26 Juni 2016

Tarumanegara, sebuah permulaan

Sampai saat ini sejarah kerajaan Taruma masih belum tersusun dengan jelas.  Para ahli mendapatkan potongan-potongan keterangan mengenai kerajaan tersebut melalui berita Cina maupun pembacaan prasasti.

Berdasarkan tempat temuan prasasti-prasasti dan tinggalan arkeologi lainnya yang dapat diidentifikasikan sebagai tinggalan dari masa kerajaan Taruma dapat diduga bahwa kerajaan ini memiliki wilayah yang luasnya meliputi sebagian besar Jawa Barat.

Salah satu candi di komplek percandian Batu Jaya

Berita tertua yang dianggap membicarakan kerajaan Taruma ialah berita Cina yang berasal dari Fa Hsien.  Berita ini terdapat dalam buku laporan perjalanan yang ditulis tahun 414 yang berjudul Fo-Kuo-Chi.  Laporan ini mengisahkan perjalanan Fa Hsien dari Cina ke India dan kembali ke Cina melalui Ceylon.   Dalam perjalanan, kapal yang ditumpangi dari Ceylon ke Cina rusak dan selama 5 bulan ia terdampar di Ya-wa-di


WP Groenvelt menghubungkan Ya-wa-di dengan Ya-wa-da yang dalam sejarah dinasti Sung disebutkan rajanya bernama S’ri Pa-da-do-a-la-pa-mo yang pada tahun 435 mengirimkan utusan ke negeri Cina.

GP Rouffear dan J.L. Moens menghubungkan Ya-wa-da ini dengan Yawadwi (pa), pulau Jawa dan mengidentifikasikannya dengan Taruma yang dalam berita Cina dari jaman dinasti Soui (abad ke 6) dan dinasti T’ang (abad ke 7) disebut To-lo-mo.  Sedangkan S’ri Pa-da-do-a-la-pa-mo diidentifikasikan dengan Sri Pürnawarman.

Yawadwipa sendiri telah dikenal dalam Ramayana pada bagian yang mengisahkan pasukan kera mencari Sita yang diculik di daerah-daerah di sebelah timur, sedangkan tentang Yawadwipa sendiri dikatakan bahwa di sana terdapat tujuh buah kerajaan yang menghasilkan perhiasan, pulau-pulau emas dan perak, Negara yang kaya akan tambang emas.

Di antara 7 buah prasasti yang berasal dari masa Tarumanegara hanya 5 buah yang dapat dibaca dan diketahui isinya.  Kelimanya berhuruf Pallawa dan bahasa Sansekerta.

Salah satu yang terpenting adalah prasasti Tugu yang ditemukan di desa Tugu, Tanjung Priuk, Jakarta.  Prasasti ini dibuat pada tahun ke 22 dari masa pemerintahan raja Pürnawarman untuk memperingati selesainya pembuatan sebuah kanal (sungai) bernama Gomati yang panjangnya 6.122 busur (kurang lebih 11 km).  Dalam prasasti ini disebutkan bahwa sebelumnya Raja Pürnawarman telah membuat sungai (kanal) lain bernama Candrabhaga.  Keberadaan kanal-kanal itu diduga merupakan system pengairan dan mitigasi kuno

Dari prasasti Tugu para ahli mencoba mengidentifikasi lokasi ibu kota Tarumanegara.  Poerbatjaraka mengidentifikasikan sungai Candrabhaga sebagai sungai Bekasi dan dekat sungai inilah letak istana kerajaan Taruma.


NJ Krom menduga ibu kota kerajaan Taruma terletak di sekitar desa Tugu, Tanjung Priuk.  Berdasarkan hasil penelaahan isi prasasti dan tinjauan geomorfologi daerah Tugu, Noordyn dan Vestappen berkesimpulan bahwa ibukota kerajaan haruslah dicari di daerah Tugu dan sekitarnya yaitu di suatu tempat yang terletak tidak jauh dari aliran kali Cakung.

Latar kehidupan keagamaan yang berkembang di kerajaan Taruma pada masa Purnawarman dari pembacaan prasasti-prasastinya adalah bercorak Hindu.  Dalam prasasti-prasastinya raja Pürnawarman diidentifikasikan dengan dewa Wisnu.
Walaupun dari sumber-sumber prasasti diketahui sifat keagamaan yang dianut oleh raja Pürnawarman bercorak Hindu, namun tidak mustahil agama lain seperti Budha berkembang pula di kerajaan Taruma.

Dalam laporan perjalanan Fa-Hsien disebutkan antara lain bahwa di Ya-wa-di pada waktu itu terdapat orang-orag yang menganut agama Budha walaupun sedikit.

Fa-Hsien juga menyebut tentang adanya penganut agama “kotor” yang ditafsirkan sebagai agama asli sebelum pengaruh kebudayaan India masuk.  Agama asli ini tidak lain adalah tradisi religi prasejarah yang mempunyai sistem upacara dan konsep religi yang sangat berbeda.

Beberapa temuan arkeologi di situs Segaran dan Batujaya seperti menhir, dolmen, pecahan gerabah dan manik-manik sepintas memperlihatkan sifat tradisi prasejarah.  Juga situs komplek Buni yag terbentang antara daerah Tangeran sampai Karawang yang merupakan daerah hunian prasejarah.  Di situs-situs ini dikenal tradisi penguburan dengan disertai bekal kubur.  Situs Batujaya yang berada tak jauh dari aliran sungai Citarum merupakan perpaduan kebudayaan antara masyarakat pendatang dan warga setempat.  Namun Batujaya sepertinya bukan pusat pemerintahan Tarumanegara tapi lebih kepada tempat peribadatan untuk agama Budha.



Masa berakhirnya kerajaan Tarumanegara belum dapat diketahui secara pasti.  Berdasarkan berita Cina dari dinasti T’ang masih disebutkan kedatangan utusan dari To-lo-mo tahun 666 dan 669 Masehi, setelah itu tidak terberitakan adanya utusan To-lo-mo yang datang ke Cina.  Berita lain yang berasal dari jaman dinasti T’ang menyebutkan sebuah daerah bernama Ho-ling yang terletak di lautan selatan, di sebelah timur Sumatera dan sebelah barat Bali.  Nama Ho-ling ini oleh  para ahli disesuaikan dengan Kalinga.  Selanjutnya dalam berita itu dikatakan bahwa Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas dan perak, cula badak dan gading gajah, sedangkan penduduknya dikatakan membuat benteng-benteng kayu dan rumah-rumah beratap daun kelapa.  Disebutkan pula penduduk Ho-ling ahli membuat minuman keras dari bunga kelapa.

Dari berita-berita luar tersebut dapat diperkirakan mata pencaharian penduduk jaman Tarumanegara adalah perburuan, pertambangan, perikanan dan perniagaan yang barang-barangnya juga berasal dari kerajaan Ho-ling di samping pertanian dan pelayaran.  Pertanian sebagai mata pencarian dapat dilihat dari prasasti Tugu mengenai usaha pembuatan kanal pada masa raja Purnawarman.

Tidak dapat disangsikan bahwa perhubungan pada masa itu dilakukan melalui darat dan air.  Melihat keadaan geografis Tarumanegara besar kemungkinan jalur perhubungan melalui sungai sebagai jalur perdagangan dan transportasi

Adanya anggapan yang menghubungkan runtuhnya kerajaan Taruma ini Karena  ekspansi dari Sriwijaya salah satunya adalah hasil identifikasi prasasti Kota Kapur, pulau Bangka yang berangka tahun 686 Masehi yang menyebutkan balatentara Sriwijaya menyerbu bhumi Jawa: Yan manman sumpah ini. nipahat di velana yan vala çrivijaya kalivat manapik yan bhumi java tida bhakti ka çrivijaya

Berdasarkan bunyi kalimat prasasti Kota Kapur tersebut G. Coedes dan Poerbatjaraka berpendapat bahwa runtuhnya kerajaan Taruma mungkin disebabkan oleh serangan kerajaan Sriwijaya


Referensi:
-          Tarumanegara, Latar Sejarah dan Peninggalannya (sebuah pengantar), Penyunting: Hasan  Djafar 1991
-          Ekspedisi Citarum: Laporan Jurnalistik Kompas
-          Sejarah Nasional Indonesia II

1 komentar:

My Daily Workout Progress mengatakan...

kak ada info untuk angkutan umum menuju kesana naik apa? apa semestinya harus naik kendaraan pribadi ?