17 November 2013

Ngumpet-ngumpet di Stasiun Tanjung Priok

Salah satu Peron di stasiun Tanjung Priok


Dengan gemas saya memandangi Ibu-ibu gemuk berambut ikal di hadapan saya.

Sebelumnya...


Saya mengikuti saran dari twitter KAI waktu saya menanyakan ijin memotret di di stasiun Tanjung Priok. Mereka menyarankan untuk menemui humas PT KAI yang berkantor di stasiun Jakarta Kota.

Kenapa perlu ijin? Karena saya membaca beberapa pengalaman beberapa orang yang didatangi petugas saat sedang memotret tempat tersebut dan satu lagi, stasiun itu merupakan milik KAI sehingga etikanya memang harus kulonuwun dulu kepada KAI.
Lobby di dalam kantor stasiun Jakarta Kota

Singkatnya saya membuka pintu kayu  tepat di hadapan peron. Dan terpampanglah lobby luas dan anggun. Dengan pilar-pilar melengkung khas Indies.  Resepsionis tidak terlihat karena menyempil di bawah tangga di belokan selasar.

Setelah menitipkan identitas, saya segera naik ke lantai 2 menuju ruangan humas. Terbiasa dengan ruangan humas yang tertata dan petugas yang komunikatif, saya terhenyak begitu bertemu dengan staf humas (?) yang acuh tak acuh di ruangan yang mirip kantor kelurahan.

Tepat di seberang terminal bus Tanjung Priok

Pendek kata, harus ke Gambir dulu dan menemui bagian heritage di sana, berarti balik lagi.  Heii,,,sebelumnya saya sudah mengirimkan email kepada bagian heritage, dan bounce back.

Malas harus balik lagi, saya memutuskan langsung saja ke stasiun Tanjung Priok dan melihat apa bisa dilakukan di situ.
Ruang antara loket dan ruang tunggu peron

Dan ternyata tidak sesulit yang yang dibayangkan.

Stasiun Tanjung Priok mudah dikenali, terletak tepat di seberang terminal bis.  Lebih gampang lagi jika naik bis Trans Jakarta dari Kota.  
Loket

Bangunan bergaya art deco bercat putih sedikit kusam itu dibangun tahun 1914 pada masa Gubernur Jenderal AFW Idenburg.  Idenya pada masa itu adalah untuk membawa penumpang kapal yang mendarat di pelabuhan Tanjung Priok menuju Batavia.  Dibutuhkan 1700 orang pekerja untuk menyelesaikan pembangunannya.


Kuli angkut?

Stasiun ini menjadi stasiun terbesar kedua setelah Batavia Centrum (sekarang Jakarta Kota) dengan 8 peron.  Khas bangunan Belanda adalah langit-langit yang tinggi dan penampang ruangan yang lega segera terlihat saat memasuki bangunan ini.

Tidak padat seperti stasiun Kota, walaupun ada aktivitas pemberangkatan kereta seperti sekarang ini waktu menunjukkan pukul 12:15, 10 menit lagi kereta ekonomi AC Bengawan jurusan Tanjung Priok-Jebres Solo akan segera berangkat.   Sepertinya Stasiun Tanjung Priok ini memang khusus untuk kereta barang dan beberapa kereta ekonomi.  Masih ada kereta Kertajaya dan Brantas yang menuju daerah Jawa Timur.

Perhatikan Pilar bajanya!!!!


Antrian di loket tidak terlalu banyak, saya melongok papan pengumuman, beberapa tampak belum update seperti jadwal KRD Bumi Geulis jurusan Bogor - Sukabumi masih tertera, padahal KRD tersebut sudah lama mati dan digantikan oleh KRD Pangrango.

Jalan terus melalui ruang penghubung atau lobby tengah, cukup bersih mungkin karena belum banyak aktivitas orang.  Sampai ruang tunggu, segera terlihat lengkungan baja di langit-langit peron.  Lengkungan itu masih asli, belum berubah.  

Sembunyi-sembunyi saya mengeluarkan kamera saku dan memotret secepat kilat, untung saja tidak membawa DSLR.  Di tengah peron ada semacam gardu mungkin untuk pengawas stasiun.  Sayang sekali tidak bisa memasuki lorong perong mengingat ada petugas tiket, ya  karena hari ini masih hari kerja, masih ada jadwal pemberangkatan dan kedatangan penumpang.

Saya ingin melihat ruang-ruang di sisi peron tapi harus melalui pagar yang dijaga sehingga tidak mungkin, kecuali sudah mengantungi surat ijin dari Heritage Gambir, jadi terpaksa harus puas dengan foto-foto dari kejauhan.  Belum sempat meninjau kamar-kamar bekas penginapan dan restoran di sana.



Banyak yang bilang design langit-langit stasiun yang setengah melengkung ini mirip dengan stasiun Leipzig di Jerman, ada juga yang bilang mirip stasiun Centraal di Amsterdam sampai stasiun Chhatrapati Shivaji di Mumbai yang jadi setting film Slumdog Millionaire...Cakep kan?

Saya menyempatkan memotret bagian luar stasiun. Memang agak-agak gimana sih,,mengingat seberangnya terminal dan banyak abang-abang penghuni terminal di situ.  Satu lagi, hati-hati saat mengeluarkan kamera atau ponsel agar dipegang erat-erat mengingat area terminal Tanjung Priok termasuk daerah yang cukup rawan, tapi sejauh ini tampaknya tidak terjadi apa-apa, asal ya itu tadi, waspada.

Iseng, saya menge-twit soal ijin memotret stasiun ke @HeritagePTKAI, namun sampai saat ini tidak ada tanggapan.  Hm..hmmm...tampaknya bagian sosmed divisi Heritage kurang menyadari arti sosmed bagi kegiatan-kegiatan mereka.  Padahal dengan sosmed, pesan yang ingin disampaikan bisa tersosialisasi lebih masif.

Walaupun sekarang jalur Jakarta Kota-Tanjung Priok belum aktif kembali, bukan berarti kehadiran stasiun ini dapat diabaikan. Mengingat jumlah peron yang cukup banyak dan bangunan yang sangat megah sangat dimungkinkan jalur tersebut diaktifkan kembali apalagi sekarang hantu kemacetan merajalela.

Pembukaan jalur Kota-Tanjung Priok sepertinya akan menjadi kebutuhan mutlak.  

Kapankah itu terjadi?





Kumpulan ruwet persinyalan

1 komentar:

Baktiar77 mengatakan...

Suasana stasiun kereta api selalu menimbulkan romansa, mungkin karena suasananya yang selalu jadul ya