23 Oktober 2011

Belum Ada Judul (3)

Tumenggung Notoyudo menyingsingkan wironnya bersamaan dengan Praba yang melangkah menuju tempat para prajurit berkumpul.

"Kita kembali ke Sukowati sekarang", pendek Notoyudo memberi perintah.  Masing masing pemimpin pasukan segera menyiapkan anak buahnya.  Kuda kuda dilepas dari ikatannya siap membawa para prajurit kembali.

Paling depan telah tegak Pangeran Prang Wedana, seorang pekatik menuntun kuda hitamnya.  Blangkon hitam dengan kain parang rusak menambah sangar penampilannya. Tanpa berkata kata ia meloncat ke atas punggung kuda dan langsung berpacu menuju Sukowati.

Para tumenggung yang berada di belakangnya tergesa gesa mengikuti disusul oleh pasukan segelar sepapan.  Suara riuh akibat hentakan kaki kuda membelah langit.

Praba bergegas menuju kuda yang ditambatkan di pohon asam tak jauh dari tempat geladi berlangsung,  Sambil meloncat ke punggung kuda, ia berteriak pada anak buahnya "cepat, kalian bersiap kembali ke desa !"

Tidak berapa lama desa Pandak Karangnoko yang biasanya sunyi hiruk pikuk oleh kedatangan puluhan pasukan berkuda.  Telah beberapa bulan belakangan ini kepala desa Pandak Ki Merto telah menyediakan desanya sebagai tempat tinggal para prajurit Prang Wedana.

Ki Merto yang sedang membelah kayu bakar, menghentikan sejenak pekerjaannya mendengar suara gemuruh kaki kuda.  Ia menyeka keningnya sebelum bergegas menuju muka pekarangan dan menempatkan diri untuk menyambut pasukan.

Tidak hanya Ki Merto yang bergegas, dari sudut rumah yang paling besar di dusun itu, sosok tubuh terlihat berjalan menuju halaman depan.  Laki laki itu terlihat cukup berumur namun masih nampak tegap.  Ki Merto tergopoh gopoh memberi hormat saat laki laki itu mendekat.

"Nakmas Suryakusuma sudah selesai latihan nampaknya, dimana Ki Seco, panggil dia banyak yang harus kita bicarakan hari ini".

Ki Merto mengangguk hormat dan bergegas melaksanakan perintah itu.  Belum jauh ia berjalan, tampak 2 orang mendekat, laki laki tua berwibawa itu menajamkan matanya kemudian segera menghampiri.

"Nakmas", sapanya...Yang disapa mengangguk hormat,..."Sudah mendapat kabar bahwa Baron Van Hohendorff dipecat?"...

Suryakusuma menggangguk perlahan membenarkan, "benar ayah..penggantinya Nicolaas Hartingh.  Namun apakah bedanya sehingga ayah demikian tertarik dengan pergantian ini?"

Tidak ada komentar: