22 April 2011

Apakah saya seorang yang religius?

Seseorang bertanya kepada saya, kenapa saya tertarik dengan sosialis? Tentu saja karena negara kita semula berkonsep sosialis. Para bapak bangsa itu pun tampaknya sepakat dengan konsep ini, bahkan menambahkan religius sehingga menjadi sosialisme religius.

Tampaknya saya selalu tertarik dengan ideologi yang jaman orba dulu selalu disebut ideologi kiri, begitu pula dengan tokoh dan pertentangan dengan pihak mainstream. Apakah saya tidak tertarik dengan agama? Hm,,,antara ya dan tidak. Namun memang lebih menarik membaca tentang sosialisme religius dibanding dengan konsep religius itu sendiri.

Umumnya perempuan seumur saya biasanya lebih tenang, tidak lagi bergulat dengan pikiran pikiran menyimpang apalagi yang berhubungan dengan masalah religiusitas sebagai Muslim. Banyak yang meng-update status dengan kata kata "Terima kasih Yesus", "Ya Rasulullah", atau bahkan memposting ayat ayat suci, yang membuat saya selalu cepat cepat melewatkan sesi itu. Entahlah, buat saya religiusitas adalah sesuatu yang privat, rikuh rasanya membaca statement statement religius yang diobral di jejaring sosial.

Agama yang baik menurut saya adalah yang menerapkan konsep sosialis dan bukan eksklusif. Saya tidak tertarik dengan agama dalam lingkup eksklusivitas kelembagaan atau yang disebarluaskan dengan jejaring sosial. Cukup banyak kisah busuk berkaitan dengan lembaga lembaga keagamaan. Cukup banyak buku buku sejarah yang mengupas kegilaan mengerikan yang dilakukan oleh pemimpin agama baik Muslim maupun Kristiani. Dogma dogma agama yang ditanamkan dengan penuh semangat oleh para Suster saat sekolah dan ceramah ceramah menggebu dari para ulama di Mesjid hanya membuat saya makin skeptis dengan agama yang dilembagakan. Alih alih menjadi wanita sholeh seperti yang diharapkan kedua agama itu, saya lebih tertarik dengan ideologi kiri.

Saya juga tidak tertarik untuk bergabung dengan JIL yang mengusung pluralisme agama. Menurut saya, tiap agama mempunyai perbedaan yang mustahil untuk digabungkan. Yang bisa kita lakukan adalah menghormati tiap agama, tidak saling mencela kitab suci. Saling bekerja sama antar pemeluk agama untuk membangun kondisi masyarakat yang ideal. Untuk masyarakat yang pluralis memang butuh toleransi yang tinggi dari setiap pemeluk agama.

Apakah sisi religius saya berkaitan dengan agama yang saya anut? saya hanya bisa mengangkat bahu. Yang jelas saya mempunyai percakapan pribadi dengan Tuhan saya.

Tuhan yang saya percayai Maha Mengetahui, yang mempunyai sistem penilaian berbeda dengan kita yang selalu melihat segala sesuatu dari dimensi manusia.

Lalu seperti apakah religiusitas saya? entahlah, mungkin saya lebih suka menggambarkan diri saya sebagai pengembara yang berusaha menemukan semangat religius untuk menghilangkan kegelisahan saya sebagai manusia

Tidak ada komentar: