08 Maret 2015

Cap Go Meh: Bogor

Bogor merupakan kota dataran tinggi yang juga kental dengan akulturasi budaya Sunda-Tionghoa.  Imlek yang menjadi perayaan etnis Tionghoa ditutup dengan pawai Cap Go Meh yang meriah.

Sudah beberapa hari sebelumnya di media sosial sudah ada woro-woro untuk  menyaksikan kemeriahan Cap Go Meh tanggal 5 Maret yang berpusat di jalan Suryakencana dan dimulai dari vihara Dhanagun. Kabar lain yang beredar adalah perayaan Cap Go Meh ini akan dihadiri oleh Presiden.


Lah ini, kalo akan dihadiri Presiden berarti kebayang kan ribetnya karena harus sterilisasi plus para pengawal dan polisi yang berseliweran bikin kesel.


Saya yang semula mau santai-santai berangkat dari rumah mengingat acara baru akan dimulai jam 4 sore jadi mikir lagi.  Takut kalo sterilisasinya sudah dari jam 12 siang sehingga gak angkot dari stasiun Bogor ke lokasi.  Ternyata pas sampai di sana jam 12.30 belum ada penutupan sehingga angkot masih boleh lewat Suryakencana.  Namun penonton sudah berdatangan dan mulai menempati pinggir-pinggir trotoar seberang vihara.  Suryakencana yang merupakan pusat pertokoan lama yang mayoritas dihuni oleh etnis Tionghoa masih tetap beraktivitas walaupun banyak yang bersiap-siap menutup toko untuk menonton keramaian. Panggung sudah didirikan di depan vihara.


Dalam vihara Dhanagun sendiri sudah hiruk pikuk, tetabuhan sudah dibunyikan walaupun baru sebatas latihan.  Jolly-jolly pun sudah dihias.  Banyak warga yang melakukan sembahyang terakhir.  Wangi hio terasa tajam.  Terdengar koordinator acara mengumumkan bahwa waktu untuk mengeluarkan kim sin (patung dewa) akan segera tiba.  Satu per satu patung-patung itu dikeluarkan.  Akhirnya penonton yang tadi menyemut di vihara akhirnya keluar mencari tempat untuk menonton acara selanjutnya di panggung luar.
Para penjaga sukarela dengan berkostum tradisional berseliweran menjaga ketertiban.


Masih jam 13.30..karena toko-toko di sekitar Suryakencana sudah tutup akhirnya saya mampir di warung bakso tak jauh dari vihara. Sekedar duduk dan mengisi perut.  Selesai makan saya kembali ke area, mencari-cari posisi pas.  Akhirnya saya berdiri dekat-dekat dengan sekelompok fotografer.  Panitia acara dari pemda sibuk mengatur.  Entah karena membawa lensa tele, para petugas itu tidak terlalu rewel menyuruh minggir.  Ada sih yang menanyakan dari media apa bukan.  Kalau bukan harus segera minggir. Tapi lagi-lagi keberuntungan berpihak pada saya.  Seorang petugas Koramil malah meminta saya bergabung dengan para fotografer di bagian depan, "biar kelihatan mbak, motretnya"  saya nyengir senang.  Dan, bergabunglah saya dengan awak media di bagian depan berhadapan dengan panggung..ha..ha.


Sedikit kegaduhan saat rombongan barongsai memasuki area menuju vihara untuk tampil nanti.  Celaka-celaka..! kebanyakan fotografer ternyata berbadan tinggi besar.  Badan saya yang kecil tentu saja dengan mudah tersingkir dalam perburuan foto, seperti biasa terpaksa saya merangkak dan berjongkok di sela sela kaki orang untuk mengambil foto..hahaha.


Sementara kelompok paduan suara menyanyikan lagu-lagu Sunda seperti Manuk Dadali, Pileleuyan dan beberapa lagu nasional.  Seru sekali.

Pukul 16.20 akhirnya Presiden datang...bukan main, saya yang ada di depan lagi-lagi terdorong ke belakang gara-gara para awak media dan fotografer yang berbadan tinggi besar menyeruduk ke depan, belum lagi para petugas yang berjaga-jaga melekat berhadap-hadapan.  Akhirnya saya menunggu suasana tenang,,dan baru setelah itu bisa mengambil foto.


Setelah doa dan pidato serta tarian dari Sumba. akhirnya pawai pun dimulai, dibuka dengan marching band dari Pusdikzi, sepertinya ini batalion Zeni yah. berturut-turut para kelompok peserta pawai berjalan,  Ada dari kampung budaya Sindang Barang, Ondel-ondel Taiwan, sepeda onthel, kelompok seni.  Penampilan puncak seperti barongsai dan liong ada di urutan terakhir.  Liongnya sendiri ada 10.  Seru sekali.


Saya mencoba berjalan ke ujung lain,,,massa menyemut tak ada ujung sehingga susah menembusnya. .Pukul 18:00 rombongan Reog baru saja sampai di tempat saya berada di ujung lain Suryakencana..  Saya berjalan balik arah menuju tempat semula.  Hari pun beranjak gelap,,berturut-turut barongsai dan liong pun keluar.


Panggung sudah kosong saat saya lewati, keramaian berpindah ke Suryakencana bagian tengah.  Sudah malam.  Kamera saya payah jika dipakai memotret malam hari, dan saya pun memutuskan pulang, jalan kaki ke arah Bogor Trade Mall yang tak jauh dari Suryakencana.  Peserta pawai yang paling awal seperti marching band sudah tiba kembali di depan vihara.



Aduh, keringat sudah mengalir deras, kaki serasa mau copot.  Ketemu angkot yang menuju stasiun saya segera naik menghenyakkan diri ke bangku angkot. Sungguh saya sangat menyukai hari ini.  




1 komentar:

Dwi Puspita mengatakan...

wah...ada pak jokowi ya....