12 Januari 2011

GANDHARI GUGAT

Sunyi menyayat di Kurusetra,

Pertempuran dahsyat baru saja usai, ribuan mayat berserakan berkubang dalam lautan merah berbau amis. Prajurit, ksatria dan hewan bertumpuk menjadi bangkai.

Seorang perempuan tua tersaruk membelah kumpulan tubuh yang membangkai. Dari sudut matanya ia melirik Bisma yang terbaring tenang di atas ribuan anak panah yang menancap. Tak hendak ia bertegur sapa dengan tetua Hastinapura itu. Tak ingin ia beruluk sembah seperti dalam istana.

Kembali ia melanjutkan langkah, nyalang mencari. Jantungnya hampir berhenti berdetak saat terlihat sebuah gada berlumuran darah. Matanya menyorot liar ketika terpandang olehnya sosok yang terburai berlumuran darah.

“Duryudana…” perempuan itu mendesis parau. Disekanya darah yang membanjir, ya itu Duryudana anaknya. Raja Hastinapura. Tidak ada kata yang terucap dari mulutnya, hanya nyeri di dada yang kian membuncah.

Lama ia terpekur mendekap tubuh tanpa nyawa itu, tatkala langkah kaki mendekat. Tanpa menoleh perempuan itu menyapa.

“Belum puaskah kau Kresna, titisan Wisnu? Sudah habis darah dagingku kau musnahkan melalui tangan Pandawa. Akulah yang melahirkan mereka, para Kurawa, Dari rahimkulah mereka berasal, ambilah aku kalau kau belum puas”.

Kresna pun menjawab “Ibunda Gandhari, semua mempunyai dharma bakti masing masing. Anakmu Duryudana sudah melakukan dharmanya dan telah lunas terbayar”.

“Kenapa kau berikan Kunti para Pandawa, kenapa bukan aku yang kau jadikan ibu mereka?” apa kelebihan Kunti dariku? Gandhari menggugat.

Lama sang titisan Wisnu terdiam, pertanyaan itu sungguh di luar perkiraannya, sambil menghela napas ia pun menjawab

“Ibunda, pertanyaanmu sungguh di luar kuasaku, semua sudah takdir Sang Yang Wenang. Satu satunya yang bisa kujawab bahwa tidak ada kebaikan tanpa kejahatan”. Ibunda dan Ibunda Kunti adalah pilihan untuk melahirkan Kurawa dan Pandawa.

“Lalu apakah hanya itu nasibku, melahirkan kejahatan yang semuanya telah terbayar lunas hari ini?”

Kresna pun termenung, perlahan ia melangkah meninggalkan Gandhari yang masih lunglai meratapi nasibnya.

“Ibunda, maafkanlah sungguh aku tak tahu jawaban atas semua pertanyaanmu. Aku hanyalah algojo, tugasku adalah memusnahkan Kurawa demi dunia yang baru”. Kembali ia menghela napas.

Sayup sayup terdengar Gandhari meratap, “Dewa yang Maha Agung, Kau saksikan aku telah menyerahkan seluruh darah dagingku untukmu, tanpa bisa berbuat sesuatu. Hanya satu permohonanku berikanlah keadilan untukku"

"Wahai titisan Wisnu, engkau berlaku layaknya Sang Hyang Wenang, namun ternyata kau masih bersembunyi di balik jubah ketidaktahuan. Dengarlah, apa yang ku alami saat ini akan kau alami di masa mendatang."

Kresna mendongak, kilat menyambar di atas kepalanya. Ia pun tertunduk dan terus berjalan.

Tidak ada komentar: