03 Juni 2019

Menikmati kopi lokal Banyumas

Perkenalan dengan kopi lokal daerah Banyumas pertama kali terjadi saat singgah di kedai Yamie di jalan Pungkuran, Banyumas saat sedang menelusuri jejak para saudagar batik di sana.

Kedai Yamie merupakan sebuah rumah tua milik keluarga Tjhie yang dulunya sempat menjadi pengusaha batik kecil-kecilan.  Kami sempat mengobrol dengan om Ali, ayah pemilik kedai ini.






Dalam kedai tersebut, toples-toples berisi biji kopi disusun di atas meja.  Satu yang menarik perhatian adalah kopi dengan label Robusta Purbalingga.bersanding dengan toples biji kopi lain yang sudah punya nama macam Gayo dan Wamena.



Secangkir kopi robustra Purbalingga yang dicampur susu pun datang.  Sungguh nikmat menyeruput kopi sambil duduk di ruang tamu rumah tua.  Untuk makanan, mie Yamie spesial pangsit pun dipesan.



Keesokan harinya, usai dari kunjungan ke dusun Mindik di Purbalingga, kami kembali ke Purwokerto.  Kedai kopi bernama COD menjadi tujuan.
Kedai itu sebenarnya biasa saja.  Remang-remang dan tidak terlalu besar.  Teman saya sudan janjian dengan mas Edi, pemilik kedai.

Saat masuk untuk melihat jenis-jenis kopi, seseorang di meja kasir menyapa saya, ternyata beliau empunya tempat ini dan menyangka saya adalah teman saya.
Dengan ramah ia menunjukkan jenis-jenis kopi lokal yang dijual.  Kopi-kopi tersebut kebanyakan ditanam di lereng gunung Slamet dan berjenis robusta.



Ada lo.lana coffea, jenis kopi arabica yang ditanam di dataran rendah, yang seharusnya untuk jenis robusta.  Lalu ada kopi arabica yang baru selesai dipanen, belum ada merk di Kantong kopi tersebut sehingga masih disebut sebagai arabica Baturaden.

Setelah mengamati kopi-kopi tersebut saya bergabung dengan mas Edi dan teman saya.  Mas Edi menjelaskan ikhwal petani lokal yang baru terbuka untuk merawat tanaman kopi dengan cara yang lebih baik,  Ia menjadi pendamping sejumlah petani kopi sekaligus membeli hasil panen mereka.

Dengan caranya sendiri ia mendidik para petani untuk memanen kopi dengan benar.  Ia kerap mengajak petani menyeduh kopi-kopi hasil panen untuk membandingkan hasilnya.

Mas Edi sedang menyeduh kopi

Sayang pemerintah daerah tampaknya belum dapat menyediakan pendampingan yang semestinya.  Menurut mas Edi  hasil panen kopi dengan biji pilihan di daerah Banyumas hanya mencapai dua ton dalam setahun.  Tidak cukup untuk memenuhi permintaan kedai-kedai kopi yang kini menjamur di Purwokerto.  Makanya sering kedai kopi setempat tidak menyajikan kopi lokal Banyumas dikarenakan mereka tidak kebagian stok.

Hanya kedai kopi tertentu yang menyediakan stok kopi lokal, kebanyakan mereka sudah bekerja sama pengan para petani kopi setempat.

Pengetahuan saya tentang kopi benar-benar masih dangkal.  Pun dikatakan sebagai penikmat kopi ya sebatas itu saja.  Hanya saya senang mendengar kisah-kisah orang yang bergelut dengan kopi.

Saat sedang Aspik mengobrol mas Edi menawarkan untuk mencoba kopi arabica Baturaden.  Rasa kopi arabica yang khas, asam ditambah dengan rasa lain yang suit untuk saya gambarkan.  Sedikit mirip rempah.

O ya, mas Edi bukan orang Banyumas, ia kelahiran Banaran yang sejakk lama memang bergelut dengan kopi.  Ia miris melihat petani menebang pohon-pohon kopi yang dianggap tak berguna untuk dijadikan kayu bakar.  Dari situlah ia mencoba mengembangkan kopi asli Banyumas.

Tak terasa jam sudah menunjukkan lewat pukul 11 malam.  Saya beranjak untuk membayar.  2 gelas kopi susu yang nikmat ditambah 1 tabung kopi robusta dan 1 tabung kopi arabica total hanya Rp 58.000,- sungguh amat murah.

Kopi premium ternyata tidak harus mahal.


Kedai Kopi COD
Purwokerto Utara
Jl. Prof DR. HR Boenyamin, Sumampir Wetan, Pabuaran
Purwokerto, Banyumas

Kedai Yamie
Jalan Pungkuran, Banyumas

Tidak ada komentar: