengenal lagi negeri Cina, tetap diwajibkan memiliki SKBRI.

Pemberontakan PKI 1965 menjadi dasar pembalasan dendam terhadap segala sesuatu yang berbau Cina.

06 Desember 2012

Di Akhir Mimpi


Aswatama menggigil, tubuhnya basah kuyup oleh keringatnya sendiri.

Di atas kepala, matahari seakan menyiram murkanya.  Mata Aswatama liar memandang sekeliling, tergagap saat sosok hitam tegak di depannya.

Sosok itu memandangnya garang, Lidah api seakan berpendar dari matanya.  Perlahan sosok itu merentangkan busur, sebentuk anak panah berkepala bulan sabit melesat.  Pasopati berkesiur tanpa ampun membawa murka tuannya. Menyambar kepala Aswatama, menggelinding putus.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Senja semakin terang.  Pelita pun mulai menerangi ruangan istana. 

Tubuh itu terbaring diam di atas dipan.  Di hadapannya seorang ksatria terduduk sama membekunya.

Ditatapnya paras jelita yang terhampar dingin, Tangan ksatria itu tergeragap mengelus rambutnya yang terurai.

"Bangun kekasih, lihat..., inilah kepala si Aswatama.  Selamanya ia tidak akan mengganggu Dinda."

"Buka matamu Dinda...."