06 Desember 2012

Di Akhir Mimpi


Aswatama menggigil, tubuhnya basah kuyup oleh keringatnya sendiri.

Di atas kepala, matahari seakan menyiram murkanya.  Mata Aswatama liar memandang sekeliling, tergagap saat sosok hitam tegak di depannya.

Sosok itu memandangnya garang, Lidah api seakan berpendar dari matanya.  Perlahan sosok itu merentangkan busur, sebentuk anak panah berkepala bulan sabit melesat.  Pasopati berkesiur tanpa ampun membawa murka tuannya. Menyambar kepala Aswatama, menggelinding putus.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Senja semakin terang.  Pelita pun mulai menerangi ruangan istana. 

Tubuh itu terbaring diam di atas dipan.  Di hadapannya seorang ksatria terduduk sama membekunya.

Ditatapnya paras jelita yang terhampar dingin, Tangan ksatria itu tergeragap mengelus rambutnya yang terurai.

"Bangun kekasih, lihat..., inilah kepala si Aswatama.  Selamanya ia tidak akan mengganggu Dinda."

"Buka matamu Dinda...."


Kresna, titisan Wisnu terdiam, miris memandang adik sepupunya meracau bagaikan orang kurang waras.  Raja Amarta, Sang Yudistira, mengusap dadanya, seakan dengan begitu ia bisa mengenyahkan sesak.  Bima menggigil menahan murka, begitu pula dengan satria kembar Nakula dan Sadewa.  Semua menatap tanpa daya.

Sayang, Srikandi, prajurit perempuan nan jelita tetap terdiam, betapa pun sang lelananging jagad, Janaka memanggil namanya tanpa lelah.  Mata indah itu abadi terpejam.

SEHARI SEBELUMNYA

Janaka menatap lekat Srikandi.  Yang dipandang lebih senang mengarahkan matanya ke tanah, menatap tanah Kurusetra yang basah oleh darah.

"Dinda...." suara itu kembali menyentak, Srikandi mengangkat muka, kali ini menentang sepasang mata tajam berkilat.

"Bharatayudha sudah berakhir,...bersediakah Dinda menyempurnakan janji kita dahulu?"  

Srikandi menatap lelaki itu, mata yang selalu memandangnya hangat dalam diam, membayangi gerak geriknya. 

Janaka tak putus memandang.  Srikandi mengangguk perlahan, semburat merah membayangi pipinya.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Burung Cataka memekik nyaring, suaranya membelah udara, kian menghimpit duka.

Janaka tak berkedip, hidungnya masih mencium wangi tubuh Srikandi.  Tubuhnya masih merasakan hangatnya penyerahan perempuan jelita itu.

Sampai datang Aswatama, mengendap-endap di kegelapan malam.  Lelaki pengecut itu dengan licik menusuk Srikandi yang masih terkulai pulas saat Janaka, panengah Pandawa justru baru memulai samadi menghantar puji pada dewata setelah menikmati kemesraan tiada tara.  

Atas nama dendam, Aswatama merampas hidup Srikandi.

Seorang prajurit menguluk sembah, memberitakan pahoman telah disiapkan.  Panggung pembakaran jenazah telah didirikan.

Janaka menoleh perlahan, namun kembali memusatkan perhatian pada Srikandi.  Disaksikan saudara-saudaranya, ia bangkit menghampiri dipan, meraih tubuh yang kian mendingin.

Kresna terpaku, Janaka mengangkat Srikandi, membopongnya perlahan menuju halaman istana.  Dilewatinya kayu usungan yang telah disiapkan oleh para prajurit.

Ledakan tangis para kerabat mengiringi langkahnya.  Yudistira menunduk mengiringi langkah adiknya.  Para istri Janaka berdiam diri mengikuti langkah sang suami.

Janaka, senopati agung berdarah Bharata tidak menoleh, melirik pun tidak.  Ia melangkah perlahan, matanya tak lepas memandangi wajah jelita di pelukannya.  Tak peduli tubuhnya berlumur darah.

Sampai di depan Pahoman, kayu-kayu telah ditumpuk.  Janaka menatap mesra kekasihnya terakhir kali.  Seperti hilang ingatan, diciumnya kening dan bibir kekasihnya.

Kresna yang bermata awas, segera maju menghampiri.

"Janaka, adikku, lepaskanlah...relakan sang Ayu menghadap Dewata, semua sudah tertulis.  Srikandi memang harus pergi lebih dahulu sebagai tumbal terakhir, suratan kalian tidak di dunia tapi di alam kelanggengan."

Perlahan Janaka meletakkan tubuh Srikandi di atas pahoman.  Seakan belum puas, kembali dibusainya wajah Srikandi sebelum mundur, dan menyaksikan api menjilat menenggelamkan jenasah.  Memupus impian 2 anak manusia.






Tidak ada komentar: