Gara-gara niat buka puasa di Bakoel Koffie Cikini peristiwa ngayun dengkul ngukur trayek Kebon Sirih-Cikini terjadi.
Jam 17.30 saya sudah beranjak dari kantor menuju Cikini. Niatnya jalan kaki sebentar sampai ujung perbatasan jembatan kereta Gondangdia lalu disambung dengan naik ojek atau bajaj, seketemunya untuk sampai lokasi.
Entah kenapa, dengkul ini maunya diayun terus, dan saya juga lupa berhubung keasyikan melihat gedung-gedung tua. Tahu-tahu sudah sampai Prapatan Patung Tani,
"jalan dikit lagi deh, kan macet ini", begitu pikiran saya.
Melewati sempilan lorong-lorong toko mengarah gedung PPM, eh nambah lagi sampai sekolah Kanisius. Mau nyeberang cari ojek kok males.
Suasana lalulintas selama perjalanan, Auzubillah bin zalik, Masyaallah demi Tuhaaaan!!..... Beneran bikin stress kalo yang pakai kendaraan. Sungguh Jakarta juga bukan kota yang ramah buat pejalan kaki.
Lah, ndilalah sudah di depan Gedung Joang. Seperti biasa mata saya langsung meleng melihat arsitektur gedung ini.
Kepalang tanggung, sol sepatu masih kuat buat dipakai ngesot ke tempat tujuan.
Kantor pos Cikini segera terlihat, Bakoel koffie hanya berjarak beberapa puluh meter dari kantor pos. Ternyata jalan santai saya memakan waktu 30 menit untuk sampai di lokasi.
Selasar Cikini |
Ice coffee mocca menjadi pilihan sore ini. Sesungguhnya saya bukan seorang maniak dan ahli kopi. Betul saya suka minum kopi, tapi hanya kopi sachet rasa cappucino. Bukan kopi murni, jadi jangan tanya soal rasa kopi yang bermutu.
Pilihan ke Bakoel Koffie pun murni berdasarkan sejarah kafe ini yang berhubungan erat dengan kedai kopi lawas Warung Tinggi (Sun Tek Ho) yang berada di daerah Hayam Wuruk plus toko ini berlokasi di kawasan kota lama Cikini dengan setting toko-toko kuno.
Suasana kafe yang tenang dengan lay out langit-langit atap yang tinggi khas bangunan lama memang cocok buat dipakai ngobrol atau sekedar bermalas-malasan seorang diri kayak saya sekarang.
baru inget foto setelah tinggal setengah, dengkul masih gemeteran |
Ada komik wayang di kafenya |
Setelah menghabiskan setengah isi gelas, saya kembali beranjak menuju stasiun Cikini untuk pulang, lagi-lagi dengkul Hercules ini belum jera untuk diayun lagi.
Jadilah saya ngeluyur menuju stasiun. Melewati selasar yang kalau malam serasa berjalan di luar negeri tapi plus kaki limanya, Toko roti Tan Ek Tjoan, TIM dan lagi-lagi gedung-gedung tua, menikmati jalanan yang padat bercampur pemandangan buka puasa yang rustic namun asyik dari warung kaki lima sepanjang jalan.
Malam ini tanpa sengaja saya sukses marathon menyusuri aspal Kebon Sirih-stasiun Cikini dengan jalan kaki. Enjoy Cikini dengan modal dengkul tangguh :).
Foto-foto yang dibuat dengan terburu-buru :
Gerobak Roti, karena puasa jadi masih banyak rotinya |
Toko Roti legendaris Tan Ek Tjoan, Roti Gambangnya enak |
Tampak depan |
Cuma di Indonesia trotoar dikasih tiang untuk menghalangi pemotor |
Udah tahu dong ini apa, Taman Ismail Marzuki |
1 komentar:
saya selalu cinta kawasan cikini, bagunan bersejarahnya keren dan kulinernya sedep.
Posting Komentar