24 Juni 2012

Aku Suka Jaman Sekarang

Benarkah lebih enak hidup di jaman Soeharto dibanding sekarang.  Di jaman itu, harga beras murah, biaya sekolah juga cukup murah, ada beasiswa Super Semar.  Katanya keamanan lebih terjamin, bukankah ada program petrus, yang katanya dibuat untuk menjamin rasa aman warga negara, dimana para preman, gali dan orang orang bertato mendadak menjadi mayat secara misterius.

Tak apalah jika anak anak presiden menguasai sumber sumber modal negara, yang penting sandang, pangan dan papan terjamin.  Benarkah begitu? apakah tingkat kesejahteraan selalu diukur berdasarkan kebutuhan fisik semata.  Kemakmuran semu tampaknya cukup membuat kita tutup mata terhadap apa yang terjadi.  Kita tidak peduli benar atau salah jika 1 keluarga menguasai perekonomian negara yang penting harga barang murah. Tak heran jika kita selalu terperosok karena tidak mau belajar dan melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Saya memandangi koleksi buku buku saya sekilas, apabila masih jaman Soeharto, buku buku ini akan membuat saya melenggang mulus ke ruang interogasi.  Blog ini tidak akan ada, karena saya tidak mempunyai bahan untuk saya bahas.  Fisik saya kenyang namun jiwa kelaparan.

Jaman sekarang, semua serba mahal, pemerintah seakan tutup mata.  Sistem kapitalis yang dibangun oleh jaman Soeharto malah semakin merajalela walaupun suara suara yang menentang juga semakin keras terdengar.

Jika jaman dulu lantai terlihat bersih dan berkilau, sekarang seakan lantai itu tidak pernah bersih, bahkan sapu yang membersihkannya ikut kotor.  

Seorang teman pernah berkata, bahwa orang Indonesia belum siap untuk dilepas, sistem permerintahan yang cocok adalah 1 pemimpin untuk jangka panjang, katakanlah sekitar 30 tahun memerintah.  Apakah manusia Indonesia memang tidak ditakdirkan untuk memiliki sistem pemerintahan yang teratur dan kompeten?

Tentu saja tidak, Indonesia sedang berproses, selama ini kita selalu berpegang pada figur dan bukan sistem.  Kita tidak bisa lepas dari bayang bayang Soekarno yang mengawali memimpin negara ini selama lebih dari 20 tahun, demikian pula dengan penggantinya yang memimpin selama 30 tahun.

Memori manusia paling gampang terdistorsi oleh banyak hal. Saat para pemuda bangkit mengambil alih tampuk pimpinan, dengan keadaan negara yang morat marit, banyak pegawai pemerintahan yang bekerja di Gubernemen menyebut jaman itu adalah jaman edan, mereka merindukan masa masa saat Belanda masih berkuasa, dimana semua serba teratur, gaji terjamin sebagai pegawai pemerintahan.

Saat Soeharto mulai menjalankan pemerintahan dengan tangan besi, banyak orang orang tua yang merindukan jaman Soekarno, saya kira sampai sekarang pun banyak yang merindukan Soekarno dan juga Soeharto.

Nostalgia, mungkin hal itu yang sangat mempengaruhi ingatan seseorang.  Nostalgia dimana sandang pangan murah namun melupakan bahwa saat itu terjadi pembantaian dan pengekangan terhadap kemerdekaan berpendapat.  Kita justru sedang disuap agar melupakan hak azasi atas kebebasan berpendapat.

Tidak, saya tidak ingin kembali ke masa itu.  Saat ini memang semua serba mahal, semua orang harus bekerja lebih keras, tingkat kenyamanan berkurang.  Negara hiruk pikuk oleh tindakan para pemimpin, namun kini kita berhak berteriak di ruang publik menyuarakan ketidakpuasan kita.

Justru keadaan yang sulit pada tahun 1998 telah menempa kehidupan saya, dari perempuan muda dengan kehidupan nyaman menjadi pekerja keras yang selalu gelisah.  Saya berhasil melewati masa masa sulit itu dan masih akan menghadapi ujian selanjutnya.  Jadi kenapa saya harus kembali ke zona nyaman itu dimana semua pemikiran dan perbedaan dibelenggu. 

Sekali lagi saya pandangi kumpulan buku buku itu, buku buku itu hampir seperti belahan jiwa, tempat saya menjauh dari hiruk pikuk yang saya benci.  Dulu saya menyangka akan menyukai keramaian dan kemewahan, namun ternyata fitrah manusia memang akan kembali pada kesendirian.  Buku buku itu yang menemani saya saat sedang beristirahat malam hari setelah menjalani rutinitas harian.  Buku buku itu pula yang membuka cakrawala pemikiran saya seluas luasnya.

Mungkin konyol, namun apabila kembali ke jaman Soeharto maka dunia akan terasa membosankan, toko buku hanya akan menjual buku bertema aman dan novel yang saya benci.  Saya bisa merasakan otak yang membeku dan menyusut karena tidak lagi mampu berpikir berbeda.

Sungguh saya tidak setuju jika harus kembali ke jaman Soeharto, jaman kegelapan intelektual.

Tidak ada komentar: