22 Juli 2013

Banten, Kota Kosmopolitan yang Merana

Kawasan Banten Lama.....

Dari memori masa kecil terbayang reruntuhan benteng, mesjid kuno yang kumuh dengan barisan pengemis berketiak ular.  Sebuah wilayah yang akrab dengan kemiskinan.

Sekarang? saya menatap dari balik jendela mobil saat melewati jalan raya Banten, selepas jalan Tol Jakarta-Merak.  Rasanya ada sedikit perubahan, namun bau kemiskinan tetap tercium kuat walau lebih dari 20 tahun berlalu.

Istana Kaibon
Tak habis pikir, bagaimana daerah yang dikenal sebagai kota kosmopolitan abad 16, begitulah kesan Cornelis De Houtman saat mendarat di pelabuhan Banten kini mengalami kemunduran total.  Tidak terlihat lagi jejak kejayaan itu.  Bayangan kota yang megah dengan sistem kanalisasi canggih seperti yang dilukiskan oleh berbagai literatur langsung lenyap.

Mendekati keraton Surosowan, mata memang terpukau dengan tembok batu tebal yang mengelilingi situs ini, namun segera menggeleng-geleng melihat keadaan sekeliling benteng keraton, tampak bangunan lapak-lapak jualan yang centang perentang, sepi karena bulan puasa.



Benteng Surosowan
Mobil terus berjalan melewati benteng menuju museum purbakala, kami memang akan menemui anggota BP3 (Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala) untuk mengantar kami melihat-lihat situs kerajaan Banten.  Keadaan museum pun tidak kalah memprihatinkan, nampak sepi, tidak ada pengunjung yang datang selain kami berlima.

Mas Yanuar dari BP3 mengantar kami sekaligus memberikan penjelasan tentang peninggalan arkelogis kerajaan Banten.  Sempat berkeliling sebentar di Museum, melihat benda-benda kuno yang ditemukan di wilayah Banten. Terdapat alat cetakan kue yang terbuat dari tanah liat, bentuknya mir.ip kue pancong.  Ternyata kue pancong itu sudah ada dari jaman dulu. 

Cetakan kue pancong
Tidak banyak yang disimpan oleh museum ini.  Mahkota dan perhiasan emas sudah dipindah ke Museum Nasional demi keamanan.

Banten dibangun oleh Maulana Hasanuddin, putra dari Sunan Gunung Jati setelah merebutnya dari kerajaan sunda Pajajaran.  Banten menjadi pusat perdagangan rempah-rempah terutama lada.  Pelabuhan Karangantu yang sekarang kumuh tak terurus dulunya adalah pelabuhan internasional tempat rakyat Banten melakukan interaksi dan transaksi ekonomi dengan bangsa lain.

Kejayaan Banten tak lepas dari tokoh Sultan Ageng Tirtayasa yang hidup sejaman dengan Sultan Agung dari Mataram.  Namun bersamaan dengan mundurnya Sultan Ageng dari tahta, redup pulalah sinar kerajaan ini.  Sultan Haji penerus tahta kerajaan Banten tidak berwatak kuat seperti ayahnya.  Banten berubah menjadi vasal Belanda.

Pemandian Roro Denok
Mas Yanuar membawa kami memasuki bekas istana Surosowan yang sebenarnya tinggal puing-puing, hanya tersisa tembok benteng luar dan sedikit ubin terakota.  Ada kolam pemandian Roro Denok yang berair keruh tempat mandi putri-putri Keraton, tak jauh dari Roro Denok ada kolam pemandian para pria istana. Beberapa anak sedang bermain air di kolam pemandian itu.  Tak peduli dengan warna air yang kotor kehijauan

Dengan material benteng istana yang terdiri dari batu bata dan karang dengan ketebalan 1 meter, bisa dibayangkan kekuatan kekuatan istana ini.  Jalan masuknya dibuat membelok sehingga jika ada lontaran peluru meriam tidak langsung menembus istana.

Istana ini pertama kali rusak oleh peperangan antara Sultan Ageng melawan anaknya sendiri Sultan Haji.  Lalu benar-benar hancur luluh dibakar oleh Daendels.  Materialnya banyak dipreteli, sebagian besar sekarang menjadi kantor Gubernur Banten di Serang.

Menara Masjid Banten, kalo Lebaran pengemisnya melimpah ruah
Dari Surosowan kami bergerak menuju istana Kaibon, sebelumnya sempat menuju halaman mesjid
Banten yang sepi, kali ini bayang tentang barisan pengemis tidak terjadi. Mengingat pakaian yang tidak semestinya kami hanya di halaman saja, sambil mengambil gambar menara mesjid. 

Walaupun matahari tidak terik, namun udara tetap terasa panas dan lembab cukup menyiksa bagi yang sedang berpuasa.  Kami bersyukur karena ini bulan Puasa sehingga tidak diganggu oleh para pedagang dan pengemis yang biasanya berseliweran di sekitar mesjid.

Terlihat situs Watu Gilang, yang tertutup oleh lapak-lapak pedagang.  Situs Watu Gilang ini sempat menjadi rebutan antara Pemerintah Banten dan Jawa Barat dan entah kenapa setelah resmi menjadi milik pemerintah Banten, situs ini malah ditelantarkan.  Watu Gilang adalah batu datar tempat Raja-Raja Pajajaran ditahbiskan.  Setelah Pajajaran runtuh ,Watu Gilang ini diboyong ke Banten dan menjadi tempat penobatan Sultan-Sultan Banten.
Watu Gilang yang merana

Istana Kaibon sebenarnya digunakan sebagai tempat tinggal Ibu Ratu, tidak jelas kapan tahun pembuatannya. Dibanding istana Surosowan, bentuk Keraton Kaibon relatif lebih jelas.  Masih terlihat pilar-pilar istana yang cantik dengan arsitektur pintu gerbang yang feminim.

Jaman dulu antara Surosowan dan Kaibon terhubung melalui kanal-kanal buatan.  Kanal tersebut juga berfungsi sebagai persediaan air. Air yang masuk dari sungai disaring pertama kali melalui Pangindelan Abang, setelah itu masuk ke Pangindelan Putih.  Terakhir air disaring melalui Pangindelan Emas dan hasilnya adalah air jernih.
Pintu Gerbang Kaibon

Sekarang kanal-kanal tersebut sudah mati, tertimbun atau menjadi sawah.

Benteng Speelwijk. Adalah Cornelis Speelman yang menjadi sumber penamaan benteng pertahanan ini.  Benteng Speelwijk tepat menghadap ke laut.  Jika kita naik ke atasnya, memang terlihat laut. Dinding benteng terbuat dari campuran karang laut, nampak tegar.  Bagian dalam benteng sudah hilang sama sekali, dan jadi tempat penggembalaan kambing.  Masih tersisa menara pengintai dan ruang penyiksaan yang pengap.

Benteng Speelwijk
Di depan benteng Speelwijk sebenarnya ada tugu jam, namun jamnya sendiri sudah dipreteli, masih terlihat samar-samar jejak angka jam.

Tak jauh dari benteng ini ada Vihara Avalokiteswara yang sebenarnya dibangun sekitar abad 17, namun sayang pernah terbakar, sehingga bangunan yang sekarang adalah bangunan baru.

Kami yang mulai merasa dehidrasi memutuskan tidak mampir ke vihara untuk menghemat tenaga dan memutuskan untuk menuju Serang. Kami melewati bekas masjid Pacinan Tinggi yang dibangun abad 16 oleh Syarif Hidatullah.  Tinggal tersisa tugu dan mihrab saja dari bangunan masjid.  Dari bentuk tugunya dapat dibayangkan  keelokan masjid ini sebenarnya.
Masjid Pacinan Tinggi

Begitu pun dengan Tasik Ardi, danau yang dulunya dipakai sebagai tempat peristirahatan keluarga kerajaan. Melihat keadaan danau yang sudah hilang kekunoannya kami memutuskan tidak jadi turun mobil dan hanya melihat sekilas dari jalan raya.

Mas Yanuar mengeluhkan kurangnya perhatian pemerintah kota terhadap kekayaan sejarah di Banteng ini.  situs-situs di Banten lama ini berpotensi menjadi warisan dunia, namun dibutuhkan keseriusan pemerintah untuk menertibkan para pedagang yang semrawut dan prasarana yang tidak terurus. Lagi-lagi dana juga yang menjadi pangkal masalah.

Pangindelan Abang, tempat penyaringan air
Dari puing-puing keraton, sisa-sisa situs sejarah, Banten menyimpan kejayaannya yang gemilang. Sepanjang jalan tak habis-habisnya kami menyesali kelalaian pemerintah propinsi Banten.  Bukankah peninggalan ini berpotensi besar mendatangkan pendapatan jika dikelola dengan baik dan profesional.






HOREE BUKA PUASA
Ah sudahlah, sebagai pengunjung kita cuma bisa geregetan. Daripada kesal lebih baik segera berpaling dengan menu buka puasa. Ya, kami akan berbuka di Serang, di sebuah restoran bernama Beranda.  

Mbak Ratih sudah mengatur agar kita bisa berbuka dengan menu otentik Banten.  Dan inilah yang tersaji : Sate Bandeng, nasi sumsum, asinan, ketan bintul, kue-kue khas Banten seperti apem yang disiram dengan gula jawa.  Sayang tidak tersedia Rabeg, semacam semur daging.  Menurut mbak Ani pemilik Beranda, Rabeg tidak cocok disajikan dengan nasi sumsum.

Untuk minum saya memesan es Kelapa yang dihias dengan jeruk nipis,,hmmm dan tak lupa teh panas manis.

Sate Bandeng punya kecenderungan rasa manis, sebaiknya bisa minta cacahan cabe rawit untuk penyeimbang rasa.
Resto Beranda, Serang

Alhamdulillah, perut kenyang, pikiran pun makin terbuka.  Ngabuburit sambil belajar sejarah memang oyeee.







1 komentar:

Unknown mengatakan...

Rada miris liat peninggalan sejarah yg berharga tapi kurang mendapat perhatian.

Btw sate bandeng serang menurut gw kurang mengairahkan, enakan otak2 bandeng dari gresik #HidupGresik