21 Agustus 2011

Menyusuri Kota Kota Pantura (2)

Dari Malang, sepakat untuk menuju Bromo...Ternyata jalan jalan di kota Malang lumayan padat di siang hari, saya berkali kali harus berpindah jalur karena banyak sekali persimpangan dengan lampu merah.

Menuju Bromo dengan kondisi mobil yang bukan 4WD disarankan melewati Pasuruan menuju Probolinggo, karena jalannya mendatar.

Jalan di luar kota memang relatif mulus dan lebar di kiri kanan masih banyak lahan kosong yang meranggas karena kemarau atau lokasi pabrik.

Saya berusaha mengingat liputan jalan pos Anyer-Panarukan tentang keadaaan kota kota yang dilewati jalan itu, persis sama.  Di sisi lain pabrik pabrik besar bermunculan tapi hampir tidak perubahan significant terhadap taraf kehidupan warga yang tinggal di sekitar pabrik.  Hampir sama dengan apa pernah dikatakan Pramoedya dalam bukunya Jalan Pos Jalan Daendels.  Tanah tergadai, sementara janji janji peningkatan kesejahteraan tidak pernah terpenuhi

Entah kenapa,,,tiba tiba saya mengantuk, apakah pengaruh tidur yang tidak teratur, ditambah bahu yang masih nyeri.  Tidak mau mengambil resiko saya minta digantikan menyetir.

Begitu pindah kursi, saya segera menyetel posisi kursi dan tidur lumayan pulas, terbangun saat jalan mulai menanjak, ternyata sudah mencapai probolinggo dan mulai mendaki arah Bromo.  Penginapan Bromo Permai II ternyata sudah lewat.  Megerikan melihat jalan sempit menanjak curam ditambah tidak ada pengaman di sisi jalan, sehingga dengan leluasa dapat melihat jurang yang menganga.  Tapi pemandangannya sungguh menakjubkan

Lava View penginapan yang sudah dibooking terletak di Cemoro Lawang, pintu gerbang terdekat dari gunung Bromo.  Apa daya, 5 km dari Cemoro Lawang, nyali sudah ciut melihat jalan yang makin sempit dan curam.  Terpaksa berhenti.

Kepongahan orang kota dengan kartu ATM dan kartu debit terpaksa harus dibuang jauh jauh karena hotel yang ada di tempat itu tidak dapat menerima transaksi gesek.  Penginapan itu cukup layak kamarnya, tipe standard dihargai Rp 350.000/malam, bisa lebih murah saat low season.  Hari ini adalah hari terakhir Kesadha, sehingga harga kamar lebih tinggi karena banyak wisatawan yang datang.  ATM terdekat berada 20 km di bawah!!!!. ditambah tidak ada yang membawa sepatu untuk menghadapi pasir Bromo bisa dibayangkan kaki bersendal tipis harus menginjak pasir lumayan pekat, walau masih berada di punggung gunung..

Setelah berpikir, nampaknya Bromo bukan jodoh kali ini.  Diputuskan untuk menuju Surabaya, sesuatu yang tidak masuk dalam rencana. Mengambil arah Surabaya, ternyata melewati suatu tempat bernama Madakaripura.  Ah tempat ini sebenarnya pernah menghiasi mimpi mimpi saya, Air terjun bernama Madakaripura, di sana kabarnya Gajah Mada bertapa untuk membuka shima (tanah) yang dihadiahkan kepadanya oleh Hayam Wuruk tak jauh dari air terjun tersebut, daerah Tongas. 

Melewati Bangil yang terkenal dengan bordirannya, akhirnya sampai ke suatu jalan dimana rumah rumah di sepanjang jalan tampak lapuk dan tidak ditinggali, rupanya ini jalan raya Porong.  Sebelumnya sempat akan memasuki jalan tol arah Surabaya dari Gempol, namun orang orang yang bergerombol di sudut jalan tampak mengacung acungkan tangan, tidak tahu maksudnya apa, hanya bisa mengira ngira setelah itu.

Kembali pandangan diarahkan ke sisi kanan, ternyata itu tanggulnya,,bukan main tanggul setinggi itu bagaimana kalau jebol,. Ada spanduk terpentang, "REVOLUSI DARI PORONG".  Hanya bisa menghela nafas melihat keadaan kota.  Membayangkan berapa banyak usaha yang bangkrut.  Orang yang menjadi gila akibat bencana ini.

Tidak ada komentar: