27 Maret 2010

Wawancara dengan Soros

Mengikuti wawancara Dessy Anwar dg George Soros di Metro TV hari ini? Soros yang dikenal sebagai penghancur ekonomi tahun 1998. Di Inggris dikenal peristiwa Black Wednesday tahun 1992, dimana ia memborong dan menjual poundsterling sampai senilai 10 milyar pounds. Bisa dibayangkan jika mata uang dikuasai oleh satu orang, apa yang terjadi?

Yang menarik, Soros sebagai seorang Kapitalis radikal sejati yang sudah pasti menganut paham liberalisasi ekonomi dalam wawancara mengomentari bahwa membebaskan pasar untuk mencari keseimbangan adalah langkah yang salah.

Ha,,ha kebayang dong wajah Budiono dan Sri Mulyani penganut setia IMF. Bukankah mereka membiarkan saja harga harga di Indonesia merangkak naik mengikuti harga pasar International.

Bagaimana mungkin Indonesia sebagai salah satu produsen minyak terbesar, sama sekali tidak mempunyai otoritas untuk menjual minyak dari halaman rumahnya dengan harga pantas. Harga minyak dikendalikan dari New York sana; oleh para spekulan yang mungkin hanya menggunakan sedikit minyak goreng untuk kebutuhan pribadinya. Sementara rakyat Indonesia harus membeli minyak goreng dengan harga yang berlipat lipat.

Kenapa pemerintah tidak memenuhi kebutuhan dalam negeri dulu agar rakyat Indonesia memperoleh manfaat lebih dulu dari hasil negaranya.

Pemerintah mem-BHP-kan perguruan tinggi, dengan alasan agar kampus bisa mandiri dan tidak bergantung pada subsidi. Padahal pendidikan adalah kebutuhan vital bagi rakyat. Bayangkan kalau dulu orang miskin masih ada harapan untuk kuliah, sekarang jangan ditanya.

Bahkan amerika yang mbah-nya neolib saja masih mensubsidi pendidikan dan kesehatan bagi warganya.

Jika tidak dicegah, jangan jangan 5 atau 10 tahun lagi angkatan kerja Indonesia kebanyakan akan didominasi oleh lulusan SMK saja karena tidak kuat melanjutkan ke jenjang akademis. Begitu menurut dugaan dari salah satu buku yang saya baca.

Cina dan India yang tidak mengikuti resep IMF terbukti sukses menghadapi krisis demi krisis, bahkan ada dugaan bahwa kini paradigma ekonomi tidak lagi berada di Amerika dan Eropa tapi mulai bergeser ke 2 negara asia tersebut.

Cina, suatu negara dimana warganya hampir tidak bisa bahasa Inggris sama sekali, pemerintahnya masih berhaluan komunis, tapi toh sukses mengelola warga dengan home industrinya yang merambah pasar dunia. India, negara dimana warga miskin bergeletakan di jalanan, kelaparan masih merajalela di beberapa negara bagiannya tapi toh perlahan mereka meretas jalan sebagai macan asia dengan kemampuan ITnya, bukan macan ompong.

Kedua negara itu sukses sebagai produsen, bukannya negara pasar seperti Indonesia. Yah, berkat neolib Indonesia hanya mampu menjadi pasar saja, sekedar konsumen.

Kopi dan Coklat kita terbaik sedunia, toh lagi lagi pasar kopi kita dikuasai oleh starbuck dan coffee bean. Sementara Swiss yang di negaranya tidak terdapat sebatang pun pohon coklat, merupakan produsen coklat mahal terkenal.

Nilai tambah atas barang kita dikuasai oleh negara lain. Pemerintah alih alih memperkuat industri dalam negeri, lebih suka membuka keran impor besar besar.

Yah, kapitalisme-nya Adam Smith hanya mengijinkan liberalisasi atas pabrik dan perdagangan semata. Sementara Hayek dan Friedman memperluas cakupan liberalisasi sampai kepada politik dan kebijakan.

Subsidi dan BUMN hanya pemborosan APBN begitu mungkin pikiran mereka. Memang BUMN sarang korupsi, tapi bukan berarti harus dijual kepada pihak asing. BUMN harus disehatkan sehingga dapat berfungsi benar.

Subsidi BBM harus dihapus karena yang menikmati adalah orang kaya. Padahal dengan dicabutnya subsidi BBM, rakyat kecil yang menerima akibatnya karena diikuti oleh naiknya harga kebutuhan pokok. Bagi orang kaya pencabutan subsidi BBM tidaklah terlalu berpengaruh.

Jadi kalau sekarang masih ada Kyai atau pejabat yang berkoar koar tentang bangkitnya komunisme. Harus diperiksa lagi otak mereka, komunisme bagi mereka adalah PKI yang membunuh jenderal jenderal (walaupun belakangan dicurigai bahwa itu perbuatan tentara sendiri), komunisme adalah tidak bertuhan (walaupun yang mengaku berTuhan ternyata melakukan pembunuhan dimana mana). Ternyata komunisme tidak mencekik rakyat kecil sampai mati dalam kemiskinan. Bandingkan dengan konsep neo liberalisme dimana pribadi pribadi bergerak mencari keuntungan tanpa mempedulikan yang miskin.

Masih menurut Soros, harus ada regulator yang mengawasi pasar yang dalam hal ini adalah pemerintah. Lah, terus ngapain aja pemerintah kita sekarang?

Beneran Awet Muda?

Kuliah dimana mbak? lagi lagi pertanyaan itu mampir untukku. Biasanya saya menerangkan kalau saya sudah bekerja. tapi jika sudah terlalu sering biasanya saya suka iseng mengiyakan saja perkiraan itu. Saya sering geli sendiri mendengar pertanyaan pertanyaan itu.

Kali ini pertanyaan itu ditanyakan (untuk yang kesekian puluh kalinya) oleh mbak dan mas di salon. Biasanya saya santai saja menjawab dengan jawaban yang itu itu saja, sudah bekerja. Kali ini saya merenungkan pertanyaan itu, masa iya sih orang orang salon yang selalu peka akan jumlah kerutan di muka seseorang bisa selalu salah menerka umur saya. Saya sampai meraba kulit wajah untuk memastikan, mungkinkah elastisitas kulit bisa menipu.

Masa sih mereka tidak curiga dengan wajah di hadapannya. Okelah badan saya memang tidak gemuk, tapi masa sih tidak ada yang sadar kalau saya adalah ibu beranak satu dengan umur yang 4 tahun lagi menginjak 40, bukan lagi anak kuliahan. Baiklah saya memang sempat membuat terkejut seisi ruangan seminar saat menyebut tahun kelahiran saya, seorang mentor sempat berkata bahwa semula ia menduga umur saya masih 25 tahun-an...halah..!

Bahkan saat saya turun dari mobil di depan kantor karena diantar suami, salah seorang penjaga kantor sempat bergurau..kirain masih perawan, mbak...waduh..!

Ah, saya jadi curiga jangan jangan ini siasat si mbak aja yang ingin menyenangkan hati pelanggan. Tahu kan, perempuan selalu senang dianggap awet muda.

Jangan jangan semua dugaan itu sebenarnya hanya basa basi, sekedar menunjukkan keramahan. Tentu saja saya tidak berani menyampaikan itu kepada suami. Nanti malah dianggap ge-er.

Ya sudahlah, untuk sementara terima saja dulu,,,toh gak rugi ini.

21 Maret 2010

Selubung Kabut sang Frater

Sekitar bulan November Presiden Soekarno menerima surat terbuka dari seseorang bernama Dadap Waru yang isinya mengecam kedekatan sang Presiden dengan komunis. Saat itu memang Soekarno ingin menyatukan golongan nasionalis, agama dan komunis dengan konsep Nasakom-nya.

Di kemudian hari terbukalah samaran sang pemilik nama Dadap Waru tersebut, ia adalah Pater Beek, lengkapnya Frater Josephus Gerardus Beek dari ordo Jesuit.

Tidak cukup dengan mengecam, ternyata Menurut Jos Hagers dalam artikelnya di surat kabar De Telegraaf bulan Juli tahun 1993 sang Frater disebut sebagai salah satu otak kudeta 1965 yang bertujuan memuluskan langkah Soeharto mendongkel Soekarno.

Kepalang basah dengan langkahnya memusuhi komunis, Beek makin dalam terlibat dalam politik praktis. Dengan kepiawaiannya ia berhasil memukul komunis dan Islam sekaligus. HMI, GMNI, pemuda Muhammadiyah tanpa sadar ikut dalam permainan politik, memburu dan mengeksekusi orang orang yang dicurigai sebagai anggota PKI di pelosok desa yang kebanyakan adalah muslim juga, bahkan umumnya mereka tidak tahu menahu tentang pembantaian para Jenderal

Kedekatannya dengan Ali Moertopo sang ketua Opsus mendorongnya terlibat dalam pembentukan sekber GOLKAR. Ia juga terlibat aktif dalam pendirian CSIS tahun 1971 yang menjadi think tank perumus kebijakan Orba.

Menurut beberapa tulisan yang dikumpulkan, Beek melihat ancaman terhadap Katholik selain Komunis adalah Islam dan Militer. Namun dengan prinsip Minus Malum ia menganggap ancaman Militer lebih kecil dibandingkan Islam.

Ada sebuah tulisan yang yang mengatakan sebagai berikut :

Di sebuah kantor di Jalan Gunung Sahari 88, Jakarta, Van den Heuvel sempat mewawancarai Pater Beek. Pada kesempatan itu, Pater Beek menyatakan keprihatinannya tentang komunisme dan menganggap Islam sudah membahayakan. Ia berambisi ‘menyelamatkan’ minoritas pemeluk agama Katholik saat itu.

Pater Beek berpendapat, hal itu dapat diwujudkan dengan memberi dukungan dan penyuluhan ke TNI. Ia tak segan mengirim satuan tentara untuk memperkuat Orde Baru di bawah pimpinan Jenderal Soeharto. Van den Heuvel sendiri mencap Pater Beek sebagai ‘dalang wayang politik’ di Indonesia.

Sebetulnya, Van den Heuvel sudah menyinggung peran misterius Pater Beek dalam sejarah Indonesia di sebuah roman (1991) dan wawancara (1993). Bahkan, di tahun 1993 Van den Heuvel menyebut Beek sebagai otak genius penggagalan kudeta PKI di tahun 1965 dan makar-makar lainnya setelah itu.

Van den Heuvel sendiri menyaksikan di tahun 1966 Pater Beek sedang menyusun naskah pidato di mesin tik tua merek Remington dan keesokan harinya pidato tersebut dibacakan oleh Soeharto. Selain itu, Van den Heuvel melihat beberapa catatan Beek di tahun 1963 mengenai rencana pembentukan Golkar.

Dengan kedudukannya sebagai kepala asrama Realino di Yogyakarta, ia menerapkan program Kasebul (Kaderisasi Sebulan) dengan metode pelatihan ala militer untuk membentuk kader kader militan pendukung sepak terjangnya. Disebutkan salah satu anak didiknya adalah intelektual muda Ahmad Wahib dan Hasan Basri.

Entah benar atau tidak disebut sebut Benny Moerdani adalah salah satu mentor Kasebul.

Aktivitas militannya tidak pernah mendapat pujian menyeluruh dari Gereja di Indonesia. Ia bahkan berseberangan dengan Romo Mangun. Lokomotif Basis, Romo Dick Hartoko terkesan menghindar saat diwawancara Tempo mengenai Beek.

Akhirnya Vatican memindahkan Beek dari Indonesia atas permintaan Soetopo Yoewono Kabakin waktu itu. Walau tahun 1974 ia kembali ke Indonesia.
Ia wafat tahun 1983 dan dimakamkan di Girisonta, Ungaran.

Beek tercatat sebagai 100 dari orang yang mempengaruhi kondisi politik di Indonesia.

Menurut beberapa kalangan Frater Beek dinilai sebagai seorang dengan kepribadian unik, menarik : tegas, disiplin, logis, realistik, sportif, konsekuen dan saleh.

Kalau memang Beek terlibat dengan kudeta dan kegiatan politik praktis sangat disayangkan seorang panutan dalam agama melakukan hal hal seperti itu.

Saya memang selalu menaruh curiga terhadap pemimpin umat yang terlalu dekat dengan penguasa. Entah itu pemimpin umat muslim ataupun nasrani.

14 Maret 2010

Nyanyi Sunyi

Kapan kamu punya tabungan? Begitu pertanyaan suami setiap aku mentransfer sejumlah uang bulanan untuk orang tuaku. Kalimat itu telah menjadi retorika, terlalu sering diungkapkan, toh tidak membuatku kebal, setelah itu kebiasaan diamku makin bertambah tambah. Kapan kita bisa menikmati hasil kerja kita,? Lagi lagi pertanyaan itu membuatku jadi pemurung seharian penuh.

Seperti biasa aku membisu menekan perasaan dalam dalam, saat orang tuaku saling mengeluh tentang biaya hidup dan tentang mereka sendiri. Semua tentang materi dilemparkan kepadaku.

Kenapa tidak ada yang bertanya, apakah aku tidak lelah bekerja keras bertahun tahun atau bagaimana perasaanku atau kesehatanku. Atau bolehkah aku mengeluhkan hal yang sama kepada mereka.

Apakah aku punya tabungan? Uang masuk sekolah anak dari playgroup sampai SD menggunakan tabunganku. Aku juga menggunakan tabunganku untuk keperluan keluarga.

Aku hanya bisa mengelus dada, saat seorang Ibu teman anakku mengomentari perempuan yang bekerja biasanya hanya sibuk mengejar karir dan tidak memperhatikan anak anaknya. Ibu itu tidak sadar alangkah beruntungnya ia, keluarganya berkecukupan dan suaminya mungkin mampu menanggung biaya hidup sekeluarga sehingga sang istri cukup memfokuskan diri untuk keluarga. Ia tidak perlu repot pergi pagi pulang malam kadang pagi, berdesak desakan di bis, kepanasan atau kehujanan, berkawan akrab dengan polusi asap kendaraan demi mengejar rupiah. Aku teringat saat aku selalu pulang kerja dini hari, tidur 2 jam kemudian bangun lagi karena anakku yang masih bayi selalu bangun pukul 3 pagi dan tidak tidur lagi sampai matahari terbit.

Aku cuma bisa menggelar sajadah, dan menumpahkan air mata kepada Mu ya Penguasa alam semesta. Tersedu sedan mengeluhkan semua, menumpahkan rasa iriku dalam gelap. Aku lelah tapi aku tidak ingin menyerah.

PadaMu aku bersyukur, Kau anugerahkan kesehatan yang sangat baik untukku sehingga uang tidak terbuang untuk biaya dokter. Kau berikan mata yang berfungsi baik sehingga tidak perlu membuang uang untuk kacamata, walaupun mataku sering tampak kuyu dan lelah.

Kau berikan fungsi lambung yang unik, sehingga aku cukup makan sayur sayuran tanpa nasi dan daging untuk bertahan hidup sehingga jatahku bisa dialihkan untuk hal yang lebih penting.

Aku bersyukur karena Kau tidak memberiku kegemaran akan barang mahal, sehingga bisa berhemat.

Di atas itu semua aku bersyukur karena Engkau memberiku ujian sehingga menjadi diriku sekarang, jangan biarkan rasa dengki akan kehidupan istri orang lain yang nyaman merusak keikhlasanku.

Semoga dengan anugerahMu aku bisa bekerja lebih keras demi kesejahteraan keluarga dan orang tuaku. Mudah mudahan Kau limpahkan kelancaran rezeki pada keluarga kami.

Saat ini aku hanya bisa melantunkan nyanyi sunyi di malam hari.

Semoga nanti pada saatnya akan ada yang menyapaku dengan hangat, sekedar menanyakan kesehatan dan mengkhawatirkan aku dan bukannya menghubungiku dengan tujuan materi. Amin

12 Maret 2010

NONTON KONTES BAKAT

Berhubung sedang kelelahan, maka copy paste aja tulisan saya yang pernah dimuat detik.com sekalian utk file:

Tergila gila dengan American Idol? Siapa yang menurut anda justru menjadi pusat daya tarik dari acara itu. Apakah peserta, juri atau segala tragedi tawa dan tangis saat acara itu berlangsung.

Lalu pada saat penjurian apakah anda benar benar mengharapkan kontes dihadiri oleh peserta dengan kualitas suara bagus sehingga acara berlangsung tenang layaknya kontes nyanyi atau justru malah mengharapkan ada peserta yang bertingkah aneh, yang pe-de dengan kualitas suara pas pas-an tapi heboh tidak karuan sehingga memancing Simon Cowell si lidah silet mengeluarkan komentar yang terdengar lucu buat penonton tapi menyulut emosi bagi yang dikomentari.

Kalau pertanyaan itu disodorkan kepada saya, dengan jujur saya berkata bahwa saya lebih tertarik melihat tayangan audisi yang berkat kerja keras team produksi dan bagian editing berhasil mengeksploitasi penampilan para peserta yang sering sekali aneh dan lucu. Bayangkan jika reality show ini berlangsung aman dengan kata lain semua peserta tampil sesuai standard, pasti garing jadinya. Buat saya ekspresi aneh dan komentar para juri saat menyaksikan penampilan kacau peserta audisi malah menjadi highest point acara ini. Walaupun saya senang juga melihat penampilan para peserta yang memang berbakat nyanyi.

Ingatkah dengan penampilan William Hung di season 3 American Idol, betapa ia membuat bengong para Juri dan penonton dengan lagu She Bangs nya Ricky Martin saat audisi dan komentar Simon yang keras “You can’t sing, You can’t dance, so what do you want me to say” setelahnya membuat adegan ini sangat populer saat ditayangkan. Saya yakin ribuan penonton saat itu gempar melihat caranya bernyanyi dan justru bagian inilah yang menangguk rating sangat tinggi .

Setelah dipermalukan seperti itu, William Hung justru menjadi bintang dengan adanya permintaan dari ribuan pemirsa agar ia balik ke AI sehingga dibuatkan episode tersendiri dengan judul Uncut, Uncensored and Untalented. Bagi saya bintang AI 3 adalah William Hung dan bukan Fantasia Barinno sang juara pertama.

Masih ada lagi Sanjaya Malakar, kontestan AI season 6 yang menyulut kontroversi . Pemuda bersuara ngepas, cederung cempreng tapi bisa melaju sampai 10 besar karena besarnya dukungan penonton.

Juri sekejam Simon Cowell pun sampai kehilangan kata kata. Wajah memelas Malakar menghadapi serangan para juri tampaknya mengundang simpati para warga keturunan India. Suka atau tidak, kenyataannya para penonton menunggu moment itu walaupun akhirnya Malakar tertendang juga. Lah, siapa sih pemenang AI season 6, saya nggak ingat.

Jangan lupa, juri pun menjadi daya tarik tersendiri. Simon Cowell dan Randy Jackson setia menjadi juri dari AI 1 sampai sekarang. Cowell mempunyai nilai jual tinggi justru karena lidahnya selain kapasitasnya sebagai seorang eksekutif di recording company terkemuka sedangkan karakter Jackson yang sopan merupakan antithesis-nya.

Walaupun memang kontes AI akhirnya benar benar menemukan bibit bibit baru berkualitas secara cepat, tapi kita selalu mengingat dan mengharapkan drama drama konyol saat peserta dan juri berinteraksi. Dan setelah acara ini berakhir para pemenang 1 dan 2 kemungkinan besar akan beredar di panggung musik dunia, bahkan meraih Grammy seperti Kelly Clarkson, yang sekedar finalis mungkin akan kembali ke hidup masing masing atau mungkin bernasib baik dilirik oleh produser rekaman.

Sukses American Idol tentu saja berlanjut dengan dijualnya license right acara ini ke berbagai Negara, salah satunya Indonesia dengan format sama namun tentu disesuaikan dengan kultur setempat.

Bagi saya Indonesia Idol season 1 merupakan yang terbaik dibanding season berikutnya. Terlalu banyak bakat bagus di II 1. Namun tetap saja yang membuat seru adalah penampilan seorang peserta pria yang bergaya seperti Inul Daratista saat audisi.

Seperti juga kontes Idol lainnya, finalis Indonesia Idol hanya beberapa saja yang exist, mungkin saya kurang mengikuti, tapi nama nama seperti Delon dan Joy mulai tenggelam. Mungkin ini yang disebut Easy Come Easy Go. Kontes bakat ini memang gabungan dari reality show dan pencarian bakat baru secara instant sehingga harus fun, dramatis, heboh dan mungkin juga konyol serta dangkal; bayangkan dari bukan siapa siapa menjadi pribadi yang diekspos habis habisan oleh media hanya dalam beberapa minggu saja. Maka tidak heran kalau mental mereka terkadang tidak siap untuk cepat terkenal dan juga tidak siap untuk cepat padam.

Apa boleh buat pasar Indonesia cepat melupakan mereka begitu season berikutnya dimulai dan pemenang baru diumumkan. Atau mungkin juga banyak tipe penonton yang seperti saya tidak begitu peduli dengan pemenangnya (secara banyak penyanyi lain yang lebih bagus tanpa ikut ikutan Idol).

Tapi bagi sebagian besar anak muda inilah cara cepat untuk merubah nasib, tanpa harus susah susah membuat demo rekaman. Tapi cara instant seperti itu juga mempengaruhi kualitas. Ada musim dimana hampir semua peserta yang lolos kualifikasi mempunyai mutu yang bagus, tapi di musim berikutnya lebih banyak peserta yang bersuara biasa biasa saja sehingga juri tidak punya pilihan.

Sukses kontes Idol ini sudah pasti menjadi lokomotif bagi munculnya sejumlah kontes bakat seperti Got Talent, Mama Mia, KDI, dll yang selalu dipenuhi oleh para pemuda yang ingin mencicipi ketenaran dalam waktu singkat. Memang ada idiom anak muda harus selalu bermimpi, tinggal bagaimana cara meraih impian tersebut, apakah mereka lebih suka jalan pintas atau memilih pelan tapi mantap dan pasti.

Bagaimana untuk anak kecil?..oh, tidak perlu kuatir,,,bagi Ibu Ibu yang ngebet ingin melihat anaknya ngetop ada kontes Idola Cilik dan lagi lagi bakat yang disodorkan adalah bakat yang tinggal buka mulut alias nyanyi. Tapi jangan berharap kita melihat anak kecil menggemaskan dengan nyanyian murni kanak kanak.

Bersiaplah melihat orang dewasa dalam tubuh mini. Yup, anak kecil yang didandani dan bertingkah laku seperti orang dewasa, serta menyanyikan lagu lagu dewasa. Jangan harapkan mendengar lagu lagu AT Mahmud, Ibu Soed atau lagu anak lainnya. Yang terdengar adalah lagu GIGI, Peterpan dan lagu dewasa lainnya.

Herannya jurinya kok diam saja ya.....KPI juga adem ayem aja tuh, dalam hal ini sungguh saya sangat prihatin. Yah…ini memang hanya kontes sekaligus reality show, tapi tidak ada salahnya bila juri juga lebih ketat dalam menyeleksi kontestan sehingga penonton mendapatkan bakat yang bermutu dan entertainment yang berkualitas. Untuk kontes bakat dengan peserta anak anak sebaiknya sesuaikan lagu dan penampilan dengan umur mereka.

Setidaknya acara TV kita mendapat variasi selain sinetron, hanya saja jangan sampai aspek drama terlalu mendominasi sehingga tidak jatuh menjadi sinetron Idol.

07 Maret 2010

Drama Kematian Para Pahlawan

Seorang besar kadang kematiannya tidak mencerminkan kebesarannya. Tidak selalu kematiannya diiringi oleh upacara megah, diliput oleh media, dihadiri oleh petinggi negara.

Tidak jarang mereka mati dalam kesendirian, terkucil dan kemudian dilupakan oleh sejarah. Pengucilan yang disengaja akibat perbedaan pandangan atau ketakutan tidak masuk akal dari para penguasa saat itu.

Rachmawati dan Hartini Soekarno harus berkali kali menahan air mata kesedihan melihat ayah dan suami mereka dipencilkan dan diperlakukan tidak layak hingga saat saat meninggalnya. Orang yang selama ini berjuang untuk kemerdekaan bangsanya, terbaring lemah akibat komplikasi penyakit hanya dirawat oleh Dokter hewan. Hatta pun tidak mampu menahan haru, kedua dwitunggal itu pun terisak saat bertemu, tidak mengerti mengapa mereka diperlakukan seperti musuh oleh anak bangsanya.

Seorang Tirto Adhi Soerjo terpaksa harus kehilangan semua miliknya yang berharga. Koran Medan Priaji yang tersohor galak dalam mengawal pendapat umum pada masa kolonial dimandulkan. Terakhir ia dibuang ke Ambon dan dikenai tuduhan menipu. Hotel Medan Priaji miliknya diambil oleh sahabatnya sendiri. Tirto pun tumbang, ia meninggal dan pemakamannya hanya diiringi segelintir orang.

Susah dibayangkan bagaimana Seorang Tan Malaka menemui ajalnya di Selo Panggung yang terpencil. Apakah ia sempat berdoa sebelum pistol menyalak menjemput nyawa. Kematian yang misterius dari seorang legenda negeri yang sepanjang hidupnya selalu hidup berpindah pindah dari negara satu ke negara lain. Tidak ada sanak keluarga yang mendampingi saat ajal menjemput pun kuburan yang sampai saat ini masih misteri. Namanya pun berusaha dihapus dari riwayat negeri ini.

Atau bayangkanlah sekelumit adegan bekas Perdana Menteri RI, Amir Syarifuddin dalam menghadapi detik detik akhir hidupnya karena dituduh terlibat peristiwa Madiun 1948. Di stasiun yang kosong sambil menunggu kereta yang akan membawanya ke Solo, ke hadapan regu tembak ia memilih membaca buku Romeo dan Juliet. Dalam roman itu ia hanyut sejenak, di keheningan senja melupakan keadaan dimana ia tidak akan melihat matahari esok pagi. Akhir tragis dari seorang mantan Perdana Menteri.

Poppy Syahrir yang tersedu di samping jenazah sang suami, pupus sudah impiannya untuk hidup sorangan wae dengan Syahrir. Setelah kasus PRRI hubungan Soekarno dan Sutan Syahrir memburuk, Syahrir ditangkap dan dipenjara tanpa diadili hingga menderita stroke. Ia pun diijinkan berobat ke Zurich dengan status tetap sebagai tahanan dan meninggal setahun kemudian setelah mengalami koma dalam keterasingan. Jenazah mantan Perdana Menteri itu kembali ke Indonesia dengan pergantian status menjadi Pahlawan Nasional.

Atau simak kisah Raden Mas Ontowiryo, nama kecil Pangeran Diponegoro. Ia menyerah pada panggilan takdir nun jauh di Makasar pengasingannya terakhir ditemani oleh sang istri Retnaningsih, anak dan sebagian kecil pengikutnya. Malang tak dapat ditolak, perjuangan sang Pangeran yang termasyur itu dianggap oleh keraton Yogyakarta sebagai pemberontakan. Keluarga pahlawan nasional tersebut sempat dilarang menginjak keraton sebagai akibatnya. Perlakuan mengenaskan yang baru berakhir saat Sultan Hamengkubuwono IX memberikan amnesti. Walaupun tidak jelas alasan mengapa diberikan amnesti dan bukannya rehabilitasi.

Tidak gampang menjadi seorang pendobrak, saat kawan kawannya tertidur kekenyangan menikmati suguhan membius para penguasa ia harus tetap terjaga menajamkan nalar mengasah nurani, menyabarkan diri demi menyadarkan bangsanya yang tertidur seperti mati.

Jika penjajah memperlakukan para pendiri negara dengan kejam, masih dapat dimengerti. Yang memiriskan perasaan adalah jika kita para penikmat kemerdekaan mematikan hati nurani demi kekuasaan menafikan peranan mereka yang telah berdarah darah berusaha melepaskan tanah ini dari kolonialisme.

Yah, sejarah memang milik pemenang. Tapi hidup sang pemenang tidaklah abadi sehingga selalu ada saatnya sejarah ditelaah ulang dan sang pemenang menjadi tergugat.