06 Agustus 2011

BELUM ADA JUDUL (2)

Pemilik suara berat itu masih berdiri, mata elangnya mengelilingi hutan kecil tempat para prajurit berlatih.  Pandangannya tertuju kepada perempuan muda yang sedang bergegas ke arahnya.

Praba mengangkat sembah, namun matanya hanya melirik tanah sekilas sebelum kembali menatap lurus wajah Pangeran Prang Wedana.  Yang ditatap mengangguk kecil, Sang Pangeran yang awalnya merasa risi karena ada orang yang berani mengangkat wajahnya saat berbicara kini sudah mulai terbiasa dengan tindak tanduk Praba yang tidak lazim itu.

"Bagaimana latihan prajuritmu tadi,
Seperti yang Kanjeng Pangeran lihat, semua lancar.  Bila Gusti Allah mengijinkan semua akan berjalan lancar sesuai rencana

Pangeran itu hanya menggangguk, perhatiannya beralih kepada orang yang baru datang.

"Notoyudo, bagaimana,,,apakah anak buahmu sudah lancar menggunakan bedil?

Tumenggung Notoyudo lebih dulu mengangkat sembah sebelum menjawab dengan mata terarah kepada kaki sang Pangeran.

"Tidak ada masalah Gusti Pangeran, mereka sudah mulai terbiasa".

"Aku harap engkau juga sudah menandai titik titik wilayah yang akan kita serang.  Aku ingin serangan ini berlangsung mendadak, jangan sampai musuh mendapat kesempatan untuk mengirim bala bantuan.  Putuskan jalur bantuan mereka".

"Prajurit sandi kita sudah memberikan keterangan yang sangat lengkap tentang kekuatan kompeni di Kartasura, hamba rasa sepulangya dari tempat ini kita bisa mengolah semua berita yang dibawa Ki Seco".

Raut muka Pangeran Prang Wedana terlihat serius mendengarkan uraian Notoyudo.  Berkali kali ia mengerutkan kening, pandangannya kadang terarah kepada para prajuiritnya, seakan membandingkan dengan kekuatan lawan.

Tumenggung Notoyudo melirik ke arah Praba, yang dilirik tampak tenang tenang saja memandang sikap Pangeran.  Notoyudo tak habis habisnya heran, Praba anak Nyi Salbinah yang tidak ketahuan siapa bapaknya terlihat tidak pernah gentar menghadapi bangsawan manapun. Termasuk Pangeran Prang Wedana yang ditakuti bahkan oleh Kompeni sekaligus.

Hening menggerataki,  suara angin muncul sekilas sekilas.  3 orang yang sedang berhadapan itu sibuk dengan pikiran masing masing.

Pangeran Prang Wedana berdehem,
"Baiklah, kita kembali sekarang.  Kumpulkan anak buah kalian"

Tidak ada komentar: