03 Januari 2011

Saat Meriam Mengarah ke Istana

Suatu siang di tahun 1952, tanggal 17 Oktober.

Kemal Idris bergegas menemui anak buahnya yang berjaga jaga di lapangan merdeka. Abdul Haris Nasution dengan wajah tegang menghadap Presiden Soekarno. Di tangannya terdapat petisi menuntut pembubaran parlemen.

Sementara Bung Karno melotot mendengar petisi itu, katanya "jangan sekali kali mengancam Bapak Republik". Di luar keadaan semakin panas, massa memenuhi lapangan merdeka, berdemo menuntut pembubaran parlemen, sementara pasukan yang dipimpin Kemal Idris mengarahkan moncong meriam ke arah Istana.

Semua berawal dari rencana rasionalisasi Angkatan Darat oleh para pimpinan AD (Nasution, HB IX dan Alex Kawilarang) yang merupakan lulusan akademi militer Belanda. Ide rasionalisasi ini ditentang oleh para tentara yang merupakan hasil bentukan PETA.

Kolonel Bambang Soepeno yang mewakili para perwira rendahan bahkan sampai menemui Bung Karno untuk menentang ide Nasution. Protes Bambang Soepeno ditanggapi oleh parlemen dengan mengeluarkan mosi yang membuat berang Angkatan Darat.

Dari situlah semua berawal, percobaan setengah kudeta di tahun 1952 yang membuat Nasution sementara terdepak dari jabatan KSAD. Apalagi ternyata pembicaraan Nasution beredar luas. Adalah BISAP (Biro Informasi Staf Angkatan Perang) yang membuat hasil analisis atas transkrip dialog Bung Karno dan Nasution ketika itu.

Kebocoran yang sangat merugikan Nasution. Kolonel Zulkifli Lubis pimpinan BISAP saat itu tidak berkomentar.

Apakah itu sengaja dibocorkan, mengingat Lubis juga hasil didikan Jepang yang berlawanan dengan Nasution.

Apapun itu pertentangan dalam tubuh Angkatan Darat membawa konsekuensi tersendiri dan kelak memicu gerakan separatis bersenjata.

Tidak ada komentar: